Part 39

1.5K 83 14
                                    

Bulan bersinar indah seperti malam sebelumnya seakan menunjukan kekuasaannya di malam yang sunyi.

Ya sesunyi hatinya, tak bisakah sinarnya menerobos masuk sampai ke hati agar ia tak merasakan rasa galau ini.

Gadis berkerudung hitam itu kembali menghembuskan napasnya seakan hidup yang ia jalani begitu berat sampai tak sanggup untuk memikulnya.

Angin malam menerpa wajah pucatnya seakan mengejek kegalauan sang hati.

Ah sial ternyata bocah itu benar-benar mewujudkan perkataannya sudah beberapa bulan lamanya setelah kelulusan SMA ia tak melihat batang hidungnya bahkan di rumahnya pun tak nampak.

Dirra terlalu gengsi untuk menanyakan keberadaan bocah yang enggan Dirra sebut namanya namun semakin ia berlagak baik-baik saja semakin membuatnya uring-uringan tak jelas.

Apa ia merindukannya? Ah jelas tidak, ia hanya kehilangan teman duelnya saja ya hanya itu alasan tepat untuk membodohi hati.

Dirra memutar-mutarkan benda pipih itu ia bimbang untuk memulai duluan.
"Ah nanti dia kegirangan lagi." Dirra menaruh benda pipih itu di atas meja lalu kembali menatap bulan yang bersinar terang.

Matanya kembali melirik handphone dan mengambilnya kembali.
"Apa salahnya kan aku chat duluan tapi aku gengsi." Gumamnya lagi dan kembali ia taruh di atas meja baru beberapa detik kemudian Dirra kembali mengambil handphone dan berdecak kesal. Ya beginilah kegiatan baru gadis itu setelah sholat Isya ia duduk di balkon kamarnya dan memandangi handphone. Niat hati ingin menanyakan kabarnya namun gengsinya terlalu tinggi untuk memulainya.

Setelah lelah dengan kegiatan barunya Dirra masuk kamar dengan langkah lunglai seakan tenaganya terkuras habis wajahnya pun penuh nelangsa ia merebahkan dirinya menatap langit-langit kamar.

Tak ada upaya apapun untuk menenangkan hatinya, beberapa bulan ini kesabarannya benar-benar di uji oleh bocah bernama Ben.

Dirra menggeram kesal lalu kembali beranjak ia keluar kamar dan menuju kamar ibunya. Ia berharap sang ibu bisa menyejukkan otaknya.

Tok tok...

"Bu,, bubu,, ini Dirra bu." Ucapnya dengan nada memelas. Tanpa di beritahu orang di dalam kamar pun tahu siapa lagi orang yang berani mengganggu penghuni kamar malam-malam begini.

"Bu,, buka bu,, Dirra kedinginan bu." Ucapnya lagi namun seakan orang di dalam tak mendengar rintihannya Dirra pun mengetuk pintu dengan tak berirama.

Sedangkan di dalam Dirga mendengus kesal lalu kembali memeluk istrinya.

"Yah, buka dulu pintunya." Aisyah memukul lengan Dirga agar pria itu beranjak dari tidurnya.

"Biarin saja sayang, dia hanya ingin mengganggu malam kita." Ucapnya dengan mata terpejam.

"Yah kasihan putriku."

"Ibu gak kasihan sama ayah hmm,,,?" Tanyanya.

"Mas,,,"

"Oke-oke aku ngalah." Ucap Dirga dengan kesal lalu beranjak untuk membuka pintu dan lihatlah putrinya memandangnya dengan mata tajam seakan ingin bertarung dengannya.

"Gembel dari mana nih yang berani bertamu di malam hari." Ucap Dirga dengan sarkas.

Dirra hanya mendengus tak menanggapi kicauan ayahnya.

"Kalau kamarmu kurang nyaman kamu bisa pindah ke kamar lain sayang." Ucap Dirga masih tidak memberikan Dirra jalan masuk.

"Ya ini aku mau pindah ke sini." Ucapnya sinis.

"Disini sudah penuh gak terima orang lagi."

"Yayah benar-benar deh bikin aku kesal." Ucapnya lalu mendorong tubuh Dirga yang menghalangi jalannya dengan sekuat tenaga.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 23, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dear DirraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang