Matahari menyambutku dengan keceriaan tapi tidak lah merubah suasana hatiku yang sedang bermuram durja, jangan tanyakan aku kenapa karena aku benci dengan perasaan yang tak sepantasnya aku agungkan.
"Huftt,,," Untuk kesekian kalinya helaan berat Dirra membuat orang di sebelahnya menatap heran.
"Kenapa?"
"Tak apa!"
"Dinda, dari pagi kamu terlihat murung kalau ada masalah cerita sama kakanda."
Dirra menjitak kepala Ben dengan sangat keras sampai Ben mengaduh sakit.
"Kok aku di jitak,,"
"Berisik,, pergi sana gue pengen sendiri." Ucap Dirra dengan ketus.
Ben pun beranjak dari tempat duduknya sebelum pergi Ben mengusap kepala Dirra dengan lembut.
"Aku akan ke kelas, kamu jangan melamun belajar yang benar." Setelah mengatakan itu Ben pergi tanpa menengok Dirra yang sedang menatapnya sendu.
Ben seperti kakak bagi Dirra dan Ben mengakui sebagai kakak Dirra pada teman-temannya. Jadi tak aneh jika Ben selalu menempel pada Dirra.
Kejadian kemarin mengusik otak pintar Dirra. Ada rasa sesak setelah tahu jika Davi menyukai ibunya tapi rasa penasaran akan kisah masa lalu ibunya membuat Dirra ingin sekali menanyakan tapi ia tak mau melukai hati sang ibu.
Tak terasa waktu yang di tunggu Dirra pun akhirnya tiba, Dirra tak sabar ingin bergalau ria di bawah selimut seraya mendengarkan lagu rock yang ia suka.
"Aku tak bisa mengantarmu tak apa kan? Aku akan menelpon ayah untuk sekalian menjemputmu." Ben akan mengeluarkan handphone tapi suara Dirra menghentikannya.
"Gak usah, gue naik bus saja."
"Tidak, aku khawatir kalau kamu naik bus terlalu berbahaya." Ben hendak menelpon Dirga tapi lagi-lagi suara Dirra menghentikannya.
"Lo tuh siapa sih Ben, jangan terlalu mengekang gue, gue bukan anak kecil." Setelah mengatakan itu Dirra meninggalkan kelas. Ia tak acuh dengan Ben yang mungkin saja sedang menahan amarah.
Dirra telah sampai di halte yang sudah sepi.
"Hai Ra,," Sapa seseorang.
Dirra menengok ke asal suara dan kembali menundukan kepalanya tanpa ingin membalas sapaan cowok yang menjadi idola di sekolah tapi tidak termasuk Dirra, Dirra tak ingin melakukan hal konyol seperti teman sekelasnya yang bagi Dirra sangat memalukan.
"Sedang nunggu bus yah, kemana Ben biasanya lo pulang bareng dia?!" Tanyanya. Namun lagi-lagi Dirra mengabaikannya.
Alex mendengus kesal, hanya Dirra yang berani mengabaikan dirinya sementara cewek-cewek lain rela mengejarnya maupun menggodanya.
"Mau gue antar?" Tanyanya dengan harap.
"Tidak usah, lebih baik lo pergi deh gue gak mau mereka salah paham." Dirra menengok ke arah sekerumpulan cewek yang sedang menatapnya dengan sinis. Alex pun ikut menengok ke arah cewek-cewek itu dan benar saja mereka sedang berbisik-bisik tak suka.
"Baiklah gue pergi, hati-hati." Alex pergi dengan rasa kecewa mengendarai motornya, mungkin bagi mereka yang melihatnya terlihat keren tapi tidak untuk Dirra. Dirra tak tertarik sedikitpun di hati Dirra hanya ada Davi seorang.
Setelah kepergian Alex dan sekerumpulan cewek itu pun ikut pergi tinggallah Dirra sendiri.
Dirra melihat jam tangannya ternyata cukup lama ia duduk di halte dan belum ada bus satu pun yang lewat. Dirra mendengus kesal, ia juga tak mungkin menelpon ayahnya hanya untuk menjemput dirinya walaupun sudah di pastikan ayahnya akan senang hati menjemputnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Dirra
Teen FictionSequel Kesabaran Seorang Istri Gadis remaja yang tak tahu tentang artinya cinta, yang ia tahu jika cinta adalah suka dengan seseorang. "Aku cinta sama om, om harus tahu itu!" Ucapnya dengan lantang gadis itu tak peduli dengan tatapan orang yang ad...