Part 22

910 89 52
                                    


Dirga menghampiri Ben yang sedang bercanda gurau dengan Davin lalu ia duduk di samping Ben seraya meletakkan kotak p3k di atas meja.

Ben yang tahu Dirga di sebelahnya langsung menegakkan tubuhnya lalu menatap ayah dari gadisnya itu.

"Kenapa kamu tidak melawan?" Tanya Dirga membuat Ben terdiam ia bingung harus menjawab apa. Bisa saja ia melawan Dirra namun ia tak bisa melukai gadisnya.

Tangan Dirga mulai mengobati luka di wajah Ben serta tangan yang terdapat lebam.

"Apa kamu takut ayah memarahimu hmm,,?" Tanyanya lagi kali ini Ben hanya mengangguk mengiyakan.

"Lain kali jangan diam saja mengerti."  Lagi-lagi Ben hanya mengangguk. Lagian ia mana berani sih melawan singa betina.

Setelah selesai mengobati luka Ben yang di iringi petuah cara menjinakkan singa betina yang hanya di angguki Ben tanpa berkomentar, Dirga kembali ke kamar dan melihat pemandangan yang entahlah antara rasa cemburu serta bahagia itu bersamaan menyapa hatinya.

"Eheemm,," Suara Dirga di ambang pintu membuat tiga orang beda usia itu menatapnya dengan tatapan horror seakan melihat hantu di diri Dirga.

"Boleh gabung?" Tanya Dirga dengan lembut namun tidak dengan matanya yang menatap tajam ke arah istrinya.

Tanpa persetujuan Dirga menghampiri istrinya lalu melingkarkan tangannya posesif seakan Aisyah hanya miliknya.

Dirra hanya mendengus jengah lalu menatap ke arah adiknya yang memasang wajah murung.

*

Dalam pèjalanan pulang Ben diam seribu bahasa tak seperti biasanya membuat Dirra berkali-kali melirik ke arah bocah lelaki itu lalu menghembuskan napas kasarnya. Diamnya Ben membuat hatinya di landa rasa bersalah.

"Ben, bisa berhenti di minimarket depan, gue mau beli minum?".

Tanpa kata Ben menghentikan laju mobilnya di depan minimarket. Dirra langsung turun dan beberapa menit kemudian Dirra masuk ke dalam mobil dengan membawa sekantong kresek bersisi makanan serta minuman.

Ben menatap Dirra serta kresek bergantian namun masih dengan mode diamnya.

Dirra mengajak Ben ke taman dekat dengan rumahnya lalu mereka duduk berjauhan.

"Nih,,, sebagai permintaan maaf sudah membuat Lo bonyok." Dirra mengulurkan es cream ke arah Ben.

"Cuma ini?" Tanya Ben yang di angguki Dirra dengan semangat.

Ben menatap Dirra dengan pandangan tak seperti biasa lalu mendengus sinis.

"Kenapa? Gak suka?" Tanya Dirra seraya mendorong kresek ke arah Ben.

"Ini boleh buat Lo semua kok." Ucapnya yang hanya mendapat decakan dari Ben.

Dirra serba salah melihat sikap Ben yang berubah baru kali ini Ben acuh tak acuh padanya dan ia tak suka.

"Lo gak mau maafin gue hah?" Tanya Dirra.

Ben menatap gadisnya dengan ekspresi datar namun matanya menyiratkan lain yang tak pernah ia tunjukan pada Dirra meski Ben di sekolah terkenal sebagai cowok dingin tak tersentuh.

"Sudah malam lebih baik kita pulang, ayah pasti sudah sampai rumah." Lalu berjalan meninggalkan Dirra yang masih termenung di kursi taman.

"Apa perbuatannya kali ini tak termaafkan? Apa Ben benar-benar marah? Oh tak bisa di biarkan." Tanya dalam hati lalu beranjak pergi mengikuti Ben.

Keesokan harinya di sekolah Ben benar-benar menghindari Dirra bahkan lelaki itu sudah berani mengabaikan panggilannya.

Otak gadis itu sepenuhnya di isi dengan Ben, Dirra mencari cara agar bocah lelaki itu berhenti mengacuhkannya.

Dear DirraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang