Part 16

1K 82 53
                                    

Ketika hati mulai berbicara otak kemana perginya pantas jika ia di sebut keledai. Bayangkan saja Ben berlari kencang setelah melihat unggahan foto Dirra dengan muka lebamnya dan bodohnya ia sampai melupakan mobilnya yang masih di parkiran sekolah.

Butuh 30menit Ben sampai di depan gerbang rumah megah Dirga. Ben menarik napasnya dalam-dalam menunggu bodyguard pemilik rumah membukanya.

Di belakang Ben terdengar suara cekikikan siapa lagi jika bukan si kembar yang mengikuti Ben dengan mobilnya namun mereka sengaja menjaga jarak.

Ben menoleh lalu menatap kesal pada si kembar namun ia tak bisa marah, di dalam otaknya hanya adindanya yang kini sedang tak baik-baik saja.

"Butuh tumpangan bang?" Tawar Davian dengan nada ejek membuat Ben menggeram.

"Dasar adik laknat." Ucapnya seraya berlari setelah gerbang terbuka lebar.

Davian tertawa keras sedangkan Davin hanya tersenyum melihat Ben kesal.

*
Di dalam kamar Dirra sedang mengangguk-anggukkan kepalanya seraya menatap jendela entah apa yang bocah itu pikirkan hanya dia dan Tuhan yang tahu sedangkan Ben hanya memperhatikan Dirra dari pintu yang tak tertutup rapat sebelum ia menghampiri Dirra.

"Dindaaaa,,,, kakandaaaa datang membawa sekarung rindu untukmu." Teriak Ben sontak membuat Dirra berjingkat kaget dengan suara toa Ben, dengan geram Dirra menghampiri Ben tanpa basa basi kaki Dirra mendarat dengan mulus di perut Ben. Ben pun terjatuh dengan wajah nelangsa karena tendangan Dirra tidak main-main.

"Rasa'in itu akibatnya nyelonong masuk ke kamar pendekar." Dirra tersenyum mengejek seraya bertolak pinggang jangan lupakan wajah angkuhnya.

"Sakit Dinda,," Keluhnya.

"Pergi sana kedatangan Lo bikin kehaluan gue hancur." Sungutnya.

Sedangkan Ben terkekeh geli rasa sakit di perutnya perlahan menghilang menatap wajah Dirra yang nampak kesal.

"Lah kok aku di usir, kan aku kesini buat lihat keadaan mu, itu bisa-bisanya muka kamu babak belur gitu emang sapi mana yang kamu ajak tarung." Cerocos Ben.

Dirra mendengus lalu duduk di sofa mengabaikan Ben yang masih terduduk di lantai.

"Dinda kok gak jawab sih. Itu kamu kenapa hmm,,, siapa yang pukulin kamu? Apa kamu ketahuan nyopet atau maling di mall,,?" Tanyanya.

Dirra menatap tajam Ben namun ia terlalu malas untuk meladeni bocah tengik yang masih menatapnya dengan rasa penasaran.

"Dirra, aku kan tanya itu kenapa atau jangan-jangan kamu di pukulin ayah?" Tanyanya lagi kali ini nada Ben terlihat sangat kesal.

Dirra berdiri lalu melangkahkan kakinya membuat Ben bersiap untuk menangkis serangan Dirra namun dugaan Ben salah, Dirra hanya melewatinya tanpa kata tapi sedetik kemudian....

"Yaayaaaaah kata Ben yayah yang mukulin aku apa bener yah,,,," Teriak Dirra di depan pintu kamar orang tuanya membuat Ben berlari lalu membekap mulut Dirra seraya menarik menjauhi kamar Dirga.

"Astagaaa anak ini." Ucap Ben dengan kesal setelah membawa Dirra ke balkon.

Dirra melepas cekalan di tangannya dengan kuat lalu tersenyum sinis ke arah Ben.

Ben lagi-lagi menghembuskan napas kasarnya lalu kembali menatap Dirra dengan lembut.

"Mau tanya apa lagi hah,, lebih baik kita duel deh lebih menantang dari pada di tanya-tanya emang gue mau lamar kerja."

Ben menggeleng pasrah, ia menyerah untuk bertanya dari pada makan hati lebih baik dia diam bukannya diam itu emas siapa tahu karena diam saja dia bisa kaya.

Dear DirraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang