Part 7

1.8K 170 26
                                    

Suara dentuman dan ribut mengembalikan fokus Dirra. Dirra menyeringai matanya menatap tajam ke arah Ryan lalu melemparkan tali yang mengikatnya tadi ke wajah Ryan.

Ryan tersenyum ternyata dugaannya salah, gadis kecil ini sangat berani dan cerdas Ryan tak bisa anggap enteng gadis di hadapnnya ini.

"Saya tidak peduli dengan cerita anda benar atau tidak itu hanyalah masa lalu." Tanpa aba-aba Dirra menyerang Ryan tapi dengan mudahnya Ryan menangkis pukulan demi pukulan yang Dirra layangkan.

Brakkk...

Suara pintu terbuka lebar dan ternyata Ben dengan napas memburu berdiri di ambang pintu.

Melihat kelengahan Dirra, Ryan dengan gerakan cepat menarik Dirra dan menodongkan pistol ke arah kepalanya.

Ben yang melihat sontak terkejut dan segera melangkah menghampiri Dirra.

"Jika kau mendekat selangkah lagi saya tak segan-segan menembaknya." Ancam Ryan yang tak di hiraukan Ben, Ben terus melangkah sampai suara pistol terdengar nyaring.
Ben terduduk memegang dadanya merasakan timah panas itu.

"Tidak, kenapa anda menembaknya bajingan." Dirra berhasil terlepas dan memukul Ryan bertubi-tubi sampai terkapar di lantai lalu Dirra menghampiri Ben yang sudah bersimbah darah.

Ryan dengan tertatih keluar dari ruangan itu mengabaikan mereka dan melajukan mobilnya dengan begitu cepat.

Dirra menelpon ayahnya dan menelpon ambulans dengan tangan bergetar.

"Bertahanlah."

Ben menarik tangan Dirra lalu di letakan ke dadanya yang tertembak.

"Will you marry me?" Ucapnya, Ben terlihat tenang tak ada ringisan kesakitan di wajahnya.

Dirra tak mengerti dengan otak pintar Ben, di saat situasi genting begini dia masih sempat-sempatnya mengatakan bualan seperti itu.

"Berhenti becanda Ben."

Ben menggeleng dengan senyuman di bibir pucatnya.

"I'm seriously, will you marry me? I want you say yes because it's not choice." Ben memandang wajah kalut Dirra.

"Ben gue gak bisa."

Ben lagi-lagi menggeleng menekan telapak tangan Dirra di dadanya semakin kuat membuat tangan Dirra berlumuran darah.

"Kalau begitu biarkan aku mati disini. Aaawhss,,,,,"

"Lo mengancam gue?" Tanya Dirra dengan geram. Dan Ben menjawab dengan anggukan seraya tersenyum menyebalkan.

"Ya sudah kalau mati pilihan lo, ya mati saja." Dirra melepaskan tangan Ben dengan kasar lalu berdiri hendak melangkah tapi suara erangan Ben membuat Dirra kembali melirik ke arah Ben seketika kaki Dirra melemah dan terduduk di sebelah Ben.

"Bodoh, kenapa lo lakuin ini." Teriak Dirra seraya menangis keras karena Ben menusukan belati kecil di perutnya. Entahlah dapat dari mana belati itu ia merasa otaknya di buat lumpuh oleh seorang Ben.

"Oke-oke gue mau menikah sama lo setelah lulus sekolah. Puass!!" Teriaknya lagi, air mata Dirra sudah tak terbendung ia menumpahkan tangisannya.

Ben tersenyum kemenangan memandang wajah kesal Dirra dan perlahan-lahan kesadarannya menghilang.

Suara sirine ambulans pun mulai terdengar berbarengan dengan kedatangan Dirga.

"Sayang kamu gak papa kan?" Dirra hanya menggeleng masih dengan isakan lalu memeluk sang ayah kembali menumpahkan tangisannya.

Dear DirraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang