15. Calon makmum

2.1K 338 28
                                    


*****

“Jenis pasar yang dikenal dimasyarakat pada dasarnya dibedakan menjadi dua, yaitu pasar abstrak dan pasar konkret.”

“Pasar abstrak terdiri atas pasar uang, pasar valuta asing, pasar modal, pasar barang berjangka, dan pasar tenaga kerja.”

Jemari Sesil mengetuk-ngetuk meja mencoba berkonsentrasi dengan pelajaran ekonomi yang dijelaskan guru, namun dia gagal. Gadis itu menghela napas panjang lalu bersandar pada sandaran kursi.

Bukan karena sang guru mengajar dengan metode cukup membosankan, bukan. Ini lebih ke arah teman-temannya yang tak berhenti menginterogasinya pasal berita yang beredar sejak pagi.

“Kok bisa sih Sil, lo tunangan sama Kak Chiko?” tanya teman Sesil yang duduk di belakangnya, berbisik.

“Hanya gara-gara gak sengaja kena timpuk bola, eh gak lama setelahnya jadi tunangan,” ucap temannya yang lain.

Bahu Sesil dicolek oleh Dinda, teman sebangkunya, “Enggak pikir-pikir dulu nih buat bilang ‘setuju’ tunangan sama dia? Kak Chiko itu urakan loh, emang bisa jagain.”

Sesil menggosok-gosok telinganya, “Tanyanya nanti aja dong, masih ada guru juga. Tadi kan juga udah pada tanya sebelum bel masuk bunyi.”

Mereka melengos tidak suka. Bagaimana mereka bisa berhenti penasaran kalau Sesil tidak ditanya tidak akan bicara. Dia memang sosok gadis yang berbeda, tidak suka pamer sana-sini jika mendapatkan keberuntungan.

Bahkan berita yang tersebar berasal dari Chiko. Cowok itu sangat semangat memperkenalkan Sesil sebagai tunangannya pada semua orang. Tidak ada rahasiaan seperti di film ataupun novel pada umumnya. Terlalu tertutup, nanti Sesil bisa di embat cowok lain.

Gadis itu menunduk ke bawah menatap buku paketnya. Dia memejamkan mata sejenak, fokusnya bukan ke buku tapi malah ke cincin mas yang tersemat di jari manisnya. Gadis itu menggigit bibir bawahnya sebisa mungkin menahan senyum.

Tidak tahu kenapa kejadian tadi malam terus saja terngiang-ngiang di kepalanya. Melihat seantusias itu Chiko menerima pertunangan membuat Sesil merasa seperti berlian yang sangat diminati. Apa pun akan dilakukan untuk mendapatkannya.

“Ada yang mau ditanyakan?” tukas Bu Widya.

Semua siswa terdiam. Mereka membuka-buka buku mencari materi yang sekiranya belum paham. Bu Widya sangat suka dengan siswa-siswa yang mau bertanya, beliau tidak segan-segan memberikan nilai plus bagi mereka yang berani bertanya.

Tok... Tok... Tok...

Semuanya menoleh. Sebuah ketukan tapi bukan berasal dari pintu, melainkan dari jendela sebelah Sesil yang tertutup.

Gadis itu membulatkan mata melihat siapa orang dibalik jendela tersebut, dia adalah Chiko yang didampingi oleh seorang guru yang menjewer telinganya.

Buru-buru Sesil membuka jendela, membuat suara gaduh langsung terdengar sampai dalam kelas.

“Bolos lagi, bolos lagi. Kamu gak ada kapok-kapoknya ya dihukum!”

“Aduh, Pak! Sakit.” Chiko meringis meratapi kondisi telinganya.

“Pakai acara gaya datang ke sekolah tepat waktu, tapi ujung-ujungnya bolos juga,” kata Pak Guru dengan kumis tebal tersebut.

“Saya keluar sebentar Pak. Ini juga balik lagi.”

“Ngapain keluar? Apa masih kurang komplit jajanan di kantin? Koperasi juga menyediakan banyak barang untuk keperluan sekolah.”

“Kagak ada topi Pak, saya butuhnya topi,” kata Chiko jujur.

My ChikoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang