25. Teraniaya

1.4K 256 20
                                    


*****

Sebuah tangan mengetuk-ngetuk lantai pelan. Matanya menatap serius papan catur di depannya. Ini adalah permainan menguras otak. Padahal dia sendiri jarang memikirkan pelajaran, kini malah dia disuruh memikirkan permainan.

Manik matanya bergerak melihat orang di depannya yang tengah melipat kedua tangannya sombong. Bisa-bisanya dia kalah melawan cowok itu, tidak bisa dibiarkan.

Akhirnya Revan mengangkat kudanya dan menaruh di satu tempat yang dia inginkan.

“Makan!” Bagas memakan kuda Revan dengan bentengnya.

Revan mengacak rambutnya frustrasi, dia kembali kecolongan. Sekarang anggota caturnya cuman ada empat. Raja, Menteri, dan dua bidak (poin). Sedangkan milik Bagas hampir keseluruhan masih utuh, dia hanya kehilangan satu benteng dan tiga bidak (poin) saja.

“Misi-misi, orang ganteng mau lewat.” Chiko datang membawa sekantong plastik penuh snack yang bahkan hampir membuatnya tidak bisa melihat jalan.

Sebenarnya snack dalam kantong plastik itu jumlahnya tidak seberapa. Hanya saja ada beberapa snack yang ukuran kemasannya besar padahal isinya bisa dihitung dengan jari.

Kadang dunia bisnis memang se-bercanda itu.

“Buset!”

Tanpa sengaja kaki Chiko menendang papan catur yang tengah dimainkan Revan dan Bagas.

Cowok itu terjungkal ke depan membuat snack-snack yang susah payah dibelinya berceceran di mana-mana.

“Babi!” umpat Bagas.

“Yes!” Teriak Revan senang. Akhirnya permainan selesai sebelum dirinya kalah. Dia harus berterima kasih pada Chiko.

Alex yang tadinya cuman rebahan di atas sofa sambil menonton TV pun menoleh. Dia melihat temannya yang tersungkur dengan gaya tengkurap dalam diam, sebelum akhirnya beranjak menghampiri cowok itu dan berjongkok di hadapannya.

“Lo ngapain?” tanya Alex.

“Kagak ngapa-ngapain. Gue cuman lagi berkhayal berjemur di pantai.” Chiko menopang kepalanya dengan tangan, bersikap santai seolah tidak terjadi apa pun.

“Oh,” jawab Alex singkat lalu melenggang pergi dengan membawa satu snack.

Chiko melihat kepergian satu temannya itu dengan tatapan tidak percaya. Orang jatuh bukannya di tolongi malah ditanya ‘lagi ngapain?’, teman laknat!

“Gue udah hampir menang tadi.” Bagas melempari Chiko dengan buah catur.

Cowok itu meringis kala buah catur mendarat sempurna di kepalanya, “Nyerocos mulu lo, Gas. Nih gratisan.” Chiko melempar satu snack yang langsung ditangkap Bagas dengan sigap.

“Tiga. Ngasih gratisan satu doang,” kata Bagas.

“Nih ambil semua. Nih! Nih! Nih!” Chiko melempar semua snacknya ke arah Bagas gemas.

Revan terkekeh melihat perkelahian kecil sahabatnya. Sudah menjadi rahasia umum seorang Bagas adalah cowok gila gratisan. Padahal dia termasuk orang berada, tapi tetap saja tingkah lakunya seperti orang yang tidak punya apa-apa.

“Tito mana?” tanya Alex saat mendapati anggotanya masih kurang satu orang.

“Lagi nganterin Sesil sekolah,” jawab Chiko mengubah posisi menjadi terlentang di atas lantai.

“Lah? Otak lo jatuh di mana ngab? Calon bini di tikung temen sendiri kok nyantai-nyantai aja,” tukas Bagas.

Chiko mendengus kesal. Mana ada dia ikhlas membiarkan Sesil pergi ke sekolah diantar Tito.

My ChikoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang