*****
Anya berbalik badan menatap seorang gadis yang sedang mencuci sayuran. Di tangannya sudah ada sebuah pisau untuk memotong sayuran tersebut. Tinggal menunggu selesai dicuci lalu tugas berikutnya ada di tangannya.
“Sil mau tanya. Maaf ya, maaf banget kalau bakal buat lo tersinggung,” kata Anya.
“Apaan Nya?” jawab Sesil santai sambil mencuci sayur kubis.
“Lo sama Kak Chiko itu terpaksa gak sih? Sebenarnya gue udah tau jawabannya kalau lo terpaksa,” kata Anya duduk di meja makan dengan santai.
“Papa sama Mama kasih lo dua pilihan waktu itu. Tinggal di rumah atau di Apartemen tapi harus mau dijodohin sama Kak Chiko.”
“Dan lo pilih opsi kedua.”
Sesil mematikan keran air, “Terus?”
“Tapi makin ke sini gue ngerasa kalian kayak ngejalanin hubungan tanpa pura-pura gitu. Lo juga tampak kayak gak terpaksa.”
Sesil tertawa kecil. Dia berjalan menghampiri Anya lalu menyerahkan kubis padanya untuk dipotong.
“Dulu saat gue ambil keputusan itu gue udah janji sama diri gue sendiri, bakal belajar cinta sama Kak Chiko.”
Gadis itu menatap langit-langit dapurnya, “Gue juga udah bilang kok sama Kak Chiko soal hal itu, dan dia ngertiin gue,” Sesil mengangkat kedua bahunya.
Anya berhenti memotong, “Dan sekarang?”
Sesil tersenyum salah tingkah. Dia benci mengakuinya tapi kenyataannya hati ini masih saja memihak pada Chiko, cowok petakilan yang memiliki seribu cara membuatnya nyaman. Si cowok pengganggu tapi entah kenapa dia sangat suka diganggu olehnya.
“Cie... ada yang pipinya merah padahal enggak pakek blush on nih,” goda Anya.
Sesil mendorong bahu Anya pelan, “Apaan sih, Anya.”
Anya tertawa. Dia menoleh ke samping mencari keberadaan Bella. Gadis berkacamata besar itu rupanya sedang berdiri mengamati foto berukuran besar di depannya.
“Bella! Sini. Gak capek apa berdiri mulu di situ. Kayak orang kesurupan aja lo gak gerak dari tadi,” ucap Anya.
Bella menoleh. Dia mengeratkan pegangannya pada tas yang masih bertengger di punggungnya lalu berjalan menghampiri kedua temannya.
Dia sudah berada di Apartemen Sesil sejak dari tadi, tapi dia belum melakukan apa pun selain berdiri di depan foto besar yang langsung menyita perhatiannya.
“Lo lihatin apa sih?” tanya Anya saat Bella sudah ada di depannya.
“Itu lihat foto.” Bella menunjuk foto tersebut.
“Setiap ke sini lihatin foto itu mulu. Enggak bosen?” tanya Sesil.
Bella duduk di samping Anya lalu menggeleng, “Masih kagum aja sama fotonya. Sesil sama persis kayak Mamanya.”
Sesil menghela napas dan tersenyum. Pandangannya tertuju pada foto besar yang menempel di dinding. Itu hanya sebuah foto tapi setiap dia melihatnya hatinya langsung terasa tenang.
Foto dirinya dan seorang wanita paruh baya. Beliau adalah Mama Sesil yang tengah duduk di atas kursi sedangkan gadis itu duduk pada pegangan kursi.
Sesil masih ingat betul akan foto tersebut. Waktu itu dirinya masih berusia sepuluh tahun. Foto itu diambil seminggu sebelum Mamanya jatuh sakit hingga akhirnya meninggal.
“Alah... Bilang aja gak mau bantuin masak, cuman terima bersihnya doang,” kata Anya.
Bella menggeleng mengelak, “Enggak kok.”
KAMU SEDANG MEMBACA
My Chiko
Mystery / ThrillerNaksir cewek ✓ Langsung tunangan ✓ Cinta tak bertepuk sebelah tangan ✓ Sesimpel itu kisah cinta seorang Chiko Dava Pratama. Mendapatkan Sesil adalah sebuah kebanggaan yang patut dia sombongkan. Gadis itu bagaikan bidadari. Cantik wajah, cantik hati...