Kelas terasa sangat ramai kala jam pelajaran terpaksa dikosongkan karena guru tengah mengadakan rapat. Melupakan perintah guru yang mengatakan agar seluruh siswa belajar sendiri, mereka justru menggunakan kesempatan itu untuk mengistirahatkan otak.
"Anak-anak gak boleh nakal ya. Di sini ada Pak Chiko, tolong dihargai," kata Chiko yang duduk di bangku milik guru.
"Chik. Pamali duduk di kursi guru," ujar teman cewek Chiko.
Chiko mengusap perban yang membalut kepalanya pelan, "Halah. Takhayul lo percaya."
"Ck! Dibilangin gak percaya. Kualat baru tahu rasa lo."
"Iya Mbah, iya." Chiko menyatukan tangannya lalu menunduk, "Lagian menduduki kursi guru bisa buat kita ketularan pintar."
"Gak sekalian bakar buku pelajaran terus di minum biar otak lo kayak profesor," kata Bagas lewat di depan Chiko setelah membeli ciki di kantin.
"Eh... Bagas! Main nyelonong aja. Salim dulu sama Pak Guru." Chiko menyerahkan tangannya pada Bagas.
Cowok itu menurut. Dia berbalik menghampiri Chiko lalu bersalaman dengan meletakkan punggung tangan Chiko di dahinya. Banyak siswa terbahak melihat kelakuan dua cowok sedeng itu, tak dapat dipungkiri disaat orang-orang membanggakan teman karena sebuah bakat, kelas XII IPS 2 justru bangga memiliki teman gila macam Chiko yang selalu menghibur mereka dengan kelakuan recehnya.
"Anak pinter. Minta cikinya nanti Pak Guru salurin ilmu ke otak kamu melalui telepati."
Bagas menatap Chiko tajam, "Beli sendiri!" katanya menyingkirkan cikinya agar Chiko tak bisa meraihnya.
"Satu doang," ucap Chiko.
Bagas menatap isi dari ciki miliknya. Dia beli kripik kentang, dan sekarang isinya masih banyak mengingat dia membeli dengan ukuran cukup besar. Sepertinya memberikan Chiko selembar kripik tak akan membuatnya rugi.
"Nih." Bagas mengambil selembar kripik lalu memberikannya pada Chiko.
"Astaga... beneran di kasih satu dong." Chiko menerima kripik tersebut lalu memakannya.
"Udah kan? Salurin ilmunya," kata Bagas.
Chiko memejamkan mata, komat-kamit seakan mengucapkan jampi-jampi pengusir roh jahat lalu menggerakkan tangannya, "Set! Set! Set!"
"Argh...!" Bagas mengerang saat tangan Chiko menyentuh punggungnya.
"Kak Chiko ngapain?"
Mata Chiko dan Bagas yang semula terpejam seketika terbuka, mematung mendengar suara familier yang masuk ke gendang telinganya. Mereka menoleh dan mendapati Sesil yang menatap mereka heran.
Chiko berdeham, menurunkan tangannya lalu merenggangkan tubuh, sedangkan Bagas langsung ngacir menghampiri Alex, Revan, dan Tito yang tengah nongkrong di bangku paling belakang.
"Eh... Calon makmum. Tadi aku lagi latihan drama buat ujian praktek bahasa Indonesia."
Sesil terdiam masih bingung. Rasanya aneh saja guru mau mengadakan ujian praktek saat sekarang masih memasuki semester satu. Tapi akhirnya dia mengangkat kedua bahunya tidak peduli, mengenyahkan kecurigaannya pada Chiko.
"Minum obat dulu, Kak. Udah waktunya." Sesil menatap jam yang melingkar indah di tangannya, mengangkat kedua tangannya yang berisi roti, sebotol air mineral, dan obat di hadapan Chiko.
"Duh, perhatiannya. Bikin Abang Chiko meleleh." Chiko menaik turunkan alisnya menatap Sesil. Pandangannya berpindah saat melihat si cupu Joni ikut menatap mereka, "ngapa lo Jon lihat-lihat? Iri kan lo dari lahir gak pernah punya cewek?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Chiko
Mystery / ThrillerNaksir cewek ✓ Langsung tunangan ✓ Cinta tak bertepuk sebelah tangan ✓ Sesimpel itu kisah cinta seorang Chiko Dava Pratama. Mendapatkan Sesil adalah sebuah kebanggaan yang patut dia sombongkan. Gadis itu bagaikan bidadari. Cantik wajah, cantik hati...