5. Berkunjung

3.7K 517 33
                                        

Alunan musik memenuhi sebuah ruangan bernuansa warna-warni. Suasana cukup tenang, tidak begitu ada banyak pengunjung yang mampir. Sesil membuka lembar demi lembar buku menu di depannya, mencari makanan apa yang akan dirinya pilih untuk memanjakan perutnya nanti.

"Kak Chiko ada alergi sesuatu?" tanya Sesil masih memandang buku menu.

Tidak ada jawaban. Gadis itu mendongak memastikan kalau Chiko masih ada di depannya. Dia menghela napas seraya menggeleng, Chiko tengah melamun dengan mata tertuju pada dirinya. Jangan lupakan senyuman manis yang menjadi kekaguman tersendiri bagi banyak kaum hawa tercetak di sana.

Sesil menepis tangan Chiko yang digunakan untuk menopang kepala, membuat cowok itu tersadar seketika.

"Malah melamun," kata Sesil.

Chiko menampilkan cengirannya, "Gimana-gimana?"

Gadis itu menggeser buku menu sampai di hadapan Chiko, "Kak Chiko ada alergi sesuatu?"

Tangan Chiko bersedekap menindih buku menu tersebut tanpa berniat membukanya, "Ada."

"Apa?" tanya Sesil penasaran.

"Alergi sama cowok-cowok yang deketin lo. Rasanya ingin gue basmi."

Sesil mengembangkan senyumannya. Dia memperbaiki posisi duduk menjadi lebih maju, "Gak mau tanya balik, gue alergi apa gitu?"

"Emang lo ada alergi?" Alis cowok itu terangkat sebelah.

Sesil mengangguk, "Gue alergi sama cowok yang suka gombal," tukasnya. "Boleh minta tolong basmikan Kak Chiko?"

Chiko menggebrak meja, "Bah! Sama aja gue bunuh diri dong."

Sesil tertawa atas kekalahan Chiko. Dia mengangkat tangan memanggil pelayan lalu mengatakan makanan apa yang dia pesan. Setelah selesai pelayan berjenis kelamin perempuan itu beralih menunggu Chiko yang kini malah diam saja tanpa peduli sedang ditunggu atau tidak.

"Mau pesan yang mana Kak?" tanya pelayan tersebut pada akhirnya.

"Mau pesan hatinya dia Mbak. Kira-kira stoknya masih ada gak ya?" tanya Chiko menunjuk Sesil dengan dagunya.

"Kak..." Sesil merengek tidak suka. Dia jadi malu sendiri dilihat Mbak pelayan, belum lagi Mbaknya kini sedang mengulum senyum atas gombalan Chiko.

Cowok itu tersenyum menatap Sesil, "Cantik."

"Apaan?" Nada bicara Sesil berubah menjadi kesal.

"Lo cantik, kayak minta disayang gitu."

Sesil menutup wajahnya dengan tangan untuk menyembunyikan semburat merah di pipinya karena menahan malu. Otak Chiko entah ditaruh di mana. Dia sama sekali tidak punya malu mengatakan hal gamblang bahkan di hadapan Mbak pelayan sekali pun.

"Duh. Kok ditutupin sih? Gue jadi gak bisa liat anugerah Tuhan di depan gue dong."

Gadis itu keluar dari tempat persembunyiannya. Dia menabok pipi Chiko tidak begitu keras, "Pesanannya samain kayak saya aja Mbak," kata Sesil pada pelayan tersebut.

Dia tidak mau berlama-lama menjadi pusat perhatian pelayan tersebut. Tidak enak juga ngacangin orang lain yang ada di hadapannya sedangkan dia malah seru-seruan ngobrol dengan Chiko.

Perempuan itu mengangguk mengerti. Dia melenggang pergi setelah mengatakan dengan sopan agar dua pelanggannya menunggu sebentar.

Sesil menghela napas, setidaknya rasa malunya sedikit berkurang karena pelayan itu sudah pergi. Ternyata begini rasanya berdekatan dengan cowok yang diidamkan banyak siswi di sekolahannya. Sifat recehnya mampu memecah suasana.

My ChikoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang