8. Hero

2.5K 393 19
                                    




“Pinjem buku lagi?” tanya Sesil saat mendapati Bella teman sekelasnya keluar dari perpustakaan membawa setumpuk buku.

Bella membenarkan letak kacamata besarnya, “Mencari ilmu itu penting.”

“Buku yang kemarin lo pinjem emang udah selesai baca?”

Cewek cupu itu menggeleng, membuat Sesil menghela napas panjang tanpa menghilangkan senyumannya.

“Kalau belum selesai di selesai'in dulu, baru pinjem lagi.”

“Bosen Sil. Belajar itu diseling biar gak enek mandang tulisan.”

“Sini gue bantu.” Gadis itu mengambil dua buku berukuran besar dari tangan Bella.

Mereka berdua berjalan berdampingan melewati koridor sekolahan. Waktu masih menunjukkan pukul 06:40 jadi tidak heran kalau sepanjang koridor banyak murid yang masih berlalu lalang.

“Anya mana, Sil?”

Sesil mengangkat kedua bahunya, “Belum berangkat mungkin.”

Bella mengangguk. Kondisi kembali hening. Bella memang tipikal gadis pendiam yang cenderung dijauhi semua orang. Siapa juga yang mau bergaul dengan cewek cupu? Mereka terlalu gengsi untuk sekedar menyebut siswa/siswi cupu sebagai teman.

Namun beda hal-nya Sesil. Sedari awal gadis itu sudah bersikap terbuka, mau berteman dengan siapa saja dan tidak memandang bulu.

Dia sedikit bersyukur karena walaupun gadis di sampingnya itu termasuk cupu tapi tidak ada orang yang berniat membully nya.

Jadi sejauh ini keadaan aman bagi Bella.

“Aduh pagi-pagi udah ketemu dua murid teladan aja.” Anya datang dari belakang lalu merangkul bahu Sesil dan Bella.

“Kenapa gak ikut ke Apartemen sama Tante kemarin?” tanya Sesil menatap Anya.

“Takut lo makan nanti.” Bella cekikikan melihat sepupunya yang menekuk wajahnya kesal. “gak usah marah-marah. Lo kelihatan unyu-unyu dengan ekspresi macam itu. Nanti Kak Chiko tambah suka.”

Bella mengeratkan pelukannya pada buku-buku itu, “Kak Chiko akhirnya suka sama kamu Sil?”

“Enggak! Gak usah dengerin omongan ngelantur Anya. Nyawanya masih di dalam mimpi separuh. Tuh matanya aja masih ada beleknya.”

Bella memegang kacamata besarnya mencoba memperjelas pandangannya menatap mata Anya. Sedangkan Anya langsung saja memegang sudut matanya mencari kotoran yang dibilang Sesil tadi.

Bisa gawat jika dia ketahuan punya belek, satu sekolahan pasti mengatainya tidak mandi nanti.

“Pembodohan!” Anya memutar bola matanya malas saat tidak menemukan apa pun di ujung matanya.

Sesil terkekeh. Dia menatap ke depan dengan tangan memeluk buku perpustakaan yang dipinjam Bella. Sesekali gadis itu menyapa orang-orang yang dikenalnya tanpa memudarkan senyuman.

Sangat meneduhkan. Hanya sekedar sapaan membuat mereka merasa dihargai sebagai seorang teman.

“Ngomong-ngomong makan siangnya gimana kemarin, Sil?” tanya Anya penasaran.

Sesil mengangkat kedua bahunya, “Ya gitu.”

Anya mendengus kesal. Sepertinya Sesil sudah mengantisipasi agar Anya tidak mengetahui banyak hal. Gadis itu tidak mau jika privasinya diadukan lagi ke Tante Maricha.

“Pulangnya gimana?” tanya Anya lagi. Walaupun pertanyaan pertama tidak dijawab dengan benar, tapi dia tetap mendesak Sesil agar berbicara jujur.

My ChikoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang