12. Rumah kosong

4.9K 707 54
                                    




“Apaan?” Chiko mendaratkan pantat di atas sofa empuk miliknya.

“Kumpul di rumah Alex.”

“Yaelah... Baru aja gue daratin pantat.”

“Gampang. Tuh pantat angkat aja lagi. Kayak cewek bahenol aja lo keberatan pantat.”

Chiko memutar bola matanya malas. Revan mana tahu rasanya menjadi anak seorang Bodyguard yang merangkap peran sebagai agen mata-mata dan multi talent lainnya.

Di saat yang lain bisa bermain bebas ketika pulang sekolah dia justru masih memiliki banyak tanggungan yang harus dikerjakan.

Cowok itu saja baru bisa pulang saat jam menunjukkan pukul 19:30. Padahal jam pulang sekolah untuk hari ini adalah pukul 14:00. Itu semua gara-gara Eva (pacar Alex) yang tidak mau diam di rumah, membuat Chiko jadi kewalahan membuntuti gadis itu kemana pun dia pergi.

Davin-Ayahnya memberinya tugas untuk mengawasi anak dari Om Sadewo, atasan Ayahnya, yang tidak lain adalah Eva. Tugas yang cukup menyusahkan memang untuk Chiko. Profesi bodyguard bukanlah ahlinya, dia tidak memiliki bakat tersebut sama sekali, kemampuan sang ayah nyatanya tidak mengalir dalam darahnya.

Tapi tetap saja Davin memaksa. Pria paruh baya itu sangat susah ditentang. Akhirnya Chiko menurut, walaupun kerjaannya jadi kocar-kacir karena dia tidak bersungguh-sungguh mengemban tugas.

Biarkan saja. Biar Ayahnya tahu tuntutan yang tidak sesuai dengan kemampuan anak tak akan pernah berakhir manis.

“Jemput,” perintah cowok itu.

“Kagak sudi! Acara jemput-jemputan buat gue hanya berlaku untuk Indah aja,” tukas Revan.

“Ck! Bucin lo. Lagian rumah kita juga searah. Kalau gue gak dijemput gue ogah kumpul.”

Terdengar decakan dari seberang sana, “Sialan!”

Tut...tut...tut...

Chiko tertawa menang. Dia sedang malas menyetir mobil ataupun motor, lebih enak nebeng saja sambil menikmati pemandangan malam. Hidup Revan tak serumit dirinya jadi kemungkinan besar cowok itu tidak merasakan capek seperti dia.

Beranjak berdiri cowok itu mengambil hoodie hitam miliknya. Setelah memakainya dia melangkah menuju kaca dengan bentuk persegi panjang.

Walaupun Chiko seorang cowok tapi dia tak pernah absen bercermin, selain untuk membanggakan ketampanannya kaca juga berguna untuk melihat penampilannya kalau-kalau ada kejanggalan.

“Perfect.”

Cowok itu melenggang pergi keluar kamar. Revan bukan cowok lemot yang bilang OTW padahal masih rebahan di atas kasur. Sudah bisa Chiko tebak dia tadi meneleponnya dalam posisi sudah menaiki motor. Tinggal gas saja cowok itu langsung sampai rumah Chiko.

Sebelum berniat turun kakinya mundur dua langkah menuju kamar Abangnya. Chiko terlebih dulu membuka pintu kamar Dev. Baginya tidak melihat keberadaan Abangnya seharian rasanya ada yang kurang. Menengok sebentar sepertinya tidak apa, sebagai syarat.

“Kebiasaan. Ngapain lo ngintip-ngintip?! Kayak homo aja lo, jadi geli gue,” kata Dev sedetik setelah Chiko menjumbulkan kepala disela pintu.

Chiko nyengir lebar menatap Abangnya yang tengah bergelut dengan laptop, “Cuman mau liat lo masih hidup apa udah mati, Bang. Kalau udah mati kan gue siapin kuburannya.”

“Adek laknat!” Dev beranjak dari atas kasur berniat memberikan pelajaran pada Chiko.

Buru-buru Chiko membanting pintu kamar Dev dan berlari cepat keluar rumah.

My ChikoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang