45. Isi hati dua sejoli

749 112 3
                                    

"Yang bener dong, Chik, jagain Sesil nya! Orang tuanya udah nitipin dia sama lo, eh lo nya malah sesukanya."

Bagas menjitak kepala Tito yang asal jeplak. Cowok itu mana tahu bagaimana perasaan Chiko. Cowok yang penuh jenaka tersebut kini jadi pendiam setelah kejadian kecelakaan yang dialami Sesil, tunangannya.

Bagaimana tidak? Eva dan Sesil berada di tempat yang sama saat kecelakaan itu terjadi. Sebagai seorang cowok Chiko tentu ingin menyelamatkan keduanya, tapi karena jarak akhirnya dia harus memilih salah satu dari mereka.

Rasa bersalah tanpa ujung kini didapati Chiko. Apa yang dikatakan Tito memang benar adanya. Setelah acara tunangan dilaksanakan disaat itu juga tanggung jawab atas Sesil berpindah padanya, namun dia malah menyepelekan hanya karena tugas sialan yang saat ini dia emban.

"Sil," ucap Chiko kala Sesil tak mengeluarkan kata-kata semenjak masuk ke UKS tadi. Bahkan mata gadis itu tak sekali pun menatap dirinya.

Sesil yang tengah menatap langit-langit UKS menutup matanya sejenak, mencoba mengenyahkan kekecewaannya pada Chiko walaupun sulit. Tak lama setelahnya sang netra kembali terbuka, menatap Chiko sambil menampilkan seulas senyum. Tak lupa tangan lentiknya mengusap lembut punggung tangan Chiko seolah mengatakan kalau dia baik-baik saja.

"Gara-gara lo nih, Lex. Baikan ngapa sama Eva," kata Bagas.

Alex mengangkat bahunya, "Gak akan. Tapi buat yang tadi ... makasih, Chik."

Revan berdecak kesal. Gengsi Alex terlalu tinggi untuk sekedar mendengarkan penjelasan Eva. Hubungan mereka memang tengah diterpa masalah dan sekarang empat sahabatnya jadi menerima imbas dari semua itu.

Selain memperkeruh hubungan Chiko dan Sesil kelakuan Alex juga membuat mereka harus ekstra sabar menerima aksi gila sang sahabat. Cinta membuatnya menjadi bodoh, jadi mereka harus pintar-pintar memutar otaknya agar kembali ke jalan yang benar.

"Gas, tarik Alex dan Revan keluar. Gue mau traktir kalian," tukas Tito sebelum melenggang pergi.

Mata Bagas langsung saja melek setelah mendengar kata 'traktir'. Buru-buru cowok itu menarik tangan ke dua temannya kasar hingga membuat Revan hampir terjungkal, lalu membawa mereka pergi ke kantin meninggalkan Chiko dan Sesil.

Sepeninggalan mereka kondisi ruangan mendadak hening. Hanya ada dua sejoli yang saling diam dengan pandangan mata bertubrukan satu sama lain.

Sesil menghela napas. Dia mencoba mengubah posisi menjadi duduk dibantu oleh Chiko.

"Mana tangannya, Kak. Biar aku obatin." Sesil meraih kotak P3K yang tergeletak di atas nakas.

Chiko hanya diam kala Sesil meraih tangannya lalu mengobati luka. Sebenarnya dari tiga orang yang berada di depan mading Eva adalah satu-satunya yang selamat. Chiko juga mendapatkan jatah luka karena serpihan kaca, walau tak separah Sesil.

"Apa pun yang terjadi tadi lupain aja, Kak." Sesil mengambil Betadine. "Aku masih di sini. Kak Chiko gak perlu khawatir."

"Maaf," ucap Chiko lirih.

Sesil mengangguk, "Aku ngerti kok. Memang susah kalau harus memilih antara dua orang yang sama-sama harus Kak Chiko jaga."

Chiko tertegun dengan kalimat yang baru saja dia dengar, "Kamu..."

"Hanya sedikit, Kak. Hanya sedikit hal yang aku tahu soal Kak Chiko dari Vano." Sesil meniup luka Chiko kala cowok itu meringis setelah betadine menyentuh lukanya.

"Apa aja?"

"Soal papanya yang katanya musuh Kak Chiko, dan soal beliau yang ingin membunuh Kak Eva." Sesil menutup luka itu dengan kain kasa lalu memplester nya.

My ChikoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang