47. Rumah sakit

816 108 5
                                        


Ruangan bernuansa putih menjadi saksi bisu sebuah kehancuran persahabatan. Ada lima cowok di sana. Satu terlentang di atas brankar, sedangkan sisanya berdiri mengelilinginya dengan mata sayu.

Tito. Cowok yang sangat mereka percaya nyatanya tak sebaik yang mereka kira. Tapi entahlah, mungkin juga kebalikannya.

Mereka semua memang terlalu terfokus dengan masalah Alex. Hal itu membuat Tito cemburu karena Alex bukan satu-satunya orang yang mempunyai masalah. Dia selalu meluangkan waktu untuk Alex, menghiburnya kala kacau, sampai menerima dengan lapang dada saat cowok itu membogemnya untuk meredakan kemarahan.

Tapi Alex tak pernah memberikan timbal balik padanya. Setidaknya menepuk pundaknya saat dia terpuruk karena sang ibu tengah sakit saja tidak.

Mungkin karena gelimang harta membuat cowok itu beranggapan semua bisa dibeli, termasuk pertemanan. Bagi Alex mentraktir teman-temannya adalah wujud terimakasihnya, setelah itu nilai semuanya seri.

"To." Di tengah keheningan Chiko menyeletuk.

Matanya terpejam sejenak saat tak mendapatkan respons dari yang bersangkutan. Tito justru memalingkan wajahnya menatap ke arah lain.

"Kami minta maaf," kata Alex.

Chiko, Revan, dan Bagas menatap Alex tak percaya. Ini adalah pertama kalinya Alex berani meminta maaf. Di saat di mana cowok itu seharusnya murka karena Tito menusuk Eva, dia justru memilih minta maaf atas sifat tidak tahu diri nya.

"Maaf gak pernah cari tau kehidupan lo selama ini. Kami terlalu asik sama sifat periang lo, sampai kami gak sadar apa yang sebenarnya lo rasakan sekarang," lanjutnya.

Tito tetap diam, tidak mau menatap keempat orang yang pernah menjadi penawar kelelahannya ketika menghadapi kehidupannya. Setidaknya candaan mereka mampu menetralisir bebannya.

"Gue sama Bagas cuman gak mau kehilangan lo di anggota kami, itu aja," tukas Chiko.

Bagas mengangguk, "Oleh sebab itu kami memberikan kesempatan buat lo, walaupun lo gak minta. Kami berharap lo gunain kesempatan itu sebaik mungkin agar persahabatan kita tetap utuh," lanjut Bagas.

Chiko dan Bagas adalah saksi pertama yang mengetahui kemunafikan dan penghianatan Tito. Sebelumnya mereka memergoki Tito yang mau mencelakai Eva saat tengah menonton konser. Tapi setelah kejadian itu mereka berlaku seperti teman lagi, berharap Tito tidak mengulangi kesalahannya.

"Tapi kayaknya lo emang udah cukup capek menghadapi ketidak pekaan kami selama ini. Sampai-sampai lo gunain cara itu agar kami kembali sadar," sargas Revan.

Alex menghela napas berat saat permintaan maafnya dan ketiga temannya tak mendapatkan respons dari Tito. Cowok itu masih saja diam dan membuang muka, tak mau menatap apalagi menjawab perkataan mereka barang sedikitpun.

"Kami udah nemuin ginjal yang cocok buat Nyokap lo. Beliau sekarang udah berada di ruang operasi," kata Alex.

Pandangan Tito sekatika beralih menatap Alex kaget. Dia tidak menyangka kalau keempat cowok itu akan bertindak sampai sejauh ini.

"Lo gak perlu khawatir, Nyokap lo pasti selamat. Nyawa kami taruhannya," kata Revan.

Alex memandang Revan dengan senyum sampul melekat diwajahnya. Walaupun sekarang dia merasakan istilah 'sudah jatuh tertimpa tangga pula' tapi sebisa mungkin Alex akan menghadapinya dengan tenang. Sudah cukup dirinya menghadapi masalah dengan kepanikan, nyatanya cara itu bukan menyelesaikan tapi malah memperkeruh suasana.

Alex menepuk bahu Tito pelan, "Kami pergi dulu. Kalau lo udah buka pintu maaf buat kami, lo bisa kumpul sama kami seperti dulu lagi. Tapi kalau emang kesalahan kami gak bisa dimaafkan ... kami akan tetap cari cara biar lo memaafin kami."

My ChikoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang