21. Lupa daratan

1.6K 269 22
                                        

 
*****

Semua siswa yang sedang berlalu lalang di koridor sekolah menatap heran seorang cowok yang tengah memamerkan pantat sambil menggoyang-goyangkannya.

Chiko memasukkan kepalanya di dalam kelas sedangkan sisanya berada di luar kelas, berdiri dengan lutut di atas bangku panjang teras kelas.

Tangan cowok itu tidak hentinya memainkan tangan kiri Sesil yang berlapiskan cincin emas di jari manisnya.

Ungkapan hati Sesil nyatanya berpengaruh besar bagi Chiko. Dia jadi ingin terus berada di sampingnya.

Seperti sekarang. Dia rela membolos hanya karena ingin berdekatan dengan Sesil. Padahal kelas Sesil sedang berlangsung pelajaran.

Tapi biarkan saja, lagian Sesil mengerjakan soal dengan tangan kanan, dari pada tangan kiri nganggur tak masalah juga jika dia manfaatkan.

“Kalau yang itu jawabannya D,” kata Chiko saat mendapati Sesil tampak kebingungan menentukan jawaban.

“Beneran?” bisik Sesil agak tidak yakin.

“Ets... Jangan remehin otak profesor Chiko.”

Gadis itu menggidikkan bahu tapi tak urung menyilang jawaban yang disebut Chiko tadi.

Padahal yang sebenarnya terjadi Chiko tengah menyembunyikan buku LKS di balik tembok. Itu milik kelas sebelah yang sengaja dirinya pinjam sebelum mengapeli Sesil. Tentu saja dengan modus menggoda cewek di sana.

“Kalau itu C, trus yang bawahnya A, bawahnya lagi A.”

Sesil menoleh penuh curiga, “Kok Kak Chiko tau semuanya sih? Padahal kan gak baca.”

“Aduh! Cantik banget deh tangannya.” Cowok itu mengelus punggung tangan Sesil. “siapa bilang aku gak baca, baca kok.”

Walaupun ucapan Chiko tampak meyakinkan tapi tetap saja Sesil tidak bisa mempercayai sepenuhnya. Dia juga tahu tabiat Chiko, mana mungkin cowok yang suka bolos saat pelajaran bisa menjawab semua soal dengan benar.

Kecuali jika otak liciknya bekerja.

“Heh! Jangan di liatin. Ada guru noh, dimarahin ntar,” tegur Chiko saat melihat banyak pasang mata menatap dirinya dan Sesil.

“Jangan salahin mereka, Kak,” ujar Sesil.

Manik mata Chiko beralih pada Sesil, “Calon makmum belain mereka?”

Dia menghela napas panjang, “Kak Chiko yang buat konsentrasi mereka pecah. Kak Chiko balik aja ya, jangan suka bolos.” Sesil mencoba melepas tangannya dari Chiko.

“Gak bisa gitu dong.” Chiko mengeratkan genggamannya hingga membuat Sesil sulit melepaskan diri.

Gadis itu meletakkan bolpoinnya, menatap guru yang sedang fokus dengan laptop lalu beralih pada Chiko.

“Aku pernah denger. Katanya jodoh itu cerminan diri,” ungkap Sesil.

“Bener tuh,” jawab Chiko setuju.

“Kalau Kak Chiko jodoh aku berarti seharusnya kelakuan aku sama kayak Kak Chiko dong. Suka bolos, omongan kasar, suka berantem.”

Chiko menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Bisa-bisanya dia tidak sanggup menjawab perkataan Sesil. Maksudnya ‘jodoh adalah cerminan diri’ memang begitu ya?

“Siapa bilang aku bolos. Ini kan aku juga ikut belajar sama kamu,” ucap Chiko pada akhirnya.

“Kak Chiko kelas XII, aku kelas XI.”

“Kan materi kelas XII itu mengulang pelajaran kelas X dan kelas XI. Hayo mau apa kamu? Profesor Chiko dilawan.”

Sesil membekap mulutnya sendiri dengan tangan saat tawanya tidak bisa ditahan. Benar juga, walaupun Chiko suka bolos nyatanya dia selalu ada jawaban bagi orang yang mengajaknya berdebat. Walaupun kebanyakan jawabannya ngelantur.

My ChikoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang