"Tuan jangan salah paham saya tidak dipukul sama Tuan Surya. Ini salah saya sendiri sebab saya menghalangi Tuan Surya untuk memukul Bu Dona," Bulan membela dengan nada agak nyaring.
Sontak sepasang mata Devian melihat tajam ke arah asisten pribadi Surya itu. Merasa terintimidasi akhirnya membuat dia berhenti bicara.
"Maaf Tuan Besar," lanjut Bulan lirih.
Ayah Surya kemudian berganti pandang ke putra lalu berkata. "Kau keterlaluan sekali, karena takut dia bahkan membelamu ...."
Surya cuma diam dan dalam hati menggerutu akan sikap Devian yang terburu-buru dalam mengambil kesimpulan. Sebab hal inilah ketika berusia 16 tahun dia meminta sebuah rumah untuk ditinggali dengan namanya sendiri.
"Tuan anda salah paham saya tidak pernah diancam oleh Tuan Surya untuk membelanya," sekali lagi Bulan membuka suara.
"Saya mengatakan dengan jujur!" Devian menatap tak percaya kepada Bulan bagaimana gadis belia tersebut kekeh dalam memihak Surya.
"Papa tenanglah, tampaknya gadis ini tidak berbohong." Yana kemudian menarik Devian agar duduk kembali dan mendengarkan cerita dari si asisten pribadi.
"Apa yang dikatakan oleh Bulan itu benar, aku tidak sengaja menampar dia sebab gadis ini berusaha melindungi Bu Dona dan aku pun merasa sedikit bersalah." Tatapan Surya langsung kepada Bulan dan buru-buru asisten pribadinya menunduk.
Terekam dengan jelas bagaimana waktu itu Surya melamarnya. Degup jantung kembali berdebar tak karuan. Sangat tidak nyaman.
"Aku akan berbicara dengan Bu Dona begitu dia sehat jadi tak perlu khawatir, aku akan menyelesaikan masalah ini," lanjut Surya.
Devian melihat pada sang istri yang kemudian mengangguk. Jauh di lubuk hati, ia merasa masih kurang puas akan penjelasan namun ketika Yana sudah membuat keputusan maka dia pun mengambil juga ketentuan.
"Baiklah Papa tidak akan bersikeras tapi tunjukkan kedewasaanmu. Papa harap tidak ada masalah yang sama untuk kedua kalinya," putus Devian.
Terlihat Surya bernapas lega. Satu masalah telah usai sekarang tinggal yang lain lagi. "Terima kasih sudah mendengarkanku, meski aku tidak jamin aku tidak akan membuat ulah lagi tapi Mama dan Papa harus percaya aku bisa menyelesaikan masalah ini sendiri," Surya menanggapi.
"Baiklah sudah tak ada urusan lagi kami di sini jadi kami pamit dulu,"
"Tidak bisakah kalian menginap di sini sebentar?" potong Surya tiba-tiba.
"Aku ini anak kalian dan kalian bukan orang asing jadi aku minta tolonglah di sini temani aku. Sekarang aku sedang sakit, apa Mama dan Papa tidak kasihan padaku?" Yana tertegun. Dia tersentuh sekaligus tercekat akan ucapan dari sang putra.
Sontak wanita paruh baya itu melihat pada suami yang langsung tahu maksud dari tatapan tersebut. "Baiklah kita akan menginap di sini semalam." Senyum terbentuk dari bibir Yana dan mengucapkan terima kasih.
Surya langsung meminta Bulan memanggil Karno lalu disampaikan untuk membersihkan salah satu kamar tamu sedang Yana beserta Devian akan menunggu.
"Bulan ke sini sebentar," perintah Surya begitu menyelesaikan percakapan bersama Karno. Bulan yang mau pergi akhirnya berhenti lalu mendekat.
"Terima kasih karena sudah membelaku ... kalau bukan saja kau yang kukuh mungkin masalah ini masih lama terselesaikan."
"Tuan jangan sungkan, saya cuma ingin mengoreksi salah paham saja tidak lebih dari itu," balas Bulan dengan senyum. Dari tadi sempat dia merasa gusar namun ada sedikit kelegaan mendengar ucapan terima kasih, Bulan menjadi tersanjung.
"Kalau begitu apa boleh kau membantuku sekali lagi?" Dari balik kacamata ia mengerjapkan mata. Entah kenapa perasaannya tak enak.
"Meminta apa?" Bulan menyahut.
"Jadi begini kau tahu undangan yang kau berikan tadi bukan?" Gadis belia itu mengangguk.
"Itu undangan dari teman-temanku. Mereka sangat ingin bertemu denganmu Bulan," lugas Surya.
"Mereka ingin menemuiku? Kenapa?"
"Sebab semua orang yang ada di pesta itu menceritakan tentang kau dan mereka penasaran seperti apa dirimu dan mau mengenal lebih banyak tentangmu. Aku tidak bisa menolak ajakan mereka jadi aku harap kau bisa bekerja sama denganku," Surya menutur.
"Tapi Tuan bukankah Tuan sendiri tahu kalau saya tidak mau memperlihatkan wajah saya? Saya tidak mau terekspos!" kata Bulan khawatir.
"Kau tidak perlu cemas. Seperti yang kau perkenalkan diri saat kita bertemu, kau pakai nama yang kau katakan padaku ... Putri. Dengan begitu tidak ada yang tahu kalau kau adalah Bulan," Surya memberi gagasan.
"Tuan saya takut ... bagaimana jika orang-orang itu tak percaya dan melakukan sesuatu yang buruk?"
"Jangan khawatir aku akan ada di sana. Mereka tidak akan berbuat macam-macam selama ada aku." Surya tetap memperlihatkan sisi tenang beda halnya Bulan yang menjadi cemas. Semoga saja tidak ada hal buruk terjadi.
"Jadi Tuan kapan kita pergi?" tanya Bulan.
"Saat aku sudah sembuh. Ingat sampai di sana terus dekatlah denganku. Mereka memang tidak macam-macam tapi tetap saja semua temanku itu memiliki sikap buruk," Surya menjelaskan.
"Baik Tuan saya paham. Kalau begitu saya pamit." Sebelum sempat melangkah Bulan kembali dicekal.
"Bulan nanti aku akan berikan baju yang cocok untukmu ke pesta tapi kali ini jaga baju itu dengan baik." Sebagai jawaban asisten pribadi tersebut mengangguk kemudian melangkah keluar dari ruang kerja sang majikan.
Barulah ketika menutup pintu Bulan menghembuskan napas lega. Selalu saja jika didekat pria bermarga Alexander ia menjadi linglung. Sampai kapan jantungnya ini berdetak nyaman di depan Surya?
Berkelabat dalam pikiran Bulan tidak menyadari sosok wanita mendekat. Dia adalah Yana, Ibu dari Surya.
❤❤❤❤
See you in the next part!! Bye!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Putri Malam(END)
Romance"Tuan, apa anda mau menambah kopi anda?" tanya Rembulan pada Surya. "Tidak usah, aku harus menghabiskan ini baru aku meminta kau membuatkannya lagi. Lebih baik kau duduk di sini saja." Bulan terpaku beberapa saat dan duduk dengan canggung di samping...