Mobil sedan berwarna hitam memasuki pekarangan rumah milik Surya. Di dalamnya ada sepasang suami istri dengan raut wajah gelisah. Meski tidak bersuara namun sangat terasa ketegangan hingga menembus kulit.
Yana sang istri melihat prihatin pada Devian, suaminya. Pria itu tengah menahan amarah begitu besar sebab tindakan putra mereka, Surya.
Setelah mobil terparkir Devian berjalan keluar diikuti oleh Yana dari belakang. Langkahnya begitu cepat sampai-sampai istrinya tidak bisa menyamakan langkah.
"Papa!" seru Yana dengan napas yang tersengal.
Otomatis gerakan kaki Devian melambat. Dia menoleh ke belakang lalu bergegas menghampiri sang pasangan. "Mama tidak apa-apa? Maafkan Papa."
Nada suara Devian menjadi lebih lembut seraya menggandeng tangan milik Yana. Dari raut wajah penuh amarah kini berganti cemas saat melihat istri tercinta.
Sejak mereka menikah Devian memang tidak tega melihat wanita tercintanya itu kelelahan dan satu-satunya senjata untuk meredam kemarahan seperti sekarang.
Devian menggenggam tangan Yana kemudian berjalan sedikit pelan agar sang istri tak kembali kelelahan. "Sayang, aku mengerti jika kau sangat marah sekarang tapi tolong jangan terbawa emosi. Kita tanya dulu baik-baik sama Surya kenapa dia bisa menganiaya Dona?" usul Yana.
Pria itu mengeluarkan napas kasar. "Aku tak tahu apa yang harus dilakukan untuk menghadapi anak kita? Padahal sewaktu kecil dirinya tidak seperti sekarang. Apa kita yang gagal sebagai orang tua tak mendidik Surya dengan baik?" tanya Devian gusar.
Yana bisa melihat keresahan dalam mata suaminya namun selain menenangkan wanita paruh baya tersebut tak bisa melakukan apa-apa.
"Selamat datang Tuan Besar dan Nyonya Besar," sapa seorang pelayan bernama Karno. Dia adalah orang suruhan Dona, si kepala pelayan yang sekarang tak bisa bekerja.
"Bagaimana keadaan Dona?"
"Ibu Dona baik-baik saja dan sekarang sedang beristirahat," jawab Karno sekenanya.
"Di mana Surya?" tanya Devian datar.
"Tuan Surya sedang ada di ruang kerja," Karno membalas.
Langsung Devian dan Yana mengarah ke ruang kerja sementara itu Surya cuma menatap kosong file yang ada di tangannya. Dia masih teringat akan penolakan Bulan tentang lamaran dan entah kenapa ada sesuatu di dalam diri Surya tak tenang.
Pintu terbuka kasar sekonyong-konyongnya dan tampak seorang Devian memandang tajam kepada Surya sedang pria itu membalas dengan tatapan sayu. Yana bisa merasakan marahnya sang suami.
Sebagai seorang istri dan ibu, ia tak ingin terjadi sesuatu yang buruk menimpa keduanya jadi Yana meraih tangan Devian. Kontan dia melihat pada wanita yang telah tinggal bersamanya kurang dari 30 tahun dan mencoba mengawal amarah.
"Mau apa Papa dan Mama ke sini?" tanya Surya tenang.
"Kau masih bertanya lagi setelah kau melakukan hal yang buruk kepada kepala pelayanmu sendiri? Pantasnya kau dihukum sebab telah melakukan penganiayaan terhadap bawahan tapi syukurlah Dona tak melapor ke polisi," balas Devian kesal.
"Sebenarnya apa yang dia lakukan sampai kau dengan tega menghukumnya berat?" lanjut pria itu.
Surya mengeluarkan napas panjang. "Dia membuat sebuah keputusan tanpa memberitahuku lebih dahulu dan aku paling tak suka akan itu," Surya menjelaskan.
"Hanya karena itu kau memukul wanita yang sudah lama mengabdi pada keluarga kita?!" Nada Devian mencapai satu oktaf. Dia berang sebab tindakan Surya yang menurutnya kelewatan.
"Masalahnya tak semudah itu Papa, keputusannya itu diambil sebab seseorang memfitnah salah satu karyawanku apa lagi karyawan itu punya andil besar," tutur Surya masih tak terusik.
"Kalau Papa mau mendengarkan ceritaku. Duduklah aku akan menerangkannya secara detail." Perintah Surya mulanya tak didengarkan oleh Devian namun Yana meminta agar mendengarkan anaknya itu.
Akhirnya pria paruh baya tersebut mengalah lalu duduk di sofa beserta sang istri. "Safwan!" panggil Surya dan datanglah sosok pria muda menghampiri mereka.
"Apa tongkatku sudah ada?" tanya pria itu pada perawat.
"Iya Pak,"
"Tolong aku agar aku bisa duduk di sofa lalu ambilkan tongkat." Safwan mendekat. Dibantunya Surya agar bisa berjalan dan tampaklah salah satu kaki dibalut perban.
"Surya, kakimu ...." Yana menatap nanar pada putranya akan tetapi Surya tidak terganggu akan ekspresi Ibunya sendiri.
"Mama jangan panik, aku tak apa-apa," Surya menenangkan.
"Nah ayo jelaskan kenapa kau bisa memukul Dona?" Dari arah yang berbeda tampaklah Bulan membawa nampan. Dia kemudian meletakkan di meja dan membaginya pada dua tamu penting Surya.
"Mama perkenalkan ini Bulan, sebelum Safwan merawatku." Perkenalan yang begitu tiba-tiba dan gadis belia itu cuma memandang dengan senyum.
Yana pun membalas. Dari sudut pandangnya, Bulan dalam hati memuji kecantikan dari Ibu sang majikan. "Dia adalah orang yang menjadi alasanku untuk menghukum Dona."
Pernyataan dari Surya sontak membuat ketiganya membulatkan mata. "Gadis ini hanya karena dia dekat denganku, dia selalu dibuli oleh teman-teman rekannya dan sampai sekarang Bulan tidak memiliki teman di sini," lanjutnya.
"Padahal yang dilakukan olehnya cuma bekerja demi membayar hutang dan bukan membalas perbuatan mereka, dia malah melindungi rekan kerjanya. Karena Bulan, Bu Dona keluar dari masalah. Dia berbohong demi menyelamatkan kepala pelayan dan harus menerima tamparan dariku. Cek saja pipinya yang merah." Devian kontan berdiri lalu menyibak rambut Bulan.
Tampaklah bekas kemerahan seperti perkataan Surya. "Kau juga menampar pelayanmu ini?!" bentak Devian.
❤❤❤❤
See you in the next part!! Bye!!
![](https://img.wattpad.com/cover/224600132-288-k165326.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Putri Malam(END)
Romance"Tuan, apa anda mau menambah kopi anda?" tanya Rembulan pada Surya. "Tidak usah, aku harus menghabiskan ini baru aku meminta kau membuatkannya lagi. Lebih baik kau duduk di sini saja." Bulan terpaku beberapa saat dan duduk dengan canggung di samping...