Hadiah

865 62 1
                                        

Bulan lalu berjalan menuju kantor Surya. Dia mengetuk dan masuk ke dalam ruangan tersebut. "Tuan, semua telah siap."

"Bagus." Surya berusaha bangkit namun Bulan dengan cekatan mendekat dan membantu Surya untuk berdiri.

"Tak perlu aku bisa sendiri."

"Tidak apa Tuan, ini adalah pekerjaanku juga. Tolong berhati-hati." Surya dan Bulan sama-sama berjalan keluar dari ruang kerja Surya secara tertatih-tatih.

Dalam kesempatan itu Surya kadang melihat pada Bulan yang tampak konsentrasi dalam menuntun pria itu untuk sampai ke kamar.

Begitu sampai Surya masuk dan meminta agar Bulan tetap berada di luar. "Jangan lupa tolong minta dokter datang untuk memeriksa lukaku."

"Baik Tuan akan saya sampaikan." Pintu kamar tertutup, Bulan segera menuju ruang tamu di mana telepon rumah berada.

Tak lama setelah itu datanglah dokter pribadi milik keluarga Alexander sementara Surya sudah selesai berganti pakaian. "Jadi bagaimana dengan kaki saya? Sudah baikan?"

"Bengkaknya sudah mulai mengempes tapi anda harus memperbeban kaki anda hingga bengkaknya hilang."

"Ok tapi aku mau kakiku di gips. Itu membuatku tak nyaman."

"Baik." Si dokter dengan cekatan mengganti perban milik Surya sementara Bulan menunggu di samping.

"Jangan lupa dengan obatnya di oles terus."

"Baik." Sepeninggal dokter keluarga Alexander, Bulan berjalan menghampiri Surya ketika pria itu berisyarat agar mendekat padanya.

"Ya Tuan,"

"Temani aku jalan-jalan. Aku mau pergi ke halaman belakang." Tangan Surya terulur menginginkan Bulan untuk memapahnya.

Bulan tentu saja meraih dan menjadi penyangga Surya. Meski pelan Surya dan Bulan akhirnya sampai ke halaman belakang. Surya lalu duduk di kursi yang telah tersedia.

"Bulan ...." gadis itu menoleh.

"Terima kasih karena sudah merawatku dengan baik. Kau telah membuktikan bahwa kau bisa bertanggung jawab dengan apa yang kau katakan."

"Tuan saya hanya melakukan kewajiban saya sebagai asisten pribadi, lagi pula anda juga harus berterima kasih kepada Nona Bintang. Dia juga merawat anda." Surya mengangguk sepemikiran dengan Bulan.

"Bulan karena kau sudah merawatku dengan baik aku akan memberikanmu hadiah. Aku harap kali ini kau bisa menerimanya."

Bulan cuma bisa diam ketika Ibu Dona datang dengan membawa bingkisan kecil yang lalu diberikan pada dia. "Bukalah." Perintah dari Surya diindahkan oleh Bulan dan mendapati sebuah ponsel android.

"Aku lihat kau tak memiliki ponsel sementara ponselmu yang lama kau titipkan untuk Ayah dan Ibumu agar bisa meneleponmu. Aku sudah mengisi pulsa sekaligus baterainya kau tinggal menaruh nomor telepon orang tuamu," tutur Surya panjang lebar. Dia bisa melihat ekspresi kaget Bulan yang kemudian mengganti dengan senyuman.

"Terima kasih Tuan. Pasti akan saya jaga baik-baik," ucap Bulan masih senantiasa menatap ponsel tersebut dengan mata berbinar-binar.

Bulan segera mengecek beberapa aplikasi guna memeriksa kegunaannya. Kontak pun dia lihat dan menemukan nama Surya. "Tuan, ini nomor anda?"

"Iya." Sontak dahi Bulan mengerut.

"Kenapa Tuan memberikan nomor anda pada saya? Bukankah ini bersifat pribadi?"

"Yah siapa tahu jika ada kesulitan aku bisa menghubungimu atau sebaliknya." Bulan tampak berpikir sebentar sebelum akhirnya mengangguk pelan.

"Oh iya juga ya." Dalam hati Surya bernapas lega. Untung saja dia memiliki alasan yang bagus kalau Surya mengatakan alasan sebenarnya pasti Bulan akan berpiki hal yang tidak-tidak.

"Tuan, bisa tidak saya menelepon orang tua saya?" Surya yang melamun tersadar. Dia kembali menatap pada Bulan dengan sebuah senyuman tipis.

"Tentu." Bulan kemudian menjauh beberapa langkah dari Surya dan mulai menekan beberapa nomor. Nomor orang tuanya sudah hapal di luar kepala jadi dirinya tak kesulitan sama sekali.

Nada tersambung terdengar amat jelas sekali oleh Bulan. Jantung gadis itu berdetak cepat kala suara sambungan terhenti. Pasalnya ini baru pertama kali dia menghubungi Ayah dan Ibunya.

"Halo ...." suara yang berucap terasa akrab di telinga Bulan. Intonasi berat sekaligus lembut namun di sisi lain terdengar tegas. Suara tersebut adalah suara Bapaknya.

"Bapak ...." balas Bulan pelan.

"Bulan? Kau, kah itu? Ibu kemari! Bulan telepon!" Suara Ayah Bulan terdengar senang ketika memanggil sang istri.

"Bapak, Ibu. Bagaimana kabarnya?"

"Baik Nak. Bagaimana dengan kau? Kau tidak apa-apa?"

"Baik Ibu. Majikanku pun baik kepadaku." Dari arah kejauhan Surya melihat Bulan. Dia kemudian menyesap kopi yang disediakan oleh Ibu Dona.

"Tuan, anda selalu memperhatikan Bulan dan perlakuan anda kepadanya jauh berbeda dengan perlakuan anda kepada pelayan yang lain." Surya segera melihat pada Dona. Tatapannya terlihat tajam.

"Apa aku perlu mengatakan peraturannya Ibu Dona?"

"Maafkan saya Tuan. Saya janji tak akan mengatakan apa pun lagi." Ibu Dona lalu pergi dari tempat itu meninggalkan Surya sendirian.

Tepat itu juga suara ponsel milik Surya menginterupsi. "Halo ... maaf aku sedang kurang sehat setelah pesta topeng. Kakiku bengkak jadi tak bisa ke mana-mana ... Pesta? Tch kalian saja aku benci keramaian tak mungkin juga aku datang dengan keadaan begini."

Lalu Surya diam lagi mendengar ucapan kawannya itu sambil sesekali memperlihatkan wajah kusam atau memutar mata bosan. "Kau baik sekali mau menunda pestamu untukku tapi tidak terima kasih, aku akan diam di rumah saja atau menghabiskan waktu dengan pekerjaanku."

"Tidak kau harus ikut. Rencananya kami akan datang dengan kekasih kami,"

"Lalu apa urusannya denganku?"

"Aku dengar kau mendapat seorang wanita cantik di pesta topeng jadi aku pikir sebagai temanmu aku boleh bukan bertemu dengan dia?"

❤❤❤❤

See you in the next part!! Bye!!

Putri Malam(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang