Melindungi

708 60 4
                                    

"Apa sih yang kau katakan? Aku tidak pernah bertemu dengan seorang wanita cantik." Memang Surya memberikan kilahan akan tetapi hatinya tak senang sama sekali.

"Oh benarkah itu?" Suara teman Surya tidak terdengar untuk sementara sampai dia kembali membuka mulutnya.

"Coba kau periksa ponselmu. Aku baru saja mengirim sebuah foto loh!" Surya menampakkan wajah bingung. Sontak dia langsung melakukan apa yang diminta sahabatnya itu dan matanya membelalak sempurna kala menemukan foto dirinya dan Bulan.

"Dia cantik sekali. Sudah kuduga kau memiliki selera yang bagus."

"Jangan pernah berani menyentuh dia atau mencoba mencari tahu tentang gadis itu!" Tawa sinis menyapa indera pendengaran Surya yang makin geram saja atas sikap temannya.

"Hei santai saja kawan, baru kali ini aku mendengar kau berteriak keras sekali hmm ... pasti dia sangat berharga untukmu," kata teman Surya dengan nada sinis.

"Mau dia berharga untukku atau tidak itu bukan urusanmu! Terima kasih atas undangannya tapi aku sudah memutuskan aku tak akan datang ke sana paham?!" Telepon lalu dimatikan secara sepihak oleh Surya. Nyaris saja pria itu membanting ponsel sendiri namun dia memilih untuk mengatur napas lalu beralih kepada Bulan.

Asisten pribadinya itu tampak serius berbicara dengan kedua orang tuanya di telepon. "Bulan sayang, kapan kau pulang nak? Ibu dan Bapak merindukanmu di sini," ungkap Ibu Bulan sedih.

"Ibu, Bulan juga sangat rindu pada Bapak dan Ibu tapi Bulan juga kerja di sini jadi harus tunggu majikan Bulan untuk diberikan libur. Kalau ada waktu pasti kok Bulan akan pulang kampung," tutur Bulan panjang lebar.

"Oh ya Bu, gimana keadaan di sana? Ibu dan Bapak tak diganggu lagi sama Pak Bejo?" Jujur Bulan merasa agak khawatir pada kedua orang tuanya. Takut jikalau Pak Bejo yang buruk perangainya melakukan hal butuk hanya karena pembatalan pernikahan.

Setahu Bulan Pak Bejo akan melakukan apa pun demi keinginannya tercapai sama seperti ketika dia memaksa Bapaknya Bulan untuk mengambil uang dari dirinya hanya agar Bulan bisa Pak Bejo nikahi.

"Tidak Bulan, setelah pria kenalanmu melukai Pak Bejo dia tak pernah datang atau menghampiri kami lagi," tanggap Bapak jujur membuat Bulan bernapas lega.

"Bapak kalau semacam Bapak minta uang jangan ke rumah Pak Bejo ya telepon saja Bulan, biar Bulan yang coba cari pinjaman di sini."

"Tak boleh begitu, kamu baru saja bekerja akan sangat tak sopan ketika meminta uang, ditambah majikanmu itu sudah berbaik hati dengan membayar semua hutang kita." Bulan menggeleng.

"Tetap Bulan akan usahakan kalau Bapak memang butuh, sekali pun bonus Bulan akan terpakai!" balas Bulan tegas. Dia menoleh kepada Surya yang sekarang tampak menikmati teh.

Ia sendiri tak sadar jika sedari tadi majikannya yang tampan itu menatap lama hanya saja sekarang Surya melempar pandangan ke arah lain. "Sudah dulu ya Pak, Bu nanti Bulan telepon lagi ingat apa yang Bulan dari tadi, jangan lupa jaga kesehatan."

Panggilan diakhiri oleh Bulan dan gadis itu menghampiri Surya. "Bagaimana? Sudah puas bicara dengan Ayah dan Ibumu?" tanya si majikan mendadak. Awalnya Bulan agak terkejut namun kemudian ia memasang senyum tipis.

"Iya," balas Bulan singkat. Surya mengangguk pelan dan melirik pada kursi yang berada di dekatnya.

"Duduklah," titah Surya kepada Bulan. Secara otomatis gadis yang memakai pakaian maroon itu melihat ke arah bangku dan spontan menggeleng.

"Sudah ayo duduk!" Kali ini si majikan langsung menarik tangan Bulan lalu membuatnya duduk.

"Sekarang buka kacamatamu." Tangan Surya terarah ke wajah Bulan, hendak menarik kacamata milik gadis itu.

"Tu-Tuan mau apa?!" pekik Bulan sambil mendorong tangan Surya. Ada sebuah kekecewaan akan tetapi pria itu  mencoba mengerti.

Dia lalu menarik tangannya dan memilih untuk memandang Bulan. "Apa harus ya kau menutupi wajahmu itu?" Pertanyaan dari Surya agak lambat dijawab oleh asisten pribadinya.

Gadis itu memilih mengeluarkan napas panjang. "Saya sudah bilang pada Tuan kalau saya mau hidup tenang tanpa ada yang tahu tentang wajah saya."

"Tapi suatu saat kamu pasti akan ketahuan. Suka atau tidak, kau harus menerima dirimu apa adanya," sela Surya menasehati.

"Saya juga tahu itu Tuan hanya saja sekarang saya menikmati tinggal di sini dengan cara seperti sekarang. Dulu di desa mau pun di kampus, saya tak memiliki teman dan lebih buruk lagi saya hampir beberapa kali dilecehkan. Hal itu membuat saya depresi, akan lebih baik tidak dipandang sama orang-orang ketimbang dilihat tapi tak memiliki kesan yang baik." Penuturan Bulan lalu berakhiri dengan mengembuskan napas.

"Maaf jika saya lancang tapi cuma ini cara yang saya tahu untuk melindungi saya sendiri. Kalau begitu saya permisi dulu," pamit Bulan undur diri. Lekas gadis itu berdiri, berjalan menjauh dari sang majikan.

Kalut dirasakan oleh Bulan begitu mengingat beberapa momen pahit yang dia lalu sendiri. Dia beruntung tak mendapat masalah itu lagi. Hidupnya sempurna meski Bulan seorang pelayan biasa.

Secara mendadak Bulan teringat sesuatu. Ia juga menghentikan langkah kaki begitu sadar dan menepuk jidatnya sendiri. Karena terbawa suasana Bulan tak mengingat jika dia adalah asisten pribadi Surya sementara pria itu sedang bersantai dengan kaki yang belum sembuh. Akhirnya Bulan pun berjalan kembali menuju halaman belakang.

❤❤❤❤

See you in the next part!! Bye!!

Putri Malam(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang