Izin Diterima

53 2 0
                                    

"Tuan bicara apa sih? Jangan bicara yang aneh." Bulan berusaha melepas rangkulan Surya tapi rasanya makin erat saja namun tak sampai membuat Bulan merasa tak nyaman.

"Aku serius Bulan!" kata Surya. "Sejak kau tidak menjadi asisten pribadiku, aku merasa kosong. Banyak sekali yang berusaha menggantikanmu tapi suasananya berbeda. Meski mereka sangat telaten, tak ada sebaik sepertimu. Aku tidak mau kau pergi sebab aku...." Surya berhenti, mulutnya dibekap oleh Bulan mengisyaratkan pria itu diam.

"Tuan, Shera pasti sudah terpancing emosi tidak usah dilanjutkan lagi." Bulan kembali berbisik. Dia melerai rangkulan Surya dan memberikan jarak antara mereka.

"Tuan, terima kasih sudah mengembalikan buku sketsa saya. Saya tahu kalau Shera pasti akan memberikan buku saya kembali jika Tuan yang memintanya. Saya janji kok saya tidak akan mengecewakan Anda."

Bulan kemudian pamit, keluar dari ruang kerja Surya. "Jika seperti ini aku tidak akan mau membantunya mengambil buku sketsanya," gumam Surya entah pada siapa.

Tepat menutup pintu Bulan mematung sebentar. Ada perasaan tak enak menjalar dalam diri. Bulan tahu apa yang ingin Surya katakan hanya saja ia menyela cepat kalau tidak, dirinya akan berat hati untuk pergi.

Sudah sampai sejauh ini. Setidaknya Bulan harus merasakan jerih payah sendiri meski kalah. Agar orang-orang tahu Bulan tak terus bergantung kepada Surya. Bukan hanya sekadar agar mendapat penghasilan dan membayar hutang kepada Surya, juga ingin membuktikan bahwa keputusannya benar meninggalkan desa dan membuat kedua orang tuanya bangga.

"Kenapa diam begitu?" tanya Ami. Bulan tersadar, menoleh pada temannya itu.

"Tidak, cuma ingat Bapak Ibu saja di rumah." Bulan berkilah dan berjalan pergi. Ami pun mengikutinya dari belakang.

"Kau sedih karena meninggalkan Tuan Surya?" Pertanyaan Ami menghentikan langkah Bulan. Dia membalikkan badan lalu menggeleng.

"Sudah jangan bohong. Kau sedih karena ingin pergi. Kau tahu jika kau memiliki kesempatan setelah lomba fashion show." Bulan masih diam tak menanggapi ucapan Ami.

"Bulan, aku tahu kau sebenarnya tidak ingin mengucapkan selamat tinggal pada Tuan Surya tapi bukankah lebih baik pamit. Jujur memang pahit tapi setidaknya bisa membuatmu lega."

"Terima kasih atas masukannya tapi aku harus fokus dulu dengan lomba ini. Nanti aku akan memikirkannya lagi," kata Bulan dengan memberikan senyum tipis.

***

Terdengar suara ketukan, Surya menyuruh orang itu masuk. Rupanya orang tersebut adalah Shera. Dia menemukan Surya sedang melihat berkas-berkas sementara pria itu tampak berpikir keras.

"Tuan, aku bawakan Tuan kopi." Shera bersuara serta mendekati Surya.

Melirik sekilas, Surya tidak kaget melihat Shera mengenakan pakaian baju tidur yang terbuka. Wajah yang memakai riasan tebal tak serta membuat Surya tertarik.

Shera mendekat. Dia berusaha menempelkan tubuhnya ke arah Surya. "Tuan, apa kau ingin pijatan?" tanya Shera dengan nada manja.

"Tidak aku tak lelah, terima kasih atas kopinya Shera." Ucapan Surya tak serta memuaskan Shera.

"Tuan sampai kapan Tuan bersikap begini pada saya? Kita sangat dekat sampai para pelayan bergosip tentang kita tapi ketika kita hanya berdua saja Tuan bersikap dingin pada saya."

Shera kemudian melepas bagian kancing atas bajunya di depan Surya. Menampilkan belahan yang dibaluti bra berwarna merah, dia mengulum senyum menggoda pada pria itu.

Sekali lagi Surya tak menggubris. Tatapannya hanya beralih sebentar kemudian memandang file lagi. Shera lantas meraih file, meletakkannya di atas meja dan menempatkan dirinya duduk dalam pangkuan Surya.

"Tuan, apa kau tak melihatku? Aku jauh lebih cantik, jauh lebih seksi dari Bulan, mengapa kau memilihnya ketimbang aku? Aku bahkan siap jika kau meminta apapun."

"Benarkah? Aku bisa meminta apapun," sahut Surya sembari tersenyum. Seringai puas muncul dari bibir Shera merasa menang.

"Tentu kau bisa meminta apapun." Shera mendekat hendak mencium bibir milik Surya tapi sebuah kejadian mengurungkan niatnya. Surya segera mendorong Shera hingga jatuh terduduk ke lantai.

"Bagaimana kalau dengan jauhi aku dan jangan coba-coba menggodaku. Aku tak pernah punya perasaan padamu, aku hanya menganggapmu adik dan memaklumi segala kebaikanmu tapi jangan pernah kau melewati batas." Surya beranjak dari tempat duduknya. Mengambil kamera tersembunyi dan perekam suara miik Shera.

Ia melempar barang-barang itu hingga jatuh berserakan di lantai. "Memangnya kau siapa sampai kau berani memata-mataiku!" seru Surya kesal. "Bawa barang-barangmu ini, aku tak mau kau ke sana kemari mengganggu privasiku, kau bukan Nyonya di rumah ini."

Shera berdiri dengan tubuh bergetaran, segera pergi tanpa peduli dengan benda mata-matanya. Amarah Surya akhirnya meluap juga, sungguh kesal dengan tindakan Shera yang keterlaluan.

Pintu kerja diketuk. Dona datang menghampiri dengan seorang pelayan pria untuk membersihkan lantai. "Tuan apa sudah saatnya memecat Shera?" tanya Dona.

"Jangan dulu. Kita harus memaksa Shera untuk mengaku perbuatamnya lalu kita bisa memecatnya. Tanpa ada bukti, bisa saja nanti dia mencermarkan nama baikku."

"Baik Tuan. Saya akan awasi dia."

"Besok pagi sebelum Bulan bekerja, minta dia menemaniku minum teh di kebun. Aku harus membicarakan sesuatu dengannya," lanjut Surya.

Di dalam kamar Bulan baru saja bersiap tidur menerima sebuah pesan dari Dona. Darah Bulan berdesir hebat, apa hal yang ingin dibicarakan oleh Surya. Semoga saja sebuah persetujuan mengikuti lomba.

***

Keesokan hari setelah sarapan Bulan datang menemui Surya. Dia berusaha untuk tetap terlihat tenang. Dengan membawa nampan teko dan makanan ringan, Bulan berjalan menyusuri taman bunga.

Bulan memberikan senyuman ketika dia berdiri di hadapan Surya. "Duduk." Bulan patuh dengan meletakkan kopi di depan Surya lalu duduk di sampingnya.

"Ayo kita langsung saja pada intinya. Aku mengundangmu ke sini karena aku ingin membuat Shera cemburu lalu aku mau kau mengikuti lomba itu."

Bulan mengerjapkan mata sesaat mencerna ucapan Surya sebelum akhirnya tersenyum lebar. "Apa itu artinya aku bisa fokus dengan lombanya?" tanya Bulan masih dengan senyum mengembang.

"Tentu, kau bisa melakukannya tapi kau harus janji untuk langsung pulang begitu acara selesai. Kita harus mendapatkan bukti agar membawa Sherly ke penjara."

"Terima kasih Tuan, aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Aku akan bersiap-siap sampai jumpa setelah lomba selesai." Surya mengangguk. Bulan melangkah pergi sedang Surya tampak lesu. Beberapa hari harus dilewati sendiri tanpa Bulan. Hanya izin ini saja yang bisa membuat asisten pribadinya itu tampak senang.

Surya menyeruput kopi. Menarik napas dalam-dalam. Sebuah surat mendadak berada di mejanya sekarang. Surya menengadah melihat seorang wanita yang dekat dengan Bulan akhir-akhir ini. "Tuan, ini adalah surat resign saya. Saya mau memperdalam ilmu saya dalam dunia model."

Putri Malam(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang