Yana berdehem keras dan menyadarkan Bulan dari lamunan. "Nyonya? Apa mau bertemu dengan Tuan?" Wanita paruh baya tersebut menggeleng.
"Justru saya mau bicara dengan anda, apa punya waktu?" tanya Yana.
"Iya Nyonya tapi saya harus taruh dulu nampannya," balas Bulan sopan.
"Kalau begitu saya tunggu di taman belakang." Yana pun pergi dari tempat itu sementara Bulan lekas beranjak ke dapur.
Setelah melihat penampilannya baik-baik gadis itu menghampiri Ibu dari majikan. Ketik dekat dia memelankan langkah dan berdiri tepat di samping wanita paruh baya itu.
"Kenapa kamu diam? Ayo duduk dekat denganku," pinta Ibu Surya.
"Tidak Nyonya, lebih baik saya berdiri saja." Mendengar ucapan Bulan, Yana tersenyum.
"Tak usah sungkan-sungkan, lagi pula kita di sini hanya berdua duduk saja," pinta Yana sekali lagi. Kali ini Bulan mengiyakan meski waswas.
"Bulan di sini sudah lama?" tanya Yana memulai percakapan.
"Belum lama Nyonya, masih terhitung beberapa bulan,"
"Benarkah? Kalau begitu apa Surya memperlakukanmu dengan baik?"
"Iya, dia sangat baik kepada saya." Ada senyuman ketika Bulan berkata.
"Dia pasti menyusahkanmu setiap saat, maafkan kalau putraku melakukan kesalahan."
"Nyonya tidak perlu meminta maaf sebab tidak ada yang dilakukan oleh Tuan Surya," sergah Bulan cepat.
"Tapi buktinya dia menamparmu karena emosi sama saja dia membuat kesalahan," sahut Yana.
Bulan tidak bisa mengatakan apa pun lagi hanya menggigit bibir. Perkataan sang Nyonya besar itu benar walau Surya tak sengaja.
"Tidak apa-apa Nyonya saya bisa mengerti. Ini juga bukan sepenuhnya salah Tuan," ujar Bulan pelan.
Yana lalu menghembuskan napas panjang. "Tapi saya senang setidaknya saat insiden itu terjadi dia bisa tenang dan tak melakukan kekerasan lagi. Jujur saya sendiri sebagai Ibunya tidak mengerti kenapa Surya bisa melakukan hal tersebut,"
"Namun semua sudah terjadi tidak ada yang bisa dilakukan selain menunggu Surya untuk berubah dengan sendirinya dan saya berharap kalau kamu bisa mendampinginya. Kamu mau tidak?"
Dalam hati sebenarnya Bulan tak yakin untuk mengiyakan pertanyaan Yana. Menurutnya sendiri ia adalah orang yang ceroboh dalam pekerjaan mendampingi seseorang seperti Surya membuat gadis itu harus berpikir dua kali.
"Nyonya, terima kasih atas kepercayannya tapi jujur saya kurang yakin lalu tanggung jawab yang anda berikan sangatlah besar kepada saya. Kenapa Nyonya bisa sangat percaya pada saya?" tanya Bulan tak mengerti.
"Entahlah mungkin perasaan saya saja tapi saya yakin dia akan mendengarkanmu." Tatapan penuh harap diberikan pada gadis itu dan tanpa bisa menolak dia menganggukan kepala.
Pembicaraan mereka berakhir dengan mereka berpisah di taman tersebut sementara Surya bersama Safwan melihat keduanya dari kejauhan.
"Ayo kita pergi," pinta Surya. Lekas Safwan menuntun lelaki itu untuk masuk ke dalam. Saat malam hari tepat setelah makan malam, Yana belum tertidur sementara sang suami telah berbaring dalam keadaan mendengkur pelan.
Suara ketukan menyita perhatian wanita paruh baya tersebut dari ponsel lalu berucap masuk. Dari arah pintu masuklah Surya yang tertatih-tatih dan dengan cekatan Yana memegang tangan putranya untuk membantu.
"Ini sudah malam kenapa belum tidur?" tanya Yana begitu Surya berhasil duduk.
"Apa Mama akan marah?" Surya balik bertanya. Lantas Ibunya tersenyum kemudian menggeleng.
"Kau kenapa menemui Mama? Apa kau merasa kesakitan atau mau dibantu perban lukanya?"
"Tidak," jawab Surya singkat.
"Lalu apa?"
"Aku cuma mau tanya apa yang kalian bicarakan sore tadi," ungkap pria itu jujur.
"Tidak ada Surya, Mama cuma ingin Bulan menjaga kamu saja dan memperhatikanmu ketika kau bertindak kelewatan jika terjadi sesuatu maka Mama akan langsung dihubungi." Kening Surya mendadak terangkat, dia tak dapat langsung percaya atas perkataan sang Ibu.
"Tapi ada satu hal yang perlu kamu ketahui ... Ibu suka sama Bulan," lanjut Yana dengan senyuman yang setia menghiasi bibirnya.
Raut wajah sang putra berubah seketika menjadi tertegun. "Benarkah?"
"Ya, dia gadis yang baik dan pastinya kamu suka sama Bulan, Mama benar, kan?" Yana tak bisa menahan tawa gelitiknya ketika Surya tak bisa menutup semburat rona di pipi.
"Mama akan selalu dukung keputusanmu termasuk hubungan percintaan asal kau juga harus berjanji untuk mengubah tabiat burukmu, bagaimana?"
"Baiklah, aku berjanji tidak akan melakukan hal buruk lagi ... aku akan berusaha. Mama soal Papa—"
"Jangan khawatir, Mama tidak akan beritahu tentang perasaanmu pada Bulan. Kau bisa mempercayai Mama." Mendengar janji dari Yana membuat Surya lega. Setelah berbincang sedikit lelaki berusia 20 tahunan tersebut keluar.
Meski wanita itu hendak membantu agar sampai ke kamar pria bermata hazel tersebut menolak dan mengatakan bisa sendiri dengan menopang diri sendiri menggunakan tembok.
Berulang kali meyakinkan akhirnya Yana mengalah lalu menutup pintu ketika punggung Surya menjauh. Kontan dia menghentikan langkah dan sosok Bulan mendekat.
Rupanya gadis itu setia menunggu sang majikan keluar. Ia sendiri juga yang membawa Surya ke kamar orang tua. "Terima kasih sudah menunggu, ayo antar aku ke kamar," pinta Surya dan Bulan segera menggapai lengan milik tuannya kemudian menuntun kembali ke kamar.
Sampai di sana Bulan hanya mengantar dari luar saja. Kembali lagi si majikan mengucapkan terima kasih dan hanya ditanggapi dengan senyum lalu pergi tanpa mengucapkan sepatah kata. Dalam hati Bulan begiru senang sebab Surya berbicara pada Nyonya besar tak peduli mengatakan apa namun jika itu membuat mereka makin dekat maka sudah menjadi kepuasan tersendiri baginya.
❤❤❤❤
See you in the next part!! Bye!!

KAMU SEDANG MEMBACA
Putri Malam(END)
Romance"Tuan, apa anda mau menambah kopi anda?" tanya Rembulan pada Surya. "Tidak usah, aku harus menghabiskan ini baru aku meminta kau membuatkannya lagi. Lebih baik kau duduk di sini saja." Bulan terpaku beberapa saat dan duduk dengan canggung di samping...