"Bulan!" Surya menatap Bulan penuh cemas. Tangannya langsung terulur membelai bekas tamparannya sendiri pada pipi gadis itu.
"Maaf," lanjut Surya bernada lirih. Dia lalu menoleh pada Safwan—perawat pria yang dibayar untuk mengurus Surya. Pemuda berkacamata itu juga terlihat syok dan tetap mempertahankan ekspresinya sampai Surya menghardik.
"Hei kau!" Safwan terkejut dan memandang pada Surya.
"Buat dirimu berguna, ambil kacamata itu dan cari kotak P3K. Cepat!!" lanjut Surya berseru. Sontak Safwan pun mengambil kacamata Bulan untuk memberikan pada pasiennya lalu pergi mencari kotak P3K seperti yang diperintahkan.
"Ayo kita ke tempat lain," kata Surya serya memegang lengan Bulan. Pria itu ingin membawa Bulan ke tempat lain tapi asisten pribadinya itu tak bergerak malah menahan dengan cara mencengkram erat tangan Surya. Secara otomatis Surya mengalihkan pandangan ke arahnya dan tiba-tiba saja Bulan menunduk.
"Saya minta maaf Tuan." Jelas hal ini membuat Surya tak mengerti. Bulan meminta maaf untuk apa?
"Sebenarnya saya yang mengusulkan agar Tuan dirawat oleh perawat profesional kepada Bu Dona supaya anda bisa lebih cepat sembuh. Saya minta maaf kalau tiba-tiba saya membuat keputusan tanpa sepengetahuan anda," tutur Bulan berbohong.
Takut? Jelas! Tapi Bulan hanya memikirkan cara itu saja demi membantu Bu Dona dan dia akan menerima konsekuensi yang ada jika Surya tahu.
Bulan tetap menunduk tanpa mau melihat langsung majikannya sedang pria itu memandang Bulan penuh intimidasi sejenak. Dia kemudian melempar pandangan pada para pelayan dan menyuruh agar mereka pergi.
Surya sekali lagi menarik lengan Bulan, memaksa gadis itu untuk mengikutinya meski akhirnya Bulan harus membantu Surya untuk berjalan.
Ruang keluarga yang letaknya tak jauh dari ruang tamu menjadi tujuan mereka berdua. Surya mendudukan Bulan di samping sambil terus melihat bekas kemerahan di pipi gadis itu.
"Di mana sih perawat itu? Kenapa cari kotak P3K-nya lama sekali!" gerutu Surya kesal sedang Bulan cuma bisa tertawa hambar.
"Apa sakit?"
"Tidak Tuan." Akhirnya Safwan datang juga dengan kotak P3K yang berada di tangannya. Surya menerima kotak tersebut dengan sigap dan mulai mencari salep.
Sementara Safwan hanya melihat mereka berdua dengan diam namun entah kenapa Surya merasa tak enak akan kehadiran pria muda itu. Singkatnya Surya butuh privasi untuk berbicara berdua.
"Safwan, kenapa kau ada di sini? Pergi aku mau bicara empat mata dengan Bulan."
"Baik, saya akan pamit dan saya juga akan melaporkan jika anda tak membutuhkan saya di sini. Saya permisi dulu," pamit Safwan lalu melangkah pergi.
"Safwan," panggil Surya lagi. Lelaki yang memiliki profesi sebagai perawat itu berhenti dan menoleh pada Surya.
"Tetaplah di sini, aku mau kau yang merawatku sampai aku sembuh. Lagi pula Bu Dona sudah membayar perusahaanmu jadi uangku tak akan ada artinya jika kau tak melayaniku," lanjut Surya memberi penjelasan.
Safwan tertegun sebelum akhirnya mengucapkan terima kasih kepada Surya. Sesudahnya Safwan pergi meninggalkan Surya dan Bulan sendirian.
Rasa canggung dirasakan oleh mereka berdua tetapi hal itu tak menyurutkan langkah Surya untuk mengobati luka Bulan.
"Tuan sudah cukup salepnya," kata Bulan. Dia mengalihkan pandangan pada Surya namun pria itu juga menatapnya dari jarak yang sangat dekat.
Otomatis Bulan terperanjat kaget, semburat merah muncul di sepasang pipinya. Lantas tak betah berlama-lama, Bulan membuang muka agar majikannya itu tak melihat wajahnya yang merona.
"Bulan kenapa kau berbohong?" tanya Surya secara mendadak.
"Bo-bohong soal apa?" Bulan balik bertanya dengan nada yang gugup. Dia masih berusaha menenangkan jantungnya yang masih berdebar kencang.
"Bohong soal ucapanmu tadi. Sebenarnya bukan kau yang mengusulkan untuk aku di rawat orang lain bukan?" tanya Surya mengintimidasi dan hal ini menciptakan rasa tak nyaman untuk Bulan.
"Saya tidak berbohong! Bukti apa yang membuat anda mengira saya berbohong?!" Pria itu tak langsung menjawab. Dia kemudian memegang kedua pipi Bulan dengan satu pipi dan mengarahkan wajah Bulan untuk melihatnya.
"Bulan kalau kau berbohong kau tidak berani menatapku ... kau takut jika aku mengetahui kau berdalih. Aku benar, kan?" ucapan Surya membuat Bulan tak bisa berkata apa-apa lagi.
Apakah dia akan dihukum?
"Tenang saja aku tak akan menghukumku kok, tapi kenapa kau berbohong? Apa karena kau ingin menyelamatkan Bu Dona?" tanya Surya namun lidah Bulan terasa kelu dan hanya memandang nanar pada majikan itu.
Surya menghembuskan napas panjang lalu menjauhkan tangannya dari pipi Bulan. "Kau naif Bulan. Bu Dona menghalangi pekerjaanmu tapi kau tetap saja menyelamatkannya dari amukanku. Apa kau tidak pernah bersikap kejam sedikit?" Dari nadanya terkesan Surya kesal atas tindakan yang dilakukan oleh asisten pribadinya.
"Tuan maaf kalau tindakan saya membuat anda kesal tapi saya tidak mau tinggal diam jika seseorang terluka karena saya terlebih Ibu Dona. Walau Bu Dona menghalangi pekerjaan saya tetap saja Bu Dona pernah bersikap baik kepada saya jadi mungkin insiden sebagai balas budi," tutur Bulan panjang lebar.
"Lagi pula saya juga merasa apa yang dikatakan oleh Bu Dona ada benarnya. Tuan dan saya tidak seharusnya dekat sebab saya cuma asisten pribadi anda tak lebih. Saya tidak punya hak untuk merawat Tuan," lanjut Bulan lirih
"Lalu menurutmu siapa yang berhak merawatku?"
"Perawat dan juga istri masa depan anda," jawab Bulan lugas. Surya mengerjapkan mata sebentar dan mencondongkan tubuhnya dekat pada Bulan. Sontak Bulan menggeser tempat duduk, dia kembali merasakan debaran jantung dan kali ini lebih cepat.
"Bulan, kenapa kau tidak jadi istriku saja?" Surya tetap memandang Bulan tenang sementara gadis itu membuka mulutnya sedikit sebab terkejut. Mencoba berpikir kalau dia yang salah mendengar Bulan pun melempar sebuah pertanyaan.
"Ma-maaf Tuan saya tak mendengar dengan baik? Apa yang anda katakan?"
"Jadilah istriku!" perintah Surya tanpa berbasa-basi.
❤❤❤❤
See you in the next part!! Bye!!

KAMU SEDANG MEMBACA
Putri Malam(END)
Romance"Tuan, apa anda mau menambah kopi anda?" tanya Rembulan pada Surya. "Tidak usah, aku harus menghabiskan ini baru aku meminta kau membuatkannya lagi. Lebih baik kau duduk di sini saja." Bulan terpaku beberapa saat dan duduk dengan canggung di samping...