Akhirnya Bintang pulang sendiri dengan memakai taksi dan sepanjang perjalanan, gadis itu menangis sedih. Si sopir cuma bisa melihat sesekali pada cermin mobil. Tak lama mobil berhenti di depan kediaman Alexander. Rumah Surya.
"Kita sudah sampai mbak." Bintang lalu merogoh dompet dan memberikan bayaran sesuai harga.
"Tunggu sebentar mbak." kata si sopir pada Bintang yang hendak keluar.
"Ada apa lagi?" ketus Bintang. Si sopir memberikan sapu tangan pada Bintang sambil berucap.
"Mbak terima ini." Bersungut-sungut Bintang menerima sapu tangan si sopir. Tak lupa dia mengucapkan terima kasih.
"Kenapa kau melakukan ini padaku?" tanya Bintang tiba-tiba.
"Maaf saya tak mengerti maksud mbak,"
"Kenapa anda bersikap baik kepada saya padahal anda tak kenal saya."
"Bukankah semua orang bisa berbuat baik ya pada siapa saja? Saya kasihan pada anda jadi tidak salah, kan?" Bintang mengangguk. Masih dengan bersungut-sungut dia mengeluarkan uang untuk diserahkan kepada si sopir.
"Nggak mbak saya ikhlas kok." Bintang lalu menarik uang itu kembali dan keluar.
"Sekali lagi terima kasih." Mobil taksi tersebut pergi dan Bintang langsung masuk menuju kamarnya. Ketika sedang berjalan dirinya berpapasan dengan Bulan. Gadis itu gelisah.
"Nona Bintang, syukurlah anda pulang dengan selamat." Bintang tak membalas malah langsung pergi begitu saja meninggalkan Bulan.
Akan tetapi Bulan berjalan mengikutinya membuat Bintang merasa sebal namun dia diamkan saja sampai ke kamar yang dirinya pakai.
"Nona, apa anda baik-baik saja?" tanya Bulan sopan. Raut wajahnya menampakkan kekhawatiran ketika menatap Bintang.
"Ya, aku baik-baik saja. Jangan ganggu aku!" Bintang lantas meraih kenop pintu kamar, dirinya mau masuk secepatnya demi menghindari Bulan
"Saya hanya ingin minta maaf." Raut wajah Bulan mendadak berubah sendu dan hal itu sukses membuat Bintang mengurungkan niatnya.
"Minta maaf untuk apa?" tanya Bintang mendadak.
"Atas segala yang terjadi di toko butik itu."
"Untuk apa? Kau jelas tak salah. Aku yang salah karena aku terlalu cemburu," ujar Bintang bersalah.
"Bukan seperti itu Nona, saya minta maaf karena kehadiran saya membuat Nona tak nyaman. Saya hanya menjalankan tugas saya sebagai asisten pribadi Tuan saja. Tak lebih dari itu."
"Tuan sudah berjasa besar karena membebaskan saya dari pernikahan paksa dengan seorang pria tua dan saya cuma bisa membalas dengan mengejarkan tugas sebaik-baiknya. Saya tak bermaksud untuk merusak hubungan anda dan juga Tuan." Bintang terdiam sebentar sebelum akhirnya mengucapkan terima kasih karena sudah menjelaskan dan menutup pintu.
Di dalam kamar Bintang membaringkan diri, menatap langit-langit rumah sebentar sambil air matanya kembali mengalir. Tapi segera Bintang menyekanya. Sudah cukup, dia tak boleh menangis lagi.
Bintang tahu sekarang akan perasaan Surya dan sepertinya Bintang harus melupakan Surya. Sebagai langkah pertama, ada baiknya dia mengemas barang-barang.
Bintang akan pulang. "Halo, aku pesan satu tiket untuk pulang sekarang. Aku akan menunggu di bandara." Telepon kemudian dimatikan oleh Bintang disertai menutup koper.
Dia lalu bergegas keluar menuju ruang kerja Surya kala dirinya selesai menyeret koper ke ruang tamu. Pintu kerja Surya dia ketuk beberapa kali dan sayup Bintang mendengar perintah Surya dari balik ruangan.
Bintang membuka pintu, menemukan Surya seorang diri dan sibuk berkutat dengan beberapa file. "Ada apa?"
"Aku mau pamit pulang." Surya menegakkan kepala dan mata keduanya bertemu.
"Kau tersinggung dengan yang kukatakan tadi?"
"Jujur aku sangat sedih tapi aku sadar kalau aku tak bisa memaksamu untuk membalas perasaanku jadi aku memutuskan untuk pulang saja." Setelah berkata demikian, keduanya diam untuk waktu yang cukup lama. Mereka tampak asyik dengan pikiran masing-masing.
"Maafkan aku ... tapi itulah kenyataannya. Aku cuma menganggapmu sebagai sahabat atau seorang adik." Bintang yang awalnya menunduk mengangkat wajahnya. Dia mencoba tersenyum namun malah terlihat menyedihkan.
"Tak apa-apa aku mengerti, aku minta maaf karena menganggapmu jahat juga. Aku permisi dulu, kapan-kapan kita bertemu lagi ok?"
"Iya. Hati-hati di jalan." Bintang kemudian melangkah keluar dan dia berpapasan dengan Bulan. Gadis itu membawa beberapa dokumen untuk Surya.
Bulan agak terkejut melihat bekas air mata yang berada di pipi Bintang namun sebelum dia bisa menanyakan sesuatu, Bintang sudah pergi.
Bulan kemudian mengetuk pintu dan membukanya kala Surya memerintahkannya untuk masuk. "Tuan ini beberapa dokumen yang anda minta."
"Terima kasih." Bulan cuma mengangguk. Ingin melangkah pergi Bulan kembali ditahan oleh Surya.
"Bulan tolong siapkan air hangat untukku, aku mau mandi dan mengganti perbanku."
"Baik Tuan." Bulan lalu keluar dari tempat kerja Surya menuju kamar Surya untuk menyiapkan air. Dia juga tak lupa mengambil kotak P3K untuk nantinya dipakai.
"Aku merasa kasihan sekali pada Nona Bintang, padahal dia itu cocok sekali dengan Tuan Surya tapi tiba-tiba saja pulang." Langkah Bulan terhenti begitu saja. Dia kemudian mendekat beberapa langkah sekedar menguping pembicaraan kedua pelayan.
"Aku dengar dari tadi Nona Bintang dan Tuan Surya pergi keluar tapi bersama dengan Bulan. Aku rasa Bulan yang membuat mereka cekcok dan akhirnya Nona Bintang pergi."
"Benarkah? Dasar wanita itu. Ketika Bulan datang, semuanya jadi kacau. Tuan Surya selalu saja membelanya. Memangnya dia itu siapa sih? Sampai-sampai dia selalu mendapat perhatian?! Padahal dia itu cuma punya banyak utang." ucapan si wanita kemudian dilanjutkan derai tawa.
Tak ada satu pun dari mereka yang menyadari jika Bulan berada di dekat mereka. Bulan membuang napas, sedang dadanya terasa sesak.
Tentu saja dirinya sakit hati atas ucapan kedua pelayan itu namun Bulan tak mau memperpanjang masalah. Dia cuma ingin hidup aman dan damai.
❤❤❤❤
See you in the next part!! Bye!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Putri Malam(END)
Romance"Tuan, apa anda mau menambah kopi anda?" tanya Rembulan pada Surya. "Tidak usah, aku harus menghabiskan ini baru aku meminta kau membuatkannya lagi. Lebih baik kau duduk di sini saja." Bulan terpaku beberapa saat dan duduk dengan canggung di samping...