Tidak Bisa Keracunan

412 40 4
                                    

"Tuan, kenapa anda tidak bergabung dengan mereka?" tanya Bulan tiba-tiba. Pandangan wanita itu melihat ke lantai dansa.

"Tidak, aku mau di sini saja," balas Surya santai. Bulan lalu mengalihkan perhatian kepada sang majikan. Berbeda dengan nada bicaranya, dia terlihat sibuk mengawasi sekitar.

Jika diteliti lagi maka bisa dilihat jika para pria kadang kala menatap Bulan yang dikenal mereka sebagai Putri dan cuma pandangan menusuk dari Surya berhasil mengancam agar tak mendekat.

"Jangan khawatir Tuan, aku sudah berlatih sebaik mungkin." Surya tak mendengar. Pria itu cukup sibuk dengan kegiatannya.

Ihsan melihat mereka dari sisi lain. Lebih tepatnya kepada Putri. Ia sungguh tak menyangka jika wanita incaran Surya jauh melebihi ekpektasi dan cocok untuk menjadi target.

Tampangnya tampak polos pastilah Putri belum pernah disentuh. Ihsan menyeringai. Dia menghisap lagi batang rokok yang ada di jemari lalu memanggil dua wanita tidak jauh darinya.

"Ada apa manggil kami?" tanya salah seorang wanita bernama Lia.

"Kalian lihat pria gagah duduk di sana?" Ihsan menunjuk sosok Surya dan Bulan.

Lia dan temannya membuang napas panjang. "Ihsan, kamu tahu kan sifatnya Surya seperti apa?"

"Dia itu tidak mudah didekati, kami saja yang sudah berapa kali bertemu tak pernah disapa," lanjut Lia.

"Tapi aku mau membayar banyak, usahakan saja untuk berbicara dan pastikan dia minum atau membuat dia pergi menjauh dari wanita yang ada di sampingnya." Lia mendecak.

Ihsan kemudian memberikan sejumlah uang berwarna merah ditambah dengan satu gelas berisi wiski. Kendati ada perasaan tak enak tapi Lia akan melakukannya.

"Hai Surya, bagaimana kabarmu?" tanya Lia ramah.

Surya menengok sebentar kepada Lia lalu berganti ke arah Ihsan. "Aku baik-baik saja. Ada apa?" tanya Surya langsung pada inti. Jujur dia tak suka diganggu seperti keadaan sekarang.

"Ihsan dia mau memberikanmu minuman ini." Kening Surya mengkerut. Tidak biasanya, Ihsan begitu baik.

"Terima kasih," ucapnya sambil mengambil gelas dari Lia sedang tangan lain sibuk mengotak-atik ponsel.

Ihsan kembali diperhatikan dan jelas pria itu menyadarinya. Tersenyum, Ihsan mengangkat gelas lalu meminum hingga tandas. Surya melakukan hal itu juga.

Tapi majikan dari Bulan itu berdiri. "Kau tetaplah di sini, aku mau pergi ke toilet." Segera setelah berkata demikian tanpa menunggu jawaban dari Bulan, Surya pergi.

Tinggallah Bulan seorang diri membuat Ihsan tersenyum lebar. Dia menyisir rambutnya ke belakang menggunakan tangan. Ketika mau menghampiri tiba-tiba ada seorang pelayan teledor menyiram jasnya dengan jus.

"Astaga! Tuan aku minta maaf," ucap si pelayan spontan. Ihsan melotot langsung pada gadis itu, mendengus kasar. Ingin rasanya menyumpah serapah pelayan tapi sebagai tuan rumah dia tak mau merusak mood.

Ihsan lalu bergegas ke toilet sesaat setelah melihat Bulan yang tengah berbincang dengan seorang wanita penghibur di sana. Satu hal yang tak diperhatikan, si pelayan mengikutinya sampai ke toilet.

Begitu Ihsan masuk si pelayan langsung mengunci pintu dan kembali ke pesta. Sedang di dalam toilet, Ihsan terperanjat akan kehadiran Surya yang mencuci tangan.

Dia ingat kalau Surya juga pergi ke toilet jadi dengan tenang Ihsan mendekat, mengambil handuk dan membuatnya basah untuk di lap pada kemeja.

Diam-diam ia melihat Surya. Kedua alis miliknya menyambung. Kenapa sampai sekarang Surya baik-baik saja?

"Kau tahu dari tadi aku mimisan anehnya itu hanya terjadi saat aku makan makanan kadaluwarsa atau tak sengaja aku makan kacang. Kau masih ingat, kan kejadian itu?" tanya Surya sekonyong-konyongnya.

"Tentu, kau juga mimisan saat keracunan air minum." Ihsan terus menyeka kemejanya putihnya tapi mendadak mata pria itu melebar. Gerakan tangan berhenti seiring melihat bayangan Surya di pantulan cermin menatapnya tajam.

"Apa yang kau taruh di wiski itu?" tanya Surya. Nadanya terkesan mengancam.

"I-itu ...." Ihsan tak berkutik saat Surya menyerang dengan kepalan tangan tepat di wajah dan beberapa pukulan disertai tendangan mendarat di sekujur tubuh. Tak ada yang tahu terjadi perkelahian berkamuflasi dengan suara musik keras.

Di sofa Bulan resah. Bukan karena tatapan mesum dari para pria melainkan Surya sudah lama di kamar mandi. "Jangan khawatir, dia sedang sibuk nanti juga akan datang." Bulan menoleh ke sumber suara.

Seorang wanita dengan riasan tebal, berpakaian minim sekaligus merokok tersenyum ke arahnya. Bulan tidak merespon membuat wanita yang berada di sampingnya itu melanjutkan ucapan yang setengah. "Kata pacarku, Surya dan dia adalah keluarga."

Munculah pelayan yang dari tadi, seorang wanita lebih muda dari mereka. Dia menaruh dua gelas jus alpukat di meja dan berkata mendadak, "Kau tak usah khawatir, kami akan menjagamu."

Segera setelahnya si pelayan pergi meninggalkan mereka berdua. "Dari tadi itu Syifa, kami adalah soulmate dan aku Jessica. Siapa namamu?" tanya wanita bernama Jessica sambil mengulurkan tangan.

"Aku Bu ... maksudku aku Putri, senang berkenalan denganmu." Walau mereka saling berjabat tangan, mata Bulan mengedarkan pandangan tak mau melihat ke arah si kupu-kupu malam.

"Santai saja sayang, aku bukan orang jahat dan sikapmu padaku membuat perasaanku terluka," ungkap Jessica blak-blakkan.

"Maaf hanya saja aku baru berada di situasi yang asing." Kali ini Bulan bisa menatap wajah Jessica.

"Aku bisa mengerti asal jangan lakukan itu lagi di depan orang asing mengerti?" Bulan mengangguk sebagai jawaban. Wanita muda itu agak tenang tapi mendadak seseorang merangkul serta mengusap lengannya.

Bulan sontak menoleh mendapati pria asing tersenyum lebar. Giginya yang tak teratur menambah keseraman dari tindakan si pria asing. Syifa hendak menghampiri tapi tangannya langsung disentuh oleh Jessica.

Dia menggeleng saat Syifa menatap. Seperti yang dikatakan oleh Surya, mereka tidak boleh ikut campur ketika Bulan didekati dengan berani karena sekarang itu adalah urusan Bulan sendiri.

❤❤❤❤

See you in the next part!! Bye!!

Putri Malam(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang