Follow akun wp ku dulu yuk, supaya dapet notif update nyaa!
Vote dan komen nya jangan sampe ketinggalan🫂
–oOo–
"Ayah?" panggil Aleona dengan suara khas bangun tidur. Ia yang baru saja bangun dan tidak mendapati sang Ayah di sampingnya lagi. Aleona tetiba sedih mengingat Ayahnya pasti sudah kembali seperti semula. Membenci dirinya.
Aleona melirik jam dinding di ruangan tersebut yang menunjuk pukul tengah tujuh. Aleona lantas bangkit dari ranjang dan keluar dari kamar tersebut dan langsung menuju kamarnya untuk mandi, juga untuk berangkat ke sekolah.
Lima belas menit ia habiskan untuk bersiap. Lalu, gadis kecil itu menuju meja makan dan mendapati sang Ayah yang tengah sarapan.
"Hai, Ayah?" sapanya. Namun, Raynold tidak menyahut ataupun membalas sapaan tulus tersebut. Aleona hanya bisa tersenyum kecut. Sudah hal biasa sebenarnya jika Raynold mengabaikannya.
"Cepat makan makananmu!" titah Raynold tanpa diminta mendekatkan menu ke depan Aleona. Melihat itu Aleona dengan semangat untuk makan.
Padahal, ia ingat betul hari lalu dimana Raynold menolak mendekatkan piring dan malah menyuruh Aleona keluar dari kursinya untuk meraih piring tersebut. Bukankah itu perubahan yang menggembirakan?
Setelah usai sarapan, keduanya berangkat. Raynold juga tidak buka suara di dalam mobil dan hanya diam seperti biasa walau Aleona banyak bicara. Bercerita apa yang mengganjal di dalam hatinya.
"Ayah tahu? Aku punya teman yang tidak punya orang tua. Sama sekali tidak punya, orang tuanya sudah meninggal dan dia dirawat Bibinya. Ayah tahu, Bibinya itu sangat menyayanginya dan baik sekali. Enak, ya? Dia bilang, dia banyak yang menyayanginya."
Sama sekali bukan topik yang menarik, pikir Raynold.
Namun, tidakkah Raynold mengerti maksud dari ucapan Aleona? Secara tidak langsung Aleona menyindir Raynold. Bagaimana bisa seorang Ayah membenci Anaknya dan selalu membuat menangis? Sementara temannya mendapat kasih sayang dari orang yang bukan orang tua kandungnya.
Aleona hanya ingin menyadarkan sang Ayah bahwa perlakuannya itu tidaklah baik. Akan ada hari esok untuk menyesali semuanya.
Dan selama Aleona bicara panjang lebar, tak satu pun direspon oleh Raynold. Sedari tadi mulutnya itu terus mengatup tanpa bergerak. Hingga mereka sampai di sekolah, Raynold terus diam dan bahkan mengacuhkan ucapan pamit Aleona.
Hati anak itu terlalu besar membuatnya masih bisa tersenyum walau perlakuan Raynold sungguh menyayat hati. Ia percaya bahwa Raynold akan luluh suatu hari nanti. Berubah itu butuh proses, Aleona pernah dengar itu dari gurunya.
"Dadah, Ayah! Hati-hati, ya! Aku menyayangimu."
Raynold memandangi Aleona yang berlari masuk kedalam gedung sekolah. Untuk pertama kalinya Raynold tersenyum walau tipis. Ia merasa hangat mendengar kata Aleona yang mencintainya.
Dia adalah pria bodoh. Pria yang sangat bodoh. Bagaimana bisa ia menyia-nyiakan cinta seorang wanita yang begitu tulus demi sebuah luka hati yang tercipta di masa lalu yang masih sangat membekas sampai saat ini.
Harusnya ia bisa mengobati luka hati itu dengan kembali membuka hati untuk perempuan yang sekarang menjadi putrinya. Putri kecil yang selalu mencintainya, tidak akan pernah mengkhianatinya sampai dunia berakhir
* * *
Seperti biasa, Aleona akan menghubungi Raynold untuk di jemput ke sekolah. Namun, kali ini jawaban Raynold tetap sama. "Pulang saja sendiri seperti biasa atau bisa naik bis, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, Dad!
General FictionGadis kecil yang menginginkan kasih sayang dari ayahnya, mengharapkan cinta dari sang ayah. Ia terlahir sebagai anak perempuan cantik dengan senyumannya yang manis. Namun, ia di takdirkan sebagai anak broken home yang menjadi korban dari suatu perm...