Hai Haii kembali bersama sapiraa disinii!
Selamat membaca ya
dan inget selalu tinggalin jejak kalian setelah membaca! 🌷–oOo–
Raynold melamun dan acuh akan panggilan anak kecil yang sudah merasa jengkel. Entah sudah berapa kali Aleona mengetuk pintu dan memanggil sang ayah, tetapi tak kunjung ada respon. Sehingga anak itu menerobos masuk ke ruang kerja Raynold yang gelap gulita, hanya ada setitik cahaya dari layar laptop yang menyala. Aleona dapat merangkum wajah Raynold dengan tatapan kosong.
"Ayah?" panggil Aleona, akhirnya Raynold tersadar. Pria itu lekas menoleh dengan tatapan terkejut. Lantas ia segera bangkit dan menyalakan lampu. Cahaya menguasai ruangan, Aleona yang kecil jadi tampak dengan raut wajah dingin.
"Ale, sejak kapan kau di sini? Kau mengagetkan Ayah, tahu?"
"Ayah kenapa? Ayah sakit?" tanya Aleona sarkastis alih-alih menjawab Raynold. Gadis cantik itu mendekat ketika lengan Raynold terbuka menyambutnya ke dekapan hangatnya.
"Ayah kenapa?" Ulangnya.
Terdengar kekehan lembut dari belahan bibir Raynold, mengecup pipi sang putri beberapa kali lalu membawa duduk ke kursi kebesarannya dengan Aleona yang duduk di pangkuannya.
"Ayah tidak apa, memangnya kenapa?"
"Beberapa hari ini aku melihat Ayah melamun. Apa pekerjaan Ayah terlalu banyak?" Aleona mendekap Raynold dengan erat, menempelkan kepala pada dada bidang sang ayah yang begitu nyaman.
"Ya, pekerjaan Ayah banyak, sayang. Tapi, tenang saja, Ayah akan membereskan semuanya dengan baik. Jangan khawatirkan Ayah, oke?"
Aleona mengangguk di dekapan Raynold. Senyuman Raynold terbit tatkala Aleona dengan polosnya mau mengerti. Begitu banyak rahasia yang Raynold tutupi supaya anak itu tidak merasa sedih kelak.
"Ayah," panggil Aleona, lantas membuat Raynold menunduk sebagai respon ia mendengar panggilan anak itu.
Setelah Raynold tersenyum Aleona kembali buka suara, "Itu," serunya sembari menunjuk kearah jendela. Raynold mengerut dahi bingung dan masih menunggu Aleona melanjutkan, "Itu yang menculikku waktu itu, aku pernah melihatnya bersama Ibu."
"Maksudnya?" Raynold tampak bingung. "Kau yakin wanita itu adalah wanita yang sama sewaktu kau diculik?"
"Iya. Aku masih ingat wajahnya. Dia cantik, rambutnya sebahu berwarna cokelat, senyumannya manis dan.. dia baik."
"Hah? Baik? Dia sudah menculikmu dan kau masih tetap bilang dia baik? Ale, kau sadar dengan apa yang kau katakan barusan?" cecar Raynold. Wajar kalau ia merasa Aleona sedikit ngawur. Mana mungkin bisa seorang penculik dikatakan baik?
"Bibi itu memang baik, Ayah," keukeuh Aleona. Ia ingat betul bagaimana gadis yang menculiknya memperlakukan ia dengan baik.
* * *
Aleona mematikan sambungan telepon dengan sang ayah, dimana Raynold menolak secara halus untuk menjemput. Hingga hujan tiba, Aleona masih berada di halte tanpa mantel yang menghangatkan tubuh dinginnya.
Tak berselang lama, seorang wanita yang Aleona yakini masih gadis datang dan menawar mantel tebal miliknya. Aleona tidak enak hati hingga ia memiliki ide untuk berbagi dengan cara ia menompang ala anak koala dibalut mantel hangat gadis itu.
Sampai-sampai Aleona tertidur di gendongan gadis yang menolongnya, namun Aleona salah ketika ia terbangun dan salah menafsirkan bahwa yang ia sebut bibi penolong ternyata hanya motif saja untuk menculiknya.
Tetapi, yang membuat Aleona heran, ia di tempatkan di sebuah ruangan kecil yang nyaman, makan dan minuman yang enak, begitu nyaman untuk sebuah kasus penculikan anak. Namun, Aleona semakin percaya tatkala pintu ruangan itu terkunci dan tidak dibukakan walau ia sudah keras meminta tolong.
Aleona menangis di pojokan, meminta tolong pada sang ayah agar diselamatkan walau ia tahu Raynold tidak akan mendengarnya saat ia hanya bergumam. Tak lama, deritan pintu terdengar, daun pintu terbuka dengan menampilkan sosok gadis yang sekarang menjadi penculiknya. Aleona takut dan mencoba untuk tidak disentuh dan disakiti.
Namun, suara lembut dan tenang gadis itu membuat Aleona lebih tenang, "Aku tidak akan menyakitimu, kau hanya perlu diam hingga bantuan datang. Kau akan keluar dari sini dengan aman tanpa tersakiti barang sebiji rambut saja. Aku pastikan kau keluar tanpa meninggalkan sehelai rambut di sini."
"Bibi kenapa melakukan ini? Bibi siapa? Kumohon, kembalikan aku pada Ayah, dia pasti mencariku."
"Tenang anak manis, kau akan kembali pada Ayahmu dengan selamat. Ingat, kau hanya perlu diam dan menunggu bantuan. Bantuan akan segera datang. Jadi, tidak perlu membuang energi untuk kabur, membuatmu lecet. Itu berbahaya, percaya padaku bahwa kau pulang dengan selamat dan utuh."
* * *
Aleona menceritakannya kepada Raynold sesuai dengan apa yang ia alami, lihat, dan dengar. Raynold tentu bingung, dan tidak dapat memecahkan yang menjadi tujuan dari si penculik.
Namun, sebuah asumsi telah terlintas di benak bahwa Rebecca ada kaitannya dengan penculikan Aleona. Bukti bahwa Rebecca lah yang membawa Aleona pulang dari tempat penculikan tanpa sebuah luka atau kesulitan sedikitpun.
Tidak mungkin seseorang penjahat melepaskan tawanan tanpa sebuah perlawanan untuk tujuan yang pasti. Uang. Bahkan Aleona berkata waktu mereka keluar dari tempat itu tanpa seseorang yang menghalangi, yang artinya, penculikan itu sudah direncanakan dan bodohnya Raynold tidak menyelidiki kasus itu lebih dalam.
"Ayah tidak apa-apa?" tanya Aleona membuyarkan Raynold dari lamunannya. Raynold menunduk menatap Aleona, lalu timbul senyuman pria itu.
"Tidak apa. Mau tidur bersama Ayah?"
"Apa perlu menanyakan itu? Tentu aku mau, Ayah!"
–oOo–
Pendek banget ya part kali ini?
Wkwk lgi ga mood ngetik + alur di otak kdng berubah ubah jdi agak susah nemuin ide huhuu..
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, Dad!
General FictionGadis kecil yang menginginkan kasih sayang dari ayahnya, mengharapkan cinta dari sang ayah. Ia terlahir sebagai anak perempuan cantik dengan senyumannya yang manis. Namun, ia di takdirkan sebagai anak broken home yang menjadi korban dari suatu perm...