29. Hampir Bertemu

2.5K 160 5
                                    

"Kau mengatakan sesuatu?" tanya Raynold yang dibuat bingung oleh tingkah Aleona saat ini.

Atensinya teralihkan pada pandangan yang dituju oleh Aleona. Tidak ada apa-apa, hanya memperlihatkan seorang wanita yang sedang makan bersama anak laki-laki nya. Lalu, apa yang membuat Aleona menatapnya lamat seperti itu?

Aleona tidak mengatakan apapun, ia justru menunjuk ke salah satu meja yang tak jauh dari mereka seolah tengah menunjukkan sesuatu pada Raynold.

Sontak hal itu membuat Raynold mengalihkan pandangannya kearah yang dimaksud oleh Aleona barusan. Seakan mengenali sosok tersebut, ia menyipitkan matanya guna kembali memastikan dugaannya itu benar atau salah menafsirkannya saja.

"Bibi baik yang telah menculik ku waktu itu, Ayah," gumam Aleona.

Terkejut dengan apa yang dikatakan Aleona barusan, Raynold kembali mengindahkan pandangannya kearah punggung wanita itu. Jadi wanita itulah yang sudah menculik putrinya tempo hari. Lalu, bagaimana bisa Aleona menyebut seseorang yang telah menculik sebagai 'bibi baik'?

"Dan anak laki-laki yang bersamanya itu sahabat ku, Lucio,"

Tanpa mengatakan apapun, Aleona turun dari kursinya hendak menghampiri meja yang ditempati Lucio. Namun, ia mengurungkan niatnya saat Lucio dan ibunya telah selesai makan dan berjalan keluar dari gerai makanan cepat saji itu.

Ia kembali terpaku dalam diam sebelum akhirnya membuka suara. "Lucio!" Aleona memanggilnya dan membuat si empunya sontak menoleh ke belakang.

"Aleona! Nanti kita bicara banyak di sekolah saja, ya?" sahut anak laki-laki itu dengan sedikit meninggikan nada suaranya.

Ibunya tidak sama sekali menoleh ke arah belakang. Tidak sedikitpun. Ia malah justru sedikit menarik tangan Lucio agar mau mempercepat langkahnya untuk segera keluar dari tempat itu.

Aleona hanya terdiam. Ia hanya merasa aneh dengan sikap ibu Lucio barusan tadi. Apa mungkin ia sengaja pergi supaya menjauh darinya karena takut ketahuan sebagai penculik? Pikir Aleona dengan keheranan.

Raynold yang sedari tadi hanya memperhatikan saja pun lantas menggandeng tangan mungil Aleona dengan cekatan. Kenapa ia baru menyadarinya sekarang? Mengapa tidak dari tadi saja ia menghampiri wanita penculik itu? Entahlah, pria itu bahkan tidak tahu dengan dirinya saat itu.

"Mau kemana, Ayah?" tanya Aleona.

"Kita akan mengejarnya," jawab Raynold dengan nafasnya yang memburu, ingin sekali dirinya mengetahui identitas dari penculik putrinya itu.

"Ayah mau bertemu dengan Lucio?" tanya Aleona lagi dengan mendongakkan kepalanya seraya tersenyum tipis.

"Bukan, tapi.. ah, sudahlah, kita ikuti saja mereka." Raynold bahkan tidak tahu harus menjawab apalagi dari pertanyaan Aleona, yang ada di pikirannya saat ini adalah wanita si penculik itu.

Gadis kecil itu mengangguk-anggukan kepalanya saja seolah paham dengan apa yang dimaksud sang ayah barusan. Tangan mungilnya mengenggam jari jemari ayahnya dan mengikuti arah kemana ayahnya itu membawanya.

Sudah hampir sepuluh menit mereka mencari di luar Mall lalu masuk kembali guna menemukan dua orang yang mereka cari-cari sejak tadi. Namun, semua itu hanya sia-sia. Dua orang itu terlalu cepat meninggalkan mereka.

Raynold menghentakkan satu kakinya ke lantai, meluapkan rasa geramnya yang menyeruak saat ini. Tidak peduli jika beberapa pengunjung mall lainnya akan menjadikannya pusat perhatian.

Pria itu mengusap wajahnya kasar sebelum akhirnya menghela napas panjang. Aleona yang melihat itu pun, mendongakkan kepalanya menatap sang ayah yang sepertinya tengah tersulut emosi.

Hi, Dad! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang