13. Pulang

9.6K 645 8
                                    

Jangan lupa follow akun wp ku, yaa!
Selamat membacaa 🫂💟.

–oOo–


"Aleona? Sayang!"

Aleona tersentak, kepalanya lekas mendongak karena terkejut. Walau bukan sesuai harapannya, ia tetap berhambur memeluk wanita itu. Aleona menangis ketakutan.

"Kau tidak apa-apa, kan? Ada yang luka?" cecar wanita itu khawatir.

"Tidak, a-aku benar-benar ta-takut disini," jawab Aleona sambil menangis.

"Ibu ada di sini, Ibu akan menyelamatkanmu. Kita pergi sekarang!" Rebecca menggendong Aleona dan pergi dari sana.

Entah dari mana wanita itu tahu keberadaan Aleona yang terkurung di sebuah rumah sederhana sendirian. Intinya ia senang karena bisa menemukan sang putri.

Rebecca membawa Aleona dari tempat tersebut dengan mudah tanpa sebuah hambatan seperti penyelamatan di film-film yang di televisi. Sangat mulus tetapi Aleona menghiraukannya, anak itu hanya ingin keluar dari sana lalu bertemu sang ayah yang sudah sangat ia rindukan.

"Ayah, dimana Ayah? Aku ingin bertemu Ayah!"

Mendengar hal tersebut Rebecca merasa lemas. Tidak bisakah Aleona bersamanya sekarang? Sebentar saja.

Apa keberadaan Rebecca tidak diakui oleh anaknya sendiri? Walau Aleona memeluknya ia merasa sedih juga. Aleona juga tidak memanggilnya ibu barang sekali pun. Hal itu membuat wanita dewasa itu sedih.

"Kau tidak ingin bersama Ibu? Sebentar saja?"

"Aku ingin bertemu Ayah, kau bukan Ibuku," jawab Aleona membuat Rebecca semakin merasa tidak diakui.

"Tapi aku Ibumu, aku yang melahirkanmu."

Aleona menatap Rebecca dengan teduh. Ia tidak menunjukkan bahwa ia benci dengan wanita yang berstatus sebagai ibunya itu. Aleona bahkan menyiratkan rindu tetapi sulit untuk diartikan.

"Tapi aku tidak pernah merasakan kasih sayangmu, bahkan aku tidak tahu kenapa aku ditinggalkan," cicit Aleona yang kini menunjukkan bahwa ia kecewa dengan sang ibu yang selama ini meninggalkannya tiada kabar.

"Ibu minta maaf, sayang. Ibu menyayangimu, Ibu sangat menyayangimu," sahut Rebecca yang mulai terisak. Ia seorang ibu, ia pasti akan menyayangi darah dagingnya.

"Ayahmu juga sering mengacuhkanmu, benar? Tapi kau bisa menyayanginya, kenapa Ibu tidak bisa? Manusia tidak pernah luput dari kesalahan, bukan?"

Benar. Ucapan Rebecca benar, semuanya.

Raynold pun demikian, memperlakukan Aleona dengan tidak baik tetapi Raynold beda. Pria itu masih memberikan kasih sayangnya walau tidak terang-terangan. Namun, Aleona sangat bersyukur. Jika bukan karena Ayahnya ia tidak akan bisa tumbuh sebesar itu.

Aleona terus menatap Rebecca dengan tatapan merasa bersalah. Ia adalah anak yang masih labil, wajar jika merasa bersalah walau ia yang paling tersakiti.

"I-ibu," panggil Aleona untuk pertama kalinya dan langsung memeluk Rebecca. Keduanya saling menangis dalam keterharuan. Terkhusus Rebecca yang merasa terharu dengan sang putri yang menurutnya sangat dewasa dalam berpikir.

"Maafkan Ibu, maaf sayang. Ibu sangat menyayangimu," ucap Rebecca di sela-sela pelukannya. Lalu, ia menciumi Aleona dengan kecupan-kecupan sayang dan rindu.

* * *

"Ibu tidak bisa ikut masuk, pergilah!"

Hi, Dad! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang