18. Kenapa Ibu Jahat?

6.7K 519 21
                                    

Di follow yuk akun wp ku!
Biar bisa dpt notif kalo cerita ini apdett💟

Selamat membaca yaa🌷

–oOo–

Sikap Aleona menjadi dingin. Sama sekali tidak pernah terlintas di pikirannya bahwa nasibnya sangat malang. Ia tidak pernah mengira bahwa Rebecca memperlakukannya demikian. Hatinya sakit mendengar cerita sang Ayah. Apa yang ia pikirkan sekarang? Anak yang tidak pernah diinginkan? Aleona berpikir demikian.

Anak itu menangis lagi setelah susah payah ditenangkan oleh Raynold. Aleona berpura-pura tenang saat di hadapan Raynold, tetapi setelah pria itu pergi, Aleona kembali menangis.

Ibunya pergi meninggalkan dirinya sebelum menggendong dan memberinya nama, dan Ayahnya pun baru-baru ini menyayanginya. Seperti pukulan kenyataan bahwa Aleona adalah anak yang tidak beruntung. Dirinya tidak diinginkan lebih tepatnya.

Suara tangis anak itu semakin menggema membuat Raynold kembali dan mendapati Aleona yang menangis di atas ranjang. Raynold segera berlari dan memeluk Aleona, mengusap punggung serta memberi kecupan sayang di pucuk kepala Aleona, tetapi Aleona tak kunjung menyurutkan tangisnya.

Ia semakin terisak tatkala perjuangannya selama ini hanya untuk mendapatkan kasih sayang dari sang Ayah terasa seperti hujaman bagi hatinya.

"Maafkan Ayah, sudah-sudah, jangan menangis lagi! Ayah ada di sini, Ayah akan menjagamu," seru Raynold terus-menerus. Dadanya sakit melihat Aleona menangis demikian. Tak luput mengingatkan kesalahan yang mereka perbuat dengan keji.

"A-yah, ini menyakitkan," kata Aleona dengan terbata-bata. Suaranya terdengar kecil dan serak. Matanya berlinang penuh air mata.

"Ayah minta maaf, sayang. Ayah minta maaf. Tolong jangan berkata begitu. Kita akan hidup tanpa Ibumu, kita pasti bisa melakukannya."

"Jahat. Semuanya jahat,"

Raynold bungkam, ia tidak pantas melakukan pembelaan atas dirinya sendiri. Ia sadar bahwa selama ini ia jahat terhadap Aleona. Tidak dimaafkan pun tidak apa-apa. Dirasa itu pantas.

* * *

Paginya, Raynold mengantar Aleona ke sekolah. Anak itu masih tetap sama, dingin. Tidak banyak bicara seperti biasanya. Setelah tahu masa lalunya, Aleona sedikit berubah. Sepertinya anak itu shock. Wajar saja kalau itu terjadi.

"Jangan kemana-mana, tunggu Ayah yang menjemputmu nanti, ya?" tekan Raynold. Pria itu mengecup kening Aleona lembut lalu memeluk sebentar. Namun, Aleona tidak membalasnya seperti biasa. Wajahnya datar dengan tatapan kosong nan gelap.

"Ale?" panggil Raynold. Anak kecil itu menatap biasa, artinya ia mendengar panggilan sendu sang Ayah. "Kau tidak apa-apa? Apa kau sakit? Atau kau mau ikut Ayah saja?" senyuman Aleona timbul walau tipis. Hal itu membuat Raynold sedikit lega.

"kenapa?"

"Ayah berlebihan, aku baik-baik saja. Aku akan tetap sekolah. Aku akan menunggu Ayah nanti. Menunduk!" Raynold tanpa berlama-lama langsung menunduk. "Hati-hati Ayah!" Raynold tersenyum lebar, ternyata Aleona hanya untuk menciumnya.

"Baiklah. Jangan nakal, ya! Ayah pergi dulu, dadah, sayang!"

"Dadah, Ayah!"

* * *

Senyuman Aleona tetiba luntur. Di hadapannya ada sang ayah dan juga sang ibu. Anak kecil itu membuang muka, enggan untuk mempertemukan manik. Raynold sendiri memilih berdiri di sebelah mobilnya, ingin melihat seperti apa reaksi Aleona setelah tahu yang sebenarnya tentang wanita yang ia sebut Ibu itu. Sedikit senyuman sombong terpatri di sebelah sudut bibir Raynold.

Hi, Dad! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang