upp teros smpe tamatt
kalo bisa, insyaa Allah☺🙏selamat membacaa💗
• • •
Setidaknya ada tiga orang tewas dalam insiden penembakan di jalan yang memang rawan aksi kejahatan yang terjadi disana. Warga sekitar bergidik ngeri saat melihat jalanan yang sudah bersimbah darah di mana-mana.
Pihak Polisi telah mengantongi identitas pelaku yang menembak, termasuk Raynold itu sendiri.
Saat di rumah sakit, ia telah di jemput pihak polisi guna keterangan lebih lanjut terkait kasus penembakan ini. Raynold juga termasuk saksi mata dalam insiden itu berlangsung. Namun, polisi juga memastikan jika Raynold bersalah dalam hal itu juga.
Raynold mengakui jika tindakannya itu salah. Oleh karena kepalang emosi, dengan membabi buta, ia melakukan tindakan yang salah.
Tatapannya kosong, menatap tubuh seseorang yang sudah terbujur kaku dan ditutupi kain. Seseorang yang sudah lama bekerja padanya selama 10 tahun lebih, seseorang yang sudah ia percayai, dan menganggap seperti keluarga sendiri.
Pak Leo, menghembuskan napas terakhirnya dalam perjalanan ke rumah sakit. Ia sudah banyak kehilangan darah pada saat itu, menyebabkan pihak rumah sakit tak dapat berbuat apa-apa lagi.
Kedua matanya sembab, menangisi apa yang sudah terjadi saat ini. Kehilangan pak Leo membuat perasaannya berkecamuk, seolah-olah di hantui rasa gelisah.
Ia berbalik badan dan menghampiri polisi yang sudah menunggunya dari luar kamar jenazah. Dengan tangan yang bergetar, ia menyerahkan kedua tangannya di hadapan polisi.
"Tangkap aku. Tapi, sebelum itu, izinkan aku untuk menelepon putriku."
Raynold mendongakkan kepalanya. Salah seorang polisi mengangguk, membiarkan Raynold untuk berpamitan dengan putrinya sebelum berangkat ke kantor polisi guna meminta pertanggungjawaban atas tindakannya itu.
Soal siapa yang akan dituntut atas insiden itu berlangsung, akan segera diketahui. Tak tahu bersalah atau tidak, Raynold harus dibawa ke kantor polisi agar proses penyelidikan kasus ini mudah terpecahkan.
Raynold mengusap matanya, ia mengukir senyum tipis. Mengambil ponsel dari saku celananya dan segera menghubungi nomor ponsel sang putri.
"Halo, Ayah?"
Suara itu membuat Raynold tak kuasa menahan tangisnya. Sejak kemarin sore, ia tak kembali ke rumah. Entah apa yang ada di pikiran Aleona saat ini, Raynold tak bisa membayangkan itu. Aleona pasti menantikannya pulang dan memberinya kabar.
Entah seberapa cemasnya ia mengkhawatirkan sang ayah pergi tanpa kata pamit yang terucap.
Dari semalam, Aleona tak bisa tidur. Sejak tadi, ponselnya tergeletak di atas meja belajarnya. Dengan mata yang satu karena kekurangan waktu tidur, ia setia menanti sang ayah.
Berharap ada sebuah kabar dari ayahnya melalui panggilan telepon. Walau tak begitu lama, ia sudah dilanda rasa rindu karena tidak sempat untuk mengobrol dan bermain terlebih dahulu sebelum pergi bekerja.
"Ayah sedang sibuk, ya? Sampai-sampai lupa untuk mengabariku."
Kalimat yang diucapkan Aleona dari balik telepon membuat hati Raynold terguncang. Ia menutup mulutnya, menahan suara isak tangisnya karena tak sanggup untuk membendung air mata itu.
"Tidak apa-apa. Aku senang sekarang Ayah menelepon ku, jaga kesehatan Ayah disana ya!"
Raynold memejamkan matanya, menjauhkan benda pipih itu darinya. Ia memijit pelipisnya sebelum akhirnya menangis karena tak dapat lagi menahan rasa sedihnya mendengar kalimat-kalimat yang diberikan Aleona barusan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, Dad!
General FictionGadis kecil yang menginginkan kasih sayang dari ayahnya, mengharapkan cinta dari sang ayah. Ia terlahir sebagai anak perempuan cantik dengan senyumannya yang manis. Namun, ia di takdirkan sebagai anak broken home yang menjadi korban dari suatu perm...