08. Cinta Ayah Segalanya

8.9K 681 8
                                    

cihuyy kembali apdet niehh
tinggalin jejak kalian yaaa🫂🌷

–oOo–

"Rambutmu sudah mulai panjang ternyata," ujar Raynold sembari tangannya yang sibuk menyatukan rambut Aleona dalam satu ikatan. Sadar bahwa rambut putrinya panjang dan sedikit tidak ter-urus.

"Ayah baru menyadarinya sekarang? Lucu sekali," sahut Aleona dengan kekehan di ujung kalimat. Ia murni merasa lucu dengan pengakuan ayahnya itu tapi tidak dengan Raynold yang merasa tersindir.

"Kita potong, ya?"

"Tidak! Ih, Ayah.. tidak, aku tidak mau, aku suka rambut panjang. Seperti Princess!"

Raynold usai menguncir rambut Aleona lalu memindahkan gadis kecil itu ke atas pahanya dan saling berhadapan. "Kau ingin seperti Princess siapa?"

"Siapa Princess yang memiliki rambut panjang?"

"Ayah tidak tahu. Ayah tidak pernah menonton film Disney dan tidak tahu nama-nama Princess."

"Benar juga, ya. Ayah selalu menolak jika aku mengajak menonton," cicit Aleona sedikit lesu. Ia sangat ingat betapa sombongnya Raynold saat itu dengan menampilkan wajah datar bak tembok.

"Sangat miris. Tapi sekarang tidak lagi, Ayah akan menemanimu menonton apa saja!" tawar Raynold yang dapat binar ria dari Aleona.

"Yeay! Ayah yang terbaik!" Aleona memeluk Raynold dengan erat, begitupun pria itu.

* * *

"Percuma kau punya Ayah yang kaya dan tampan, tetapi tidak punya Ibu. Haha.. bagaimana bisa seorang anak hidup tanpa pernah melihat seperti apa rupa wajah Ibunya? Kasihan sekali!"

"Itu sebabnya, ia datang ke sekolah seperti tidak terurus!"

"Ayahnya saja mencampakkannya, baru-baru ini saja peduli karena berpikir Aleona sudah tiada di bis itu!"

"Kau tahu? Semua yang ada di bis itu mati karena mereka kekurangan kasih sayang. Orang tua mereka hanya gila akan pekerjaan dan uang."

Gadis kecil itu terpojokkan. Ia menangis sambil memeluk kedua lututnya. Semua ucapan teman-temannya benar.

Aleona tidak punya seorang Ibu!

Ayahnya baru peduli setelah tragedi bis itu!

Fakta bahwa semua orang di dalam bis mati dan luka karena kekurangan kasih sayang orang tua. Andai orang tua masing-masing menjemput pulang dipastikan banyak yang selamat. Orang tua mereka lebih banyak waktu bekerja dan mencari uang sampai-sampai menjemput anak ke sekolah pun tidak ada waktu.

Namun, Aleona berbeda. Ayahnya bukan tidak punya waktu hanya saja saat itu belum peduli.

Tak berselang lama Raynold pun datang untuk menjemput. Ia panik ketika melihat Aleona yang menagis. Raynold langsung mengangkat tubuh mungil itu dan ditanyai.

"Aleona, kau kenapa?" tanyanya. Namun, Aleona tidak mau menjawab. Ia semakin mengeratkan pelukannya pada leher sang Ayah. Ia sangat sedih dengan olokan teman-temannya tadi.

"Ale, kau kenapa? Kau sakit? Kau terluka? Ada yang mengganggumu, hm?" rentetan pertanyaan itu tak kunjung dijawab oleh Aleona. Anak itu masih setia memeluk leher Raynold sambil menangis.

"Kita pulang. Beritahu Ayah setelah di rumah, ya?" Raynold membawa Aleona ke dalam mobil dan pergi dari sana.

Di dalam mobil, Aleona terus diam. Ia bahkan menolak ketika Raynold menurunkannya dari pangkuannya agar lebih mudah untuk menyetir. Anak itu hanya memeluk Raynold tanpa menghiraukan pertanyaan atas kepanikan pria itu.

Aleona sadar bahwa selama ini ia adalah anak yang tidak beruntung. Banyak kesempatan yang berlalu di masa kecilnya. Sadar bahwa selama ini ia bisa hidup tanpa sosok seorang Ibu dan perhatian Ayah yang minim.

Sesampainya di rumah, Raynold kembali menanyai gadis kecil itu. Ia bertanya dengan sangat lembut dan juga menunjukkan bahwa ia sangat khawatir. Melihat Aleona menatap kosong membuat Raynold berpikir yang tidak-tidak.

"Apa ada yang mengganggumu?" tanya Raynold entah keberapa kalinya. Ia menangkup pipi tirus sang Putri dengan lembut, mempertemukan maniknya dengan manik sang Putri.

Sebelum menjawab, Aleona terlebih dahulu membalas tatapan teduh Raynold. "Apa Ayah menyayangiku?" tanyanya. Ia menangkap rasa bersalah dari wajah sang Ayah.

"Kenapa kau bertanya seperti itu?" tanya Raynold.

"Jawab saja, Ayah!" sahut Aleona.

Raynold tampak berpikir sebelum mengangguk dan menjawab, "iya! Ayah sangat menyayangimu! Ayah sadar bahwa kau sangat berharga dan akan berharga selamanya." Raynold memeluk Aleona dengan perasaan bersalah. Beberapa kali bibir basahnya mendarat di atas kepala Aleona.

Ciuman sayang.

"Terimakasih, Ayah!" kata Aleona tulus. Tangan mungilnya sangat erat memeluk tubuh sang Ayah.

"Kenapa kau berterimakasih? Sudah seharusnya, sayang."

Aleona terisak kembali mendengar Raynold memanggilnya 'sayang' untuk pertama kalinya. Aleona terharu dengan itu.

"Aku mencintaimu, Ayah," cicit Aleona dengan sesegukan. Ia menyempatkan mencium pipi Raynold hingga air matanya menempel pada pipi Ayahnya.

"Ayah juga mencintaimu." Raynold memejamkan matanya karena dadanya terasa sakit dan sesak. Ia tulus mencintai putrinya. Dadanya sesak karena ia sadar bahwa sudah jahat selama ini.

"Aku tidak butuh seorang Ibu, asalkan Ayah selalu bersamaku," kata Aleona di sela-sela isakannya. Ia memang tidak butuh sosok ibu asal Ayahnya selalu mencintainya. Di saat sang ayah mengabaikannya ia bisa hidup, apalagi ayahnya sudah menyayanginya. Ia pasti akan hidup lebih lama.

Ucapan itu juga membuat Raynold mengerti kenapa Aleona bersedih. Pasti seseorang ada yang menyinggung ibu dari Aleona.

Pikiran Raynold semakin kalut, Aleona enam tahun hidup tanpa kasih sayang ibu dan ayahnya. Raynold jahat!

"Ayah akan menjagamu. Kita bisa hidup tanpa seorang Ibu. Dulu Ayah hidup dan bisa seperti ini tanpa Ibu. Nenekmu tiada ketika Ayah berumur enam bulan dan kakekmu yang merawat Ayah. Tapi Ayah bodoh, Ayah seharusnya tahu betapa sakitnya hidup tanpa seorang Ibu dan Ayah. Padahal Kakekmu dulu sangat menyayangi Ayah, itu bukan pedoman bagi Ayah untuk melakukannya padamu tetapi malah sebaliknya. Maafkan Ayah, maaf, sayang."

"Ayah adalah Ayah yang terbaik. Berjuang untuk mendapatkan kasih sayang Ayah adalah hal yang paling menyenangkan," timpal Aleona yang mengelus punggung ayahnya dengan sayang.

"Janji, untuk selalu menyayangiku?"

"Ayah janji! Quinn Aleona segalanya!"

Aleona semakin memeluk erat, begitupun dengan Raynold. "Terimakasih, Ayah!"

Bahagia bisa kita nikmati dengan orang yang tersisa. Tidak perlu orek tanah untuk mendapatkan yang mustahil. Cintai orang yang mencintaimu, mengemis pun jadi asal akhirnya bisa luluh. Tidak ada perjuangan yang sia-sia.

–oOo–

Detik-detik memunculkan sosok wanita yang akan menjadi bagian pemeran utama, ups!

Uwoohh, siapakah dia??

Happy atau makin sad?

Hi, Dad! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang