Chapter 23

633 114 3
                                    

Tidak ada Abim di sekitarnya membuat Dino sedikit kesepian. Walau ia marah-marah pada yang lebih tua, tapi tetap saja, bisa dibilang waktu kosongnya lebih banyak dihabiskan bersama Abim.

Dino membuka ponselnya, mengkontak sebuah group yang semalam baru saja diporak porandakan olehnya dengan kabar Abim. Semua terlihat damai saja dan seolah tidak terjadi apapun. Beberapa pesan menunjukkan bahwa Vernon dan beberapa anak yang lain akan menghabiskan waktunya di tempat Jun. Dino memeriksa ponselnya, jadwalnya tidak terlalu padat. Tidak ada salahnya bergabung saat ada waktu 'kan?

Dino memasukkan beberapa buah bukunya ke dalam tas miliknya. Lalu bangkit untuk meninggalkan kelas-kelasnya hingga akhir hari.

              Dino merasa ingin meninggalkan kelasnya hari ini. Ia hanya mengirimi pesan sebuah kontak bernama Mark, meninggalkan pesan mengenai absen nya nanti. Dino dengan cepat memesan ojek online, dan berangkat menuju ke tempat teman-temannya berada.

Dino tidak ingin terlalu banyak berpikir hari ini. Jatah sakit kepalanya ia habiskan untuk memikirkan Abim. Ia memasuki ruangan cafe sederhana milik Jun.

"Nyampe juga lu, cil." Vernon menyambut setelah melirik pada yang lebih muda sebentar lalu kembali dengan laptopnya yang menunjukkan lembar tugas penuh dengan ketikannya. Yang lebih muda hanya tertawa dengan sambutan sobat-sobat lamanya. Ia tersenyum lalu melihat sekeliling, "Perasaan katanya tadi ada Bang Nuno. Kok ga ada jejak nya?" Satya yang berada di sana hanya menggeleng, "Udah jalan ke kampus dia duluan. Ngga tahu ngurusin apaan masalah skripsi dah. Ngga tahu berapa hari lagi baru balik." Satya menjawab membuat Dino mengangguk. Sayang sekali, padahal kesempatannya bertemu dengan anggota lengkap sangat langka.

Nampaknya Johan juga ada di sana, menempati tempat teman sekaligus pesaingnya. Tangannya melingkar di leher yang lebih muda, melepas rindu pada anak muda yang sudah diperlakukannya seperti adik laki sendiri. Mungkin akan lebih tepat jika seperti putra nya sendiri. Kira-kira begitulah pandangan orang lain terhadap hubungan keduanya.

"Bang Josh?" Tanya Dino pada Johan yang hanya dijawab dengan gelengan, "Kalian bisa bolos, Joshua engga. Udah ada tanggungan bentar lagi." Jawab Johan santai. Vernon dan Satria yang sedari tadi sibuk mempeributkan segelas es teh lemon pun menoleh, "Oh yang katanya mau nikah? Itu beneran?" Satria bertanya membuat Dino terbelalak, "Aslian? Kok Dino ga tahu?" Yang paling muda menatap heran.

"Vernon aja gue yakin kaga tahu. Bang Josh jarang bahas juga lagian. Lo tahu sendiri Bang Josh kaga banyak omong orang nya." Satria menjawab setelah decakan. Vernon mengangguk, "Ya iya sih, jadi setan aja kalau udah sama Bang Johan." Gumamnya cukup keras. Johan mengerlingkan matanya, "Sialan lo, bule."

Dino hanya tertawa, menggelengkan kepalanya melihat tingkah sobat lamanya yang masih sama saja seperti sejak dahulu. Dino membuka ponsel nya. Melihat dua ruang pesan dengan tanda pesan masuk di masing-masing sisi kiri. Dino membuka pesan dari teman sekelasnya terlebih dahulu.

Mark :
Udah ya pak boss
Jan lupa soto pak damang
Sama nasi sama krupuk

Dino hanya mengetik pesan yang hanya terdiri dari dua huruf. Dengan cepat menyetujui permintaan dari temannya. Yah, toh Dino tidak punya teman lain selain Mark di kelas nya.

Yang satu lagi, dari Abim. Abim yang memberikan kabar bahwa kiriman dari Dino sudah sampai di tempat nya. Abim yang memberikan foto diri nya sendiri dengan makanan yang dikirim oleh Dino. Dino hanya tersenyum, membalas beberapa pesan dengan singkat dan dibalas dengan sticker.

"Ngechat pacar lo?" Aljun dengan pakaian santai nya bergabung, menatap aneh yang paling muda diantara mereka. Dino mendongak, menyadari bahwa semua pasang mata di lingkar nya menatap ke arah dirinya. Dino hanya menggeleng, "Engga ini Bang Abim doang." Jawabnya dengan suara pelan, khawatir jika nama Abim akan membuat semuanya canggung.

Yah, bukannya Abim jarang dibicarakan. Ia tahu selama ada Satria, pasti ada setidaknya satu kali nama Abim disebut. Tapi entah kenapa ... rasanya nama Abim jadi tabu dan mengkhawatirkan untuk dibahas oleh dirinya sendiri. Mungkin situasi perang dingin yang belum meleleh berbuat demikian padanya?

Ketimbang respon canggung, hanya ada tatapan heran yang dilempar dari Aljun, "Wow. Just wow. Lo sama Abim tuh a thing? Ya gue engga nge judge siapapun dengan orientasi seksual apapun sih, tapi kayak, dari SMA gue engga pernah menduga lo sama Abim jadi a thing dan...." "Bang Jun apaan sih! Halu! Senyam-senyum bukan berarti pacaran kali!" Yang lebih muda memotong Jun dengan khayalan nya yang sudah terbang jauh entah kemana. Johan tertawa. Bagaimana tidak? Reaksi panik Dino saat dikira berpacaran dengan Abim sangat lucu di mata nya.

"Beneran lu, cil? Ya beneran sih kita orang juga ga masalah padahal." Vernon menyambar tanpa menoleh dari laptopnya, Dino hanya menghela napasnya, "Kaga. Pacaran aja kaga kepikiran apalagi modelan macem Bang Abim yang nyusahin." Ocehnya.

"Masalah semalem?" Satria bertanya yang dijawab anggukan oleh Dino, "Ketemu Bang Satria by the way." Pernyataan Dino membuat Vernon berhenti dari laptopnya. Dino benar-benar akan menghabiskan harinya untuk memikirkan dua orang itu nampaknya.

             "Bang Abim sama Bang Satria kayaknya udah bisa baikan deh? Engga, Bang Abim ... kayaknya udah bisa nerima keadaan."

CHARETEENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang