Chapter 36

346 33 4
                                    

   Perjalanan Adelia dan Nuno pada dasarnya hanya diisi oleh kesunyian hampa antara keduanya. Suaraangin malam dan suara kendaraan bermotor yang berada di sisi kiri kanan mereka saja yang mengisi kesunyian yang diciptakan oleh keduanya. Entah apa juga yang merasuki Nuno tadi. Dalam hatinya, ia masih merutuki sikapnya yang menurutnya berlebihan. Tidak hanya saat bersama Chareteen saja. Kenapa juga ia harus bersikap berlagak romantis dengan memakaikan jaket dan helm miliknya pada Adelia? Jangan lupakan dengan ponselnya yang terus berdering tak lama setelah hal itu terjadi.

   Hari ini Nuno benar-benar kehilangan tenangnya.

   "Kak?" Suara Adelia memecah hening, Nuno melirik Adelia yang sudah menatapnya dari apion motor kanannya. Walau mata mereka bertemu untuk waktu yang cukup lama, tapi Adelia sungguh tidak melanjutkan apapun.

   "Kenapa, Del?" Senyum Adelia merekah dengan lembut saat Nuno akhirnya menyahutinya dengan perkataan, seakan-akan dirinya berkata bahwa respon lisan Nuno lah yang ia tunggu sedari tadi.

   "Maaf ya, baru ketemu lagipun aku malah ngerepotin kakak lagi."

   "Apaan sih, lo kayak sama siapa aja."

   "Ya tetap aja, Kak. Kan udah malem, mana Kakak harus minjemin aku jaket segala lagi."

   "Lucu. Ya, 'kan lo ga kuat dingin."

   "Emangnya Kakak engga?"

   Respon Adelia berhasil membuat Nuno mendengus. Ya, bahkan setelah waktu yang cukup lama sejak perjumpaan terakhir mereka, bahakan lebih lama dari perpisahannya dengan anggota Chareteen yang lainnya, ia tetaplah Adelia yang sama yang tetap mengingat detil kecil tentang Nuno. Tentang Nuno yang besar di Bandung namun tetap tidak pernah terbiasa dengan suhu dingin Bandung di malam hari pun masih diingatnya.

   "Udah pake aja."

   Adelaide mengangguk dan membisikan terima kasih yang hampir tidak bisa didengar oleh Nuno. Gadis yang ada di belakanagnya itu memang gadis yang canggung. Berteman dengan Satya dan Vernon saja sudah keajabian bagi orang-orang, apalagi setelah mengetahui fakta bahwa dirinya dekat dengan Nuno. Kehidupan SMA selalu diiisi dengan kisah romansa tipis orang lain yang kadang penuh kejutan.

   Tidak ada lagi obrolan yang mengudara. Nuno juga tidak masalah dengan menendari kendaraannya. Rumah Adelia memang cukup jauh dari tempat Jovian. Jarak cepatnya sendiri sudah memakan waktu 23 menit. Apalagi dengan sekarang?

   "Kak, neduh dulu Kak!"

   Seolah semesta mengetahui ada yang belum selesai di antara dua insan ini sehingga ia membiarkan hujan untuk turun di langit malam Kota Bandung. Hanya ada warung angkringan dengan tenda saja yang ada di dekat mereka. Nuno dengan cepat memarkir motornya dan membawa Adelia masuk ke dalam tenda angkringan yang cukup besar itu. 

   "Duh, Kakak basah! Kakak keringin dulu dikit nih," ucap Adelia dengan nada sedikit meninggi karena panik sambil memberikan sapu tangan miliknya, "Mas, tolong teh anget manisnya satu ya! Sama susu jahenya satu."  Adelaide sibuk melepas helm milik Nuno dan juga jaket--yang mana juga milik Nuno--sambil merebut sapu tangan dari tangan Nuno. Jangan menyalahkan karena bersikap seperti itu. Karena Nuno hanya bisa membeku saja sejak Adelia meletakkan jaket parasut milik Nuno ke bahu Nuno sendiri.

   "Jangan bengong, Kak! Aku izin megang kepalanya, rambut Kakak basah bukannya dikeringin dulu yang bener," omel Adelia sambil mengeringkan rambut Nuno perlahan. Wajahnya juga dilap karena air hujan masih menempel di beberapa bagian. Adelia melakukannya seolah sudah biasa. Ah, tidak. Mungkin lebih tepatnya karena memang terbiasa dengan hal ini. Ia hanya perlu mengingat kembali apa saja yang mempertemukan keduanya beberapa tahun yang lalu.

CHARETEENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang