"STREEEEEEES!!!"
Itu suara teriakan Aldion yang masih bergulat dengan tugas-tugasnya. Kepalanya sudah berasap karena melihat lembaran kertas dan buku yang sudah menggunung di samping laptop miliknya. Dan ya, itu hiperbola yang akan ditulis Aldion seandainya ia yang menulis naskah ini. Tenang saja, kepalanya sama sekali tidak berasap. Ia sehat dan baik-baik saja. Seperti katanya saja, sedikit stress karena melihat tugas-tugasnya yang tidak pernah menipis satu haripun. Ia bahkan tidak punya kemewahan untuk merasa lelah atau pun kemewahan untuk beristirahat dari tugas-tugasnya.
Ujian sudah di depan mata, tapi minggu tenang masih juga belum tiba. Tapi, pada dasarnya, apa minggu tenang pernanh nyata? Setidaknya, setahu Aldion, minggu tenang itu nyata walaupun hanya nyata secara teoritis.
Jika kalian menanti-nantikan Jovian untuk muncul dan menggodanya, maaf untuk memupuskan harapan kalian, tapi Aldion sudah terlebih dahulu tahu jika ia datang ke tempat Jovian, ia hanya akan berakhir menjadi bahan candaan dari Jovian. Ia memilih ke tempat Aljundi. Kafe yang kini menjadi tempat tongkrongan yang diisi oleh teman-teman sebayanya atau para pekerja kantoran yang bekerja daring. Tempat ini lebih tenang jika dibandingkan dengan tempat milik Jovian yang diisi oleh obrolan banyak orang. Orang-orang di tempat Aljundi tidak mengeluarkan suara yang terlalu lantang dan hanya berbincang dengan suara yang tidak terlalu kencang. Beberapa orang yang sedang melakukan pertemuan di tempat tersebut pun cukup tenang di sana. Aldion sudah sangat yakin pilihannya untuk memilih tempat Aljundi merupakan pilihan yang tepat.
"Nih, minum."
Bukan hanya tenang, tapi juga makanan dan minuman gratis yang diberikan Aljundi karena rasa kasihan pada pemuda itu. Kacamata yang jarang dipakai selain saat belajafr itu bertengger di hidungnya, matanya dikelilingan oleh lingkarang yang agak gelap karena kekurangan jam tidur, kulitnya sedikit kusam karena waktu untuk merawat diri terlalu mewah untuknya di waktu-waktu seperti ini, laptop di hadapannya yang tidak berhenti berbunyi karena terus digunakan untuk mengetik, dan beberapa buku dan jurnal referensi juga bertebaran di meja bersama-sama dengan alat-alat tulis milik Aldion.
Aldion hanya mengucapkan terima kasih secara singkat saat meneguk teh tarik dingin yang disuguhkan oleh aljundi padanya. Mejanya memang tidak terlalu berbeda dengan meja-meja lain. Tapi saat meja lain akan meningglkna tempatnya setelah dua atau tiga jam, Aldion sudah berkutat dengan semua hal yang ada di mejanya lebih dari lima jam. Ia akan berdiri, berjalan menuju bagian bar selama lima belas menit untuk meregangkan tubuhnya sedikit, lalu kembali berkutat dengan tugas-tugasnya.
Sebenarnya, salah satunya adalah tugas kelompok. Namun karena ia dianggotakan dengan anggota-anggota yang kalau ia boleh jujur tidak berguna, ia memilih untuk mengerjakannya sendiri dan mencoret nama mereka dari hasil pekerjaannya. Ia sudah meminta feedback dan mem-follow up progress yang tidak ada hasilnya, jadi ia memilih untuk mengerjakannya sendiri. Mereka setahun lebih tua di atasnya, gelar mereka juga sudah mahasiswa. kalau mereka tidak bisa berinisiatif, biarkan mereka bertanggung jawab atas ketidak inisiatifan mereka. Kenapa pula itu harus menjadi tanggung jawab aldion? Aldion tidak peduli.
Bel di pintu tempat Aljundi berbunyi. Kali ini yang nampak bukanlah hanya sekedar orang asing. Melainkan wajah familiar yang dikenal oleh Aljundi dan Aldion. Bukan, itu bukan anggota Chareteen. Melainkan Adelia. Adelia dengan seorang anak kecil dalam gendongannya. Di sampingnya juga ada seorang pria asing yang sepertinya sebaya dengannya membukakan pintu. Pemandangan itu cukup untuk membuat Aldion dan Aljundi tercengang. Pasalnya, mereka tidak tahu bagaimana progress hubungan gadis itu dengan sahabat mereka, Nuno.
Jadi, mereka juga tidak bisa disalahkan atas asumsi yang baru saja mereka buat beberapa saat yang lalu.
Hubungan Adelia dan Nuno kandas karena Adelia sudah memiliki pasangan lain.

KAMU SEDANG MEMBACA
CHARETEEN
Fiksi PenggemarChareteen adalah sekelompok pemuda paling bahagia di Bandung. Tapi, itu adalah kisah lima tahun yang lalu. Lalu, bagaimana jika sekarang? CHARETEEN : (n) ketika SEVENTEEN melokal dan menjadi tiga belas pemuda yang pernah merajai SMAN 2 Bandung.