Chareteen adalah sekelompok pemuda paling bahagia di Bandung. Tapi, itu adalah kisah lima tahun yang lalu. Lalu, bagaimana jika sekarang?
CHARETEEN :
(n) ketika SEVENTEEN melokal dan menjadi tiga belas pemuda yang pernah merajai SMAN 2 Bandung.
Mentari dengan malu-malu mulai menunjukkan sinarnya di kota bunga. Waktu menunjukkan pukul tujuh pagi waktu setempat. Kesadaran mulai menggerogoti Jun, dengan sinar matahari yang sayup-sayup mulai menelusup masuk melalui sela-sela tirai. Di saat yang sama saat Jun mulai sadar, rasa sakit kepala yang muncul dari sisa kemabukannya semalam mulai terasa.
Suara pintu yang dibuka membuat Jun mengalihkan fokusnya. Matanya menatap sinis dengan pikiran bahwa keluarganya lah yang akan masuk ke dalam ruangan. Ekspresi wajahnya berubah begitu melihat sosok Johan dengan sebotol air dan dua gelas kosong di genggamannya. Bersama dengan rambut yang masih meneteskan sedikit air dan handuk yang menggantung di salah satu bahunya. Matanya menatap heran dengan ekspresinya yang masih menahan sakit. Johan tersenyum lembut, "Udah bangun, Jun? Kepalanya sakit?" Tanya yang lebih tua. Jun hanya mengangguk dan menggeser tubuhnya saat ia merasakan ada sosok lain di atas kasur. Matanya beralih pada sosok lain itu. Jun menatap horor dan bergerak mundur dari tempat ia duduk, "Anjir! Nuno lo ngapain di sini!?" Jun meninggikan suaranya, "Ngapain lo tidur sama gue, jir?" Tanya Jun lagi. Nuno yang masih mengantuk menarik selimutnya naik ke atas kepalanya, "Bacot elah. Lo yang tidur di kamar gue malah elo yang nanya gue ngapain di sini."
Johan hanya tertawa pelan dan menyodorkan air untuk yang lebih muda, "Minum dulu gih."
Jun hanya mengambil gelas berisi air yang disodorkan oleh yang lebih tua. Toh, rasa sakit lebih mendominasi dibandingin dengan rasa ingin mengomel. Jun meneguknya cepat dan meletakkannga di atas nakas sambil mengucapkan terimakasih pada Johan. Johan tersenyum, "Udah mendingan ketimbang semalam?" Tanya Johan yang hanya dijawab dengan gelengan kepala oleh Jun, "Engga, Bang. Masih kepikiran."
Johan menghela napasnya, "Kamu mau gimana?" Jun hanya menggeleng sebagai jawaban pada pertanyaan itu, "Gue juga ga tahu, Bang. Gue cuman ngerasa ga enak aja sama Sandra."
"Sandra siapa?" Tanya Nuno yang kini tidur menghadap Jun. Jun menarik rambut Nuno pelan, "Kepo aja lo, kebo. Bangun dulu." Ocehnya membuat Nuno menddcak dan bangun untuk duduk di kasurnya. "Sandra, tunangan gue." Lanjut Jun menginfokan. Walaupun Nuno tahu kalau Jun dijodohkan, tapi tetap saja rasa kaget tidak bisa dilawannya. Ia baru mendengar beritanya hari ini dan mereka ternyata sudah bertunangan.
"Lo aja kaget apa kabar gue?" Tanya Jun meresponi ekspresi Nuno. "Ya terus kenapa lo ga enak sama dia?" Tanya Nuno heran. Jun terdiam bingung memulai dari mana. Karena cerita mereka terlalu panjang.
"Karena posisi mereka sama, No." Jawab Johan menjawab pertanyaan yang seharusnya dijawab Jun. "Jun pasti mikir dulu harus jawab dari mana. Tapi yah, simple nya, mereka sama-sama ga mau." Johan melanjutkan.
"Sandra sama gue cuman temenan. Sandra juga udah punya cowo yang udah mau ngajak dia serius," Jun mulai bercerita, "Tapi orang tua cuman mikirin politik dan nama baik. Karena bokapnya Sandra ini pengusaha yang bakal dukung bokap di politikan-politikannya. Bokap gue sama bokap Sandra jadi ga mikirin anak-anaknya."
"Sandra ga bilang bokapnya?" Tanya Nuno. Jun hanya bisa menggeleng, "Sandra takut pacarnya kenapa-napa. Padahal setahu gue juga bokap sama nyokap dia sayang banget sama anak semata wayangnya." Jawabnya setelah helaan napas berat. "Gue juga ditekan sama bokap dengan alasan gue udah ga mau kuliah. Toh gue engga kuliah juga syukur usaha gue masih jalan."
Nuno juga bingung karena keadaan yang terjadi, namun saat menatap kearah Johan, ia menemukan Johan hanya menopang wajahnya dan tersenyum.
"Kenapa lo malah ketawa Bang?" Nuno bertanya. "Abang senyum, No. Bukan ketawa." Sahut Johan, "Abang heran sama kamu, Jun. Kamu yang orang luar aja bisa sadar kalau orang tua tunangan kamu sayang banget sama dia. Kamu juga tahu kalau usaha kamu udah cukup sukses buat kamu survive di masyarakat. Tapi kalian berdua ga ngelakuin apa-apa buat nolak karena takut." Ucap Johan. Jun mengacak rambutnya, "Gue udah pernah nolak Bang. Udah pernah. Tapi bokap sama sekali ga mau dengerin gue. Malah hampir baku hantam sama bokap sendiri kalau ngga ada nyokap yang misahin pas itu." Lanjutnya.
"Coba bicara berdua makanya," ucap Nuno berdecak kesal, "Lo berdua cuman cerita ke satu sama lain. Lo ga bilang kalau Sandra juga ga mau dan Sandra juga ga bilang dia ga mau ini ke bokap nyokapnya dia."
"Nuno bener loh, Jun." Johan tersenyum, bangkit dan melangkah mendekat untuk menepuk pundak yang lebih muda. "Orang tua ga bisa dilawan dengan cara yang keras. Batu lawan batu cuman bakal hancurin keduanya." Johan berujar, "Coba pelan-pelan. Gimanapun, orang tua kamu punya gengsi yang disembunyiin. Mereka juga mau kamu bahagia." Lanjut Johan membuat Jun mengangguk.
"Bicarain baik-baik ya? Sandra juga. Kalau ga ada yang buka suara, ga ada yang bisa tahu apa yang diinginkan."
- 17 -
A/N : Selamat ulang tahun, Jovian Adipatra!
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.