Waktu menunjukan pukul setengah lima sore waktu Indonesia barat. Tepat saat Nuno sampai ketempat kawan lamanya, Satria. Pada masa SMA dimana ada Nuno, disana selalu ada Satria. Mereka memang dekat. Pemandangan yang menyambut Nuno adalah Satria bersama kawan Chareteen lainnya, Chiko.
Senyum Nuno melebar, tangannya melambai tinggi penuh semangat pada kedua kawan masa mudanya itu. Satria berdiri menyambut Nuno dalam sebuah pelukan sedangkan Chiko hanya diam dan tersenyum dibangku yang di dudukinya. "Gila, Bang. Gue kangen banget sama kalian." Nuno mengucap, mengambil posisi untuk duduk di samping Satria. Chiko dan Satria hanya tersenyum tipis.
"Jadi apa maksud lo, No? Mau balikin Chareteen?" Chiko bertanya menarik perhatian Nuno untuk terfokus padanya. Nuno tersenyum, memberi anggukan sebagai respon, menarik raut bingung dari keduanya. "No, ini udah lima tahun?" Tanya Satria meragukan, "Tapi buktinya lo sama Chiko masih disini, Bang." Nuno menjawab positif. Penuh harap mungkin adalah dua kata yang dapat menggambarkan Nuno dengan sempurna saat ini. Chiko hanya menghela nafasnya, "Beda No. Gue sama Bang Satria emang satu tempat kerja, bahkan ga ganti nomor setelah lima tahun. Tapi, yang lain?" Chiko mengutarakan opininya.
Masih teguh pada kepercayaan diri yang entah berasal dari mana, Nuno tetap meyakinkan bahwa dia bisa mengumpulkan Chareteen seperti lima tahun lalu. Satria tidak bisa berargumen banyak. Ia mengerti bagaimana perasaan Nuno, mereka adalah kawan yang berjuang bersama saat sekolah akhir. "Apa yang buat lo tiba-tiba bahas ini? Setelah lima tahun?" Satria bertanya tenang. Nuno hanya tersenyum, "Makasih sama ukiran di pohon karet yang dibuat Dino lima tahun lalu, Bang." Jawabnya membuat Chiko terbelalak kaget, "Lo ke Sekolah tadi?" Nuno hanya mengangguk. Pantas saja kopernya masih berada di tangan walau sudah pulang sejak dua jam lalu. Padahal rumahnya tidak sejauh itu dari bandara.
"Chiko, kalau kita bertiga bisa, kenapa kita bertiga belas ga bisa? Ditambah Bang Satria juga ada kontak sama Abim. Masa ga bisa?" Tanya Nuno meyakinkan Chiko. Air wajah Satria berubah menjadi lebih murung, "Gue ga yakin, No, kalau Abim mau dengerin gue," ucapnya pelan, "Lo tahu kan sejak saat itu dia perang dingin sama gue?" Lanjut Satria pada Nuno.
"Kita juga ga akan bisa lari dari masa lalu, Bang. Lo sampai kapan mau ngebiarin Abim begini?" Nuno meyakinkan. "Jangan maksa dia, No." Seseorang dari belakang meletakkan gelas untuk minuman Nuno agak keras. Nuno berbalik, "Bang Jo?" Nuno terkejut melihat senior di SMA nya sekaligus anggota Chareteen melayani nya. Jovian tersenyum, "Lupa ini tempat punya bokap gue?" Nuno mengangguk. Ia lupa tempat ini adalah milik Ayah Jovian. Padahal dulu banyak sekali hal konyol yang membuat mereka di usir oleh Ayah Jovian sendiri dari tempat usahanya.
"Tuh, lihat! Sekarang aja kita udah ber-empat! Sembilan orang lagi dan kita bisa jadi sekawan yang paling bahagia di Bandung!" Nuno bersemangat. "Lo masih semangat dan setia kawan banget, No. Gue paham lo pasti kangen banget sehabis balik dari Ibukota. Apalagi sama gue." Canda Jovian yang sudah bergabung pada meja mereka. Nuno hanya tertawa geli, karena memang itulah faktanya. Jovian yang selalu usil dan loyal, tapi juga penengah dari Chareteen.
"Bang, ayo bantu gue. Kita kumpulin anak-anak ya?" Nuno mengucap pada Jovian. Jovian tersenyum, "Gimana ini dua orang?" Ia balik bertanya. "Ga tahu, gue masih digantung dari tadi." Jovian tertawa geli, "Ya udah gue bantu. Lagian, Satria, ini udah waktunya lo baikan sama tuh anak. Udah lima tahun lebih, gue eneg ngelihat lo berdua." Sahut Jovian.
"Tapi, Jo. Gue-" "Jangan banyak alibi, Ya. Gue ga mau lo cuman lari dan ngebiarin ini semua. Confident dikit sama diri sendiri. Lo juga kangen toh? Atau engga, ngapain tuh foto masih nangkring di lockscreen?" Tegas Jovian memotong Satria. Walau sedikit menyudutkan, ini adalah yang terbaik. Inilah Jovian, walaupun terkadang kekanakan dan terlihat tak bisa diandalkan, tapi, Jovian adalah yang paling loyal pada persahabatan mereka dan penengah terbaik.
"Oke, ya udah gue ikut. Kangen juga gue sama si cilik." Satria menyerah merubuhkan pertahanannya, matanya beralih pada ponselnya dengan foto tiga belas sekawan yang tersenyum riang saat kelulusan angkatannya. Mata Nuno mengarah pada Chiko yang terlihat tidak begitu peduli. Chiko menoleh merasakan tatapan Nuno yang terasa menusuk cukup tajam. Sebelah alisnya terangkat menunjukkan heran yang tergambar jelas. "Ikut? Ya?" Tanya Nuno lagi. Chiko terdiam sebentar. Bukan dia tidak mendengarkan daritadi, tapi, ia memikirkan terlalu banyak kemungkinan.
Tapi, mungkin Nuno ada benarnya. Akan ada benang merah yang membawa mereka bersatu kembali bertemu seperti saat ini. Chiko membuang mukanya dan tersenyum, "Oke." Jawabnya memberikan konklusi akhir atas hari ini.
Operasi mengumpulkan kembali Chareteen, akan dimulai.
KAMU SEDANG MEMBACA
CHARETEEN
Fiksi PenggemarChareteen adalah sekelompok pemuda paling bahagia di Bandung. Tapi, itu adalah kisah lima tahun yang lalu. Lalu, bagaimana jika sekarang? CHARETEEN : (n) ketika SEVENTEEN melokal dan menjadi tiga belas pemuda yang pernah merajai SMAN 2 Bandung.