Perjalanan mobil yang dikendarai Aljundi, Nuno, Chiko, dan Dares tidak memakan waktu terlalu lama untuk tiba ke cafe milik Jovian. Jika berpikir bahwa ketiga belas pemuda itu tengah berkumpul di satu tempat, maka jawabannya salah. Hanya mereka yang sedang senggang paska kuliah yang ada di sana. Abim? Belum menunjukkan batang hidungnya terlalu sering. Biasalah, kalau kata orang tua, memang kebiasaan gengsi anak muda itu tinggi.
Ternyata di tempat Jovian tidak ramai. Lebih tepatnya, hanya ada Hugo dan Jovian. Memang, Hugo itu pengangguran kelas kakap.
"Brodieee! Balik juga lo, sob." Suara Hugo menggelegar menyambut Nuno. Yah, setidaknya begitu sebelum kepalanya dengan mudah di headlock oleh Chiko.
Cafe siang hari milik Jovian hanya diisi oleh mahasiswa yang menunggu jam kuliah yang nanggung, atau mungkin hanya anak SMA yang bolos sendirian. Mereka tidak akan terganggu dengan kegaduhan yang dibuat Hugo. Di mata mereka dia hanya akan terlihat seperri anak kuliahan yang lelah dengan studi namun berusaha bertahan lainnya.
"Weh, balik juga si bujang. Mau makan apa? Gue traktir."
"Cireng sama es kopi susu aja udah. Thanks loh, Bang. Gue kira lo bakal ikut malak traktiran kaya Dares."
Jovian, yang menawarkan, hanya tertawa. Dares memang lugu dan kekanakan. Yah—sedikit bodoh jika boleh jujur. Tapi Jovian tidak ambil pusing. Anggap saja Dares masih hidup di masa SMA.
Perbincangan enam lelaki itu masih berlanjut di meja bar yang ada di dekat meja serving. Meja yang jarang diduduki tamu karena memang biasanya itu selalu diduduki oleh Chareteen atau tidak ya, para mahasiswa ambis yang tidak mau terganggu gelak tawa. Namun Nuno sedikit terdistraksi dengan satu lembar amplop yang berada dekat meja bar mereka.
"Itu surat apaan?"
Lima lelaki lainnya menoleh, melihat kemana jari Nuno menunjuk.
Oh.
"Undangan Johan sama Sonia."
Jovian yang menjawabnya. Wajahnya tersenyum seolah itu adalah hal lucu. Ia mengambilnya dan mengambil amplop itu, "Katanya kita yang dapet undangan first press. Padahal mah, ini cuman salah satu contoh undangan mereka. Nikahannya masih satu bulan lagi. Atau lebih ya?"
"Oh, ini tester vendor?"
"Katanya sih gitu. Cuman mau ngasih kabar dia bakal nikah aja, nanti undangan resminya ke kita satu-satu dikirim minggu depan."
Hugo mengangguk-angguk, "Kayaknya emang sengaja biar pas hari-h, Bang Jovian kaga ho-ha-ho-ha di nikahannya Bang Johan." Johan hanya mendelik sebal sebelum mengaduk teh manis miliknya. Aljundi, Chiko, dan Dares hanya tertawa pelan mendengarnya.
"Tapi Bang, lo beneran udah move on?"
Pertanyaan Nuno membuat Jovian dan kelima bujangan lainnya terdiam dan melempar tatapan pada satu sama lain. Jovian membiarkan keheningan di antara mereka mengudara panjang. Suara dentingan gelas Jovian, obrolan pelan dari meja yang jauh dari mereka, musik yang berputar di cafe itu pelan, dan suara jarum jam. Semuanya dibiarkan menguasai suasana oleh yang paling tua.
"Menurut lo?"
"Menurut gue sih belom. Soalnya ga pernah tuh gue lihat lo punya pacar sehabis putus dari Sonia," Nuno terdiam sebentar, "Lo berdua juga putusnya ... baik-baik. Terlalu baik-baik buat disebut pisah malah."
Jovian hanya tersenyum, "Yah ... bohong sih kalau gue udah lupa mah. Kata orang yang paling susah dilupain emang cinta pertama, No."
Dares menatap kakak kelasnya dengan memelas. Memang jika masalah berempati, Dares nomor satu. Si lugu yang tulus. Namun tetap saja, Jovian lagi dan lagi, entah apa yang ada dalam pikirannya hanya tersenyum menertawakan Dares yang terlihat lebih sedih.
"Udah, Res. Gue belum lupa, tapi kalau buat bahagia, gue pasti lebih bahagia kalau mereka nikah," Jovian mendorong dahi Dares yang tengah menempeli dirinya menjauh, "Johan temen baik gue. Gue sayang sama dia kayak saudara sendiri. Dan Sonia? Dia layak dapet yang lebih baik dari gue, dan dari semua orang, gue yakin Johan orang dan opsi terbaik dan paling bisa gue percaya."
Nuno tersenyum, ia berjalan ke counter speaker milik cafe Jovian, membuat lima teman lainnya melihatnya heran.
Saat Nuno kembali ke meja teman-temannya, Chiko menatap teman sebayanya itu dengan tatapan aneh.
"JKT48 banget, lo? Salah satu temen gamon lo nih, Bang Jov."
"Lah iya, si Adel itu demen juga sama Jekate?"
"JKT48, Hugo. Bukan sih, lagunya spesial gue play buat Bang Jovian sih," Nuno tersenyum, "Tapi iya juga ya. Lo inget aja dulu Adel suka JKT48."
Aljundi yang sedari tadi fokus mendengarkan liriknya hanya melempar tatapan yang sama pada Nuno, "Ini liriknya malah kayak lagu elu balik, kocak." Dares menyetujui opini Aljundi, "Lagu edisi pulang kampung, sih emang."
Chiko hanya menggeleng, "Engga, ini lagu emang cocok buat Bang Jov. Tapi bukan di sini. Ntar lagi pas chorus dua, lo dengerin."
Jovian hanya diam. Mendengarkan apa yang akan dikatakan lagu yang diputar oleh Nuno.
Walau tak seperti, yang kamu bayangkan. Dirimu terlihat bahagia. Aku jadi lega.
Jovian mengangkat alisnya pada Nuno yang tengah mengaduk kopinya dan mengunyah cireng yang diberikan Jovian.
Kudengar kalau kamu sudah menikah.
Hugo dan Aljundi bahkan tidak berusaha menyembunyikan tawa mereka setelah mendengar lirik itu.
Aku terlambat bilang suka kepadamu.
Jovian hanya tersenyum, tetap mempertahankan pertahanannya, sedikit menyakitkan mengerti apa yang dimaksud Nuno bukanlah lirik yang ditertawakan teman-temannya.
Kudengar kamupun sekarang punya anak.
Tak sanggup memanggilmu, farewell, masa mudaku.Bridge yang cukup meriah, cocok untuk menemani Hugo dan Aljundi yang benar-benar tertawa di meja itu. Tanpa lirik yang berlanjut, seolah lagu itu pun menertawakan Jovian.
"Ih sumpah sih, No. Lu parah banget." Itu Hugo. Nuno hanya mengangkat bahunya, "Lo bertiga juga full senyum."
"Anggap aja hiburan, lagian emang bener Sonia mau nikah. Hidup memang ga jalan kalau ga ada komedinya." Jovian dengan santai mengikuti candaan lima temannya.
Tapi sebenarnya setelah chorus terakhir berputar, Jovian sedikit senang dengan liriknya.
Sekarang juga kamu yang teristimewa
Ada di pojok kanan buku tahunan kita
Sungguh memang kamu yang teristimewa
Berapa kali kubuka untuk memastikannyaJovian sedikit yakin kalau yang menulis ataupun menyanyikan lagu itu tengah meledeknya.
Sekarang juga kamu yang teristimewa
Berkilau dengan terang di dalam kenangan
Sungguh memang kamu yang teristimewa
Seperti ini selamanya, cintaku yang pertamaMelihat kelima temannya yang hanya menertawakan lirik yang mereka tertawakan sejak awal, Jovian hanya melemparkan tawanya.
"Ketawa mulu awas kejengkang. Mending mikirin kado nikahan buat Johan sama Sonia yang bagus apa."
Biar pikirannya tentang cinta pertama dan kenangannya ia simpan dan kubur sendiri saja.
JKT48 – Seventeen
KAMU SEDANG MEMBACA
CHARETEEN
FanfictionChareteen adalah sekelompok pemuda paling bahagia di Bandung. Tapi, itu adalah kisah lima tahun yang lalu. Lalu, bagaimana jika sekarang? CHARETEEN : (n) ketika SEVENTEEN melokal dan menjadi tiga belas pemuda yang pernah merajai SMAN 2 Bandung.