Semenjak kedatangan Nuno kembali ke Bandung, dua belas pemuda itu menjadi semakin sering berkumpul bersama. Iya, masih dua belas. Abim masih jarang bergabung dengan mereka.
Tapi kedua belasnya sama sekali tidak masalah. Toh, setidaknya, Abim sudah tidak memotong semua pembicaraan mereka. Ia setidaknya sudah menurunkan gengsinya untuk berdamai dengan semua sobatnya. Atau mungkin, menurunkan gengsi untuk melepas rasa rindunya.
Tapi, Johan lebih sering datang paling akhir. Yah, persiapan pernikahannya sudah dekat, ia tidak boleh membiarkan Sonia mempersiapkan semuanya sendirian bukan? Ditambah, Johan sudah menerima bantuan dari Adelia, adik Sonia, untuk mengurus kebutuhan lainnya.
"Bang Johan udah mau sampe, tapi hari ini Sonia ikut sama adeknya." Suara Aljundi menarik perhatian semuanya. Semua orang yang sudah bergabung dengan meja itu hanya melempar tatapan mereka ke dua arah. Entah arah Nuno atau arah Johan. Sedangkan Johan hanya menatap aneh semua orang yang melihatnya. Berbeda dengan Nuno yang hanya tersenyum, mengaduk es di gelas es teh manis miliknya.
"Bahaya banget si Bang Johan, sekali dateng yang dibikin pusing dua," suara Vernon berdecak sambil menggelengkan kepalanya. Jovian hanya menggeleng, "Lo pada yang over. Gue sama Sonia oke-oke aja, sama Johan apa lagi. Lo pusingin aja si Abim sama si Nuno dah."
Balasan dari Jovian membuat Satya dan Satria mengerutkan alisnya heran. Yah, sama dengan yang lain, tapi keduanya terlihat lebih jelas. Wajah mereka seolah berseru maksud lo? dengan keras ke arah Jovian. Devan menyadari keheningan yang terjadi setelah balasan yang dilempar oleh Jovian. Ia yang sedari tadi sibuk dengan ponselnya menoleh ke kanan kirinya hanya untuk menyadari bahwa para pemuda itu tengah menanti kejelasan dari pernyataan Jovian.
"Jangan bilang lo pada ga tahu Abim malam ini dateng?"
Perkataan Devan berhasil membuat sebagian besar dari penghuni meja itu terbelalak. Jangan lupakan reaksi berlebihan dari Hugo dan Dares yang ... akan lebih baik jika tidak dijelaskan. Hanya Aldion, Jovian, dan Devan yang tidak tergoncang dengan fakta ini. Devan sendiri terkejut karena fakta ini hanya diketahui oleh tiga orang yang ada di meja itu.
"Lah? Ga tahu? Ini anaknya udah deket, tinggal nunggu lampu merah katanya." Devan membuka suaranya lalu melanjutkan menggulirkan jarinya di atas layar ponselnya.
"Lo ga musuhan sama dia?" Chiko menatap Devan lurus. Pertanyaan yang lebih mengherankan dibandingkan fakta bahwa Abim tengah di perjalanannya menuju ke tempat para pemuda itu berada, sama seperti Johan. Tapi yang lebih mengherankan adalah fakta bahwa Abim dan Devan sudah kembali berkontakan satu dengan yang lain setelah sekian lama membisu.
Devan hanya terdiam sebentar, sembari tangannya masih sibuk mengetik pesan pada Johan yang mengabari obrolan grup mereka bahwa sebentar lagi dia akan sampai. Matanya hanya fokus pada layar sampai akhirnya mau membuka suara.
"Alasan gue sama Abim ga bicara itu ga sama kayak alasan lo semua ke Abim."
Sepuluh orang lainnya hanya menatap dengan aneh. Sejak dahulu, memang hubungan Devan dan Abim secara istimewa lebih dekat dibandingkan dengan yang lain. Tidak salah jika dulu Abim pernah menyalahkan Devan karena Abim tidak kunjung dapat kekasih walau banyak disukai gadis. Orang-orang mengira bahwa hubungan keduanya lebih dari teman. Dalam beberapa prespektif, mereka tidak salah akan hal itu, tapi mereka salah bahwa hubungan lebih dari teman antara keduanya adalah romansa. Mereka tidak memiliki hubungan sedalam itu.
"Guys! Maaf banget telat." Johan membuyarkan fokus semua orang dari Devan. Devan dengan hangat tersenyum setelah terkejut untuk beberapa saat. Karena ternyata Johan sudah berjalan masuk dengan Abim di rangkulannya. Tangannya melambai pada wanita yang lebih tua darinya dan adik kelasnya semasa SMA.

KAMU SEDANG MEMBACA
CHARETEEN
Fiksi PenggemarChareteen adalah sekelompok pemuda paling bahagia di Bandung. Tapi, itu adalah kisah lima tahun yang lalu. Lalu, bagaimana jika sekarang? CHARETEEN : (n) ketika SEVENTEEN melokal dan menjadi tiga belas pemuda yang pernah merajai SMAN 2 Bandung.