Chapter 10

955 192 3
                                    

Tidak memakan waktu lama untuk Vernon sampai pada tempat teman-temannya berkumpul. Saat lonceng di pintu berbunyi, kawan-kawannya hanya melihat Vernon yang masih menatap ponselnya sambil tertawa. Ia hanya mengangguk dengan senyum lebar dan mengambil bangku di sebelah Satya. Pertemanan teman seumuran yang sudah terjalin sejak SMA bagi mereka belum ada yang berubah.

"Bule makin gede makin glow up, ya." Celetuk Nuno dengan wajahnya yang tertawa ringan. Vernon mengangkat alisnya dengan sedikit lgak sok keren, "Biar engga jadi bule doang, Bang. Biar cakepan dikit guanya." Jawab Vernon dengan candaan. Baru sebentar Vernon berbincang, sebuah notifikasi pesan masuk menunjukkan nama Dino di layar ponsel milik Vernon.

Dino :
Ver
Lo udah sampe?

VERNON :
Udah Din, kenapa?

Dino :
Mau vidcall
Blh ga?
Ada kuota kan?
Atau engga nebeng wifi nya Bang Johan.

VERNON :
Ada sih
Tapi sayang
Ntar gua mau mabar malah kaga ada kuota
AWKOAWKOAWKOAWKO

Dino :
Elah...


VERNON :
WKWKWKWKWK
Yodah bentar, gue minta wifi dulu.

Vernon memalingkan matanya dari ponselnya, "Bang Jo, password wifi cafe lu apaan, Bang?" Johan menatap heran, "gaadakuotalo" jawab Johan santai. Vernon menggeleng, "Ada sih Bang, tapi si Dino minta vidcall, entar boros kuota gue." Vernon menanggapi, salah paham dengan kata sandi yang diberikan oleh Johan. Johan menghela napasnya, "Gue kaga nanya elo, Ver." Johan menggeleng heran. Vernon sendiri terlihat jelas kebingungan, "Tadi kan lo nanya gue ada kuota atau engga?" Tanya Vernon penuh kebingungan. Chiko berdecak, "Ah elah. Itu passwordnya, sia! Passwordnya gaadakuotalo. Bukannya Johan nanya. Lo juga sih Jo, bikin password kaga bisa bener dikit apa?" Chiko menerangka. Atau lebih tepatnya mengomel pada Johan dan Vernon. Vernon hanya mengangguk paham lalu memasukkan kata sandi pada jaringan internet yang dimiliki oleh cafe Johan

Vernon menekan tombol panggilan vidio pada kontak Dino. Vernon mengangkat ponselnya, mengarahkan kamera belakangnya pada dirinya dan Satya. Ponselnya berderin dua kali sebelum Dino mengangkat panggilannya, menunjukkan dirinya bersama sosok familiar yang ada di belakang Dino. "Ver! Ya! Ih gila, enak banget lo pada udah pada ngumpul...." Dino tidak menyembunyikan rasa iri dari teman-temannya. Namun rasa riang juga tergambar jelas pada anak muda itu. Satya dan Vernon tertawa, menarik perhatian kakak-kakak mereka di sana. "Siapa, Ya?" Satria bertanya pada Satya, "Dino," jawab Satya. "Oh ya? Ma-" "Eh, ehDin! Itu belakang lo Bang Abim? Panggilin sini dong? Ngapain lo berdua? Berdua-duaan aja lo pada!" Canda Vernon membuat Satria membeku dan fokus seisi ruangan terfokus pada dua anak muda yang sedang fokus pada ponsel Vernon.

"Dih, ngaco lo Ver! Iya, Bang Abim." Dino tertawa dengan lontaran pertanyaan Vernon. Ia berbalik, memanggil Abim yang sedang asik memainkan ponselnya. "Bang Abim! Ini si Vernon mau ngobrol." Dino memanggil yang lebih tua. Abim terlihat mengalihklan perhatiannya dari ponsel, lalu tersenyum lebar saat Vernon dan Satya terlihat di layar ponsel milik yang lebih muda. Abim melangkah mendekat agar bisa melihat keduanya lebih dekat. "Loh, Ver, Satya? Apa kabar? Lagi ngumpul?" Tanya Abim basa-basi. Padahal dia sendiri sudah tahu bahwa CHARETEEN sedang berkumpul termasuk orang yang dia hindari. Karena sedari tadi, Dino sudah mengeluh padanya ingin ikut berkumpul bersama-sama dengan teman-temannya. Namun sepertinya dosen-dosennya tahu jelas bagaimana cara menghalangi kesenangannya. Jumlah tugas yang diberikan tidak main-main. Bahkan ia masih harus menyelesaikan satu laporan dan satu essai yang sama sekali belum ia mulai. Dan lagi, tugas-tugas itu harus dikumpul besok. Dino benar-benar harus meninggalkan semua nhal menyenangkan malam ini, termasuk jam tidurnya.

Vernon mengangguk, "Bang Abim pasti dipaksa sama Dino buat nemenin ya? Kesini aja, Bang. Ga kangen apa sama gua?" Vernon mencoba bercanda. Abim hanya tersenyum miring, "Elo kali kangen muka gue yang ganteng." Jawab yang lebih tua santai. Satya memasang muka tidak senang, "Tahu gitu kaga usah ditanyain kabarnya. Kuping gue mimisan dengernya." Satya menatap dengan horror. Sedangkan Dino hanya bisa tertawa walau sebenarnya ia sendiri sudah terbiasa, atau lebih tepatnya bosan, dengan pernyataan betapa tampannya Abim yang sudah jelas berasal dari mulut Abim sendiri.

"Oh iya, Ya. Ada Bang Satria di sana?" Pertanyaan tersebut memancing perhatian Satria. Kedua orang yang sedang melakukan panggilan vidio itu dengan santainya memasang mode pengeras di ponsel Vernon. Satya hanya mengangguk, "Ada Bang, kenapa?" Ponsel Vernon menunjukkan Abim yang terdiam untuk beberapa saat yang lama dan Dino hanya memandagi Abim dengan penuh kebigungan. Karena Dino sendiri tidak mengira bahwa yang lebih tua akan menanyakan Satria pada Satya. Abim hanya menggeleng dan tersenyum sebentar, "Engga, titip salam buat anak-anak di sana ya." Abim melambaikan tangannya dan kembali ke kasur Dino untuk memainkan ponselnya. Dino hanya mengangkat bahunya, "Gue harus balik nugas, suruh abang-abang dadahin gue dong." Vernon hanya menggeleng, "Dih manja," Vernon menjeda sebentar, mengarahkan layar ponselnya pada kakak-kakaknya, "Bang-Abang. Dino mau pamitan bilang dadah dulu sana." Yang lebih tua hanya melambai dan meninggalkan beberapa ucapan agar yang paling muda bisa datang saat mereka berkumpul lagi.

Panggilan vidio akhirnya berakhir bersama Abim dan Satria yang terdiam di tempat mereka masing-masing.

CHARETEENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang