Chapter 35

338 38 1
                                    

   Malam itu terasa panjang. Tempat mereka berkumpul masih cukup ramai bahkan saat waktu sudah menunjukkan pukul sebelas lewat dua puluh malam. Hanya butuh empat puluh menit sebelum tengah malam tiba.

   Meja Chareteen? Jangan ditanya, Aldion sudah pulang terlebih dahulu karena harus mengejar tugas miliknya yang masih banyak. Biasa, ia juga akan menghadapi skripsi tahun depan. Ia mengambil lebih banyak SKS dibanding teman-temannya agar ia bisa punya lebih banyak waktu untuk mempersiapkan skripsinya tahun depan.

   Sonia, calon istri Johan, dan juga adiknya, Adelia masih berada di sana. Adelia lebih banyak berbicara denga Satya dan Vernon. Bagaimanapun, mereka sempat menjadi teman seangkatan—bahkan sekelas—saat mereka masih duduk di bangku SMA.

   Adelia berada di kelas 10 IPA 1 bersama Vernon. Walau berteman dekat, keduanya tidak melewati batas pertemanan. Justru sebaliknya, karena kedekatannya dengan Vernon ia menjadi dekat dengan Nuno. Semua orang bingung bagaimana dan dari mana kisah Nuno dan Adelia berasal. Keduanya tidak terlihat banyak interaksi intens, tapi saat keduanya berpapasan, hubungan mereka terlalu dekat untuk disebut sekedar senior dan junior.

   Mereka tidak pernah memulai atau mengakhiri apapun pada akhirnya, semuanya hanya mengambang begitu saja tanpa kejelasan apapun.

   "Nia, ini Mami nanyain minta kamu ke rumah dulu. Kamu nginep aja mau?" Johan yang sedari tadi asik memainkan ponselnya akhirnya membuka suara. Hugo sudah cekikikan mendengar hal tersebut. Kebiasaan laki-laki usia awal dua puluh mendengar kabar menginap, yang akhirnya membuat satu pukulan keras melayang dari Abimanyu ke tengkuk Hugo. Sonia hanya tertawa, lalu mengangguk pada Johan, "Ga apa sih. Tapi Adel?"

   Mata para senior tertuju pada gadis yang duduk di samping Nuno yang tengah asik berbincang dengan Vernon dan Satya. Ketiga orang itu menoleh balik, membuat rasa sedikit tidak nyaman ketika hampir sepuluh pasang mata menatap kearahmu.

   "Ada apa, ya?"

   "Kakak nginep di rumah Johan loh, Del. Kamu mau nginep juga atau gimana?"

   Senyum Adelia pudar saat itu juga. Ekspresinya jadi lebih kikuk, ia juga merespon dengan gelengan dengan cepat seolah itu respon natural untuk ajakan menginap di rumah keluarga Johan. Jangan tanya Johan, apa lagi Sonia. Mereka tak pernah mengerti kenapa Adelia sangat tidak suka menginap di rumah Johan. Walau anak itu sama sekali tidak menunjukkannya saat ada orang tua Johan, namun penolakan anak itu selalu konsisten jika itu ajakan menginap di rumah Johan.

   "Udah mau tengah malem, Dek. Nanti kamu balik sama siapa? Jauh loh, Kakak ga mau ya kamu balik naik ojek online."

    "Udah Teh, sama Ver—"

    "Gue anterin aja, santai."

   Lagi, Nuno benar-benar tidak menjadi dirinya malam ini. Ia tidak banyak bicara, tawanya kikuk, kini dia juga sudah dua kali memotong pembicaraan. Dan lagi, untuk alasan yang sama. Karena Adelia.

   Abimanyu, Devan, dan Daresta yang sedari tadi asyik sendiri pun kini mulai menaruh perhatiannya kepada dua orang itu. Mereka memang jadi buah bibir pada masanya, tapi tidak ada yang menyangkan bumbu pernak-pernik romansa SMA itu ternyata jauh lebih dalam yang mereka kira.

   "Aman ga nih? Ntar lo apa-apain lagi adek gue mentang-mentang masa lalu belom kelar."

   "Iya, aman. Lo belom pindah rumah, 'kan, Mba? Nanti gue kabarin Bang Johan kalau udah sampe."

   "Bener lo ya. Awas lo bawa kemana-mana adek gue. Satria, Jovian, laporin ya kalau nih satu aja lanang di sini gangguin adek gue. Gue goreng dia jadi tempe mendoan."

   Satria hanya menggeleng, tak habis pikir dengan pemilihan kata Sonia. "Iya, iya dah. Sana lo berdua balik. Udah dicariin calon mertua." Jawaban Satria menjadi penutup sebelum Johan dan Sonia mengangkat diri dari bangu mereka. Mereka melambai meninggalkan para pemuda tersebut, menyusul Aldion yang sudah meninggalkan tempat itu terlebih dahulu.

   Setelah sepasang kekasih itu sudah menghilang dari pandangan mereka, pandangan mereka langsung teralih pada Nuno dan Adelia yang sudah saling menatap dengan santai.

   "Makan, jangan liatin aku mulu." Nuno memutuskan kontak mata keduanya. Tangannya menopang dagu dengan telapak menutupi mulutnya. Adelia tersenyum, Nuno salah tingkah.

   "Dih, anjir? Bisa salah tingkah dia?" Aljundi menatap tidak percaya. Cukup keras sehingga Chiko menyikut perutnya cukup keras. Tentu saja hal itu membuat perhatian seisi meja mengarah kepada dua orang itu.

   "Tapi serius deh, lo berdua ga pacaran? Dari SMA?" Abimanyu bukan orang yang suka ikut campur, posisinya juga canggung di lingkaran itu. Tapi ia penasaran. Karena Nuno bukan orang terlalu terbuka, tapi juga tidak menutupi apapun pula.

   Keduanya kompak menggeleng. Membuat alis Jovian naik sebelah, "Backstreet? Engga juga?" Lagi, keduanya menggeleng serempak sebagai respon, kali ini membuat alis Jovian mengkerut bingung.

   "Lah terus?" Satria kini menyuarakan rasa penasarannya. Nuno dan Adelia hanya saling menatap untuk beberapa detik. Adelia menoleh ke arah Satria dan mengangkat bahunya. Satria melirik ke arah Nuno, melihat anak itu tenggelam dalam pikirannya sendiri.

   "Ga ada yang disembunyiin. Gue ga akan nempatin Adel di posisi sulit kayak backstreet-backstreet-an."

   "Ga akan ada romance nih malem ini?"

   Pertanyaan Hugo berhasil membuat suasana hening. Ah, atau lebih tepatnya keheningan mengudara karena kedua belah pihak tidak berencana untuk merespon apapun.

   "Udah, Go. Orang yang ga pernah pacaran emang ga akan ngerti gini-ginian." Jovian berhasil membuat seisi meja itu tertawa kecuali Hugo, yang dibicarakan. Hugo hanya mencibir dengan bibir mengerucut lucu. Sebenarnya ia terlihat menggemaskan mengomel seperti itu, tapi mereka tidak berencana untuk membicarakan itu.

    "Eh, Del. Tapi serius deh, kok lo bisa deket sama Nuno pas SMA? Kayak, random banget ga bohong." Vernon membuka suaranya. Adelia menoleh, lalu mengangkat bahunya, "It just happen."

   "Jodoh emang suka ga ketebak datengnya, Dek." Satria mengangkat-angkat alisnya. Respon Satria berhasil membuat Adelia tertawa geli, sedangkan teman-temannya bergidik aneh, bahkan Chiko menjauh dari Satria, "Idih, najis. Bau halo dek."

   Candaan itu terus dilemparkan di meja tersebut. Makan malam kali itu ditanggung oleh Satria dan Abimanyu, saudara tiri yang sudah berdamai malam itu.

   Malam itu, diisi oleh Abimanyu dan Jovian yang sudah berdamai dengan masa lalu mereka—

   "Gue sama Adel jalan duluan."

   —dan Nuno yang akan menghadapi masa lalunya.

CHARETEENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang