tw // abusive relationship, divorce, abuse
"Sumpah, aku udah engga kuat." Wanita usia awal empat puluh itu menangis dengan punggung menempel pada dinding. Pria mabuk di hadapannya membuat dirinya ketakutan menahan sakit yang dirasakan pipi dan kakinya.
Kondisi seperti ini selalu jadi pemandangannya setiap sang suami gagal memenangkan proyek pekerjaan. Atau mungkin saat ada kerugian. Semangat mencari uangnya lebih tinggi daripada rasa empati pria tua itu. Pria dengan wajah merah dan tubuh yang tidak seimbang itu hanya berjalan meninggalkan istrinya sendirian menangis.
Pintu yang terbuka tidak didengar wanita itu. Wanita itu hanya menangis dalam diam di kamar mandi yang tertutup itu. Sosok Abim, putra tunggalnya hanya menatap diam dalam gelap fajar yang masih menantikan mentari naik.
Abim ingin memeluk ibunya. Ingin. Sangat ingin. Tapi ia takut. Ia takut. Takut dengan fakta apa yang akan ia temukan ketika ia memeluk sang Ibu. Apakah karena dirinya? Apakah sang Ibu menangis karena dirinya? Apa dia melakukan kesalahan? Apa dirinya membuat sang Ibu terluka? Jutaan pertanyaan menelan pikiran pemuda itu.
Takut.
Satu perasaan itu membuat dirinya membeku di tempat dan hanya bisa menangis dalam diam. Satu malam yang menjadi penyesalannya karena memilih untuk menutup mata. Satu malam yang selalu menghantuinya dengan penyesalan. Jika waktu bisa diulang, Abim pasti akan berlari pada sang Ibu dan memeluk wanita itu dan menangis bersamanya.
- CHARETEEN -
Empat bulan sudah berlalu sejak perceraian kedua orang tuanya. Jika Abim boleh jujur, ia masih terguncang dengan fakta bahwa sang Ibu lah yang menggugat cerai sang Ayah dan membawa pemuda itu keluar dari rumah Ayahnya.
Jika berkata kaget? Jawabannya tidak terlalu. Abim sudah tahu bahwa cinta Ayahnya pada sang Ibu sudah lama dingin. Mungkin leang berkata bahwa cinta itu buta, tapi Abim lebih percaya bahwa memang benar kata orang uang juga membutakan.
Melihat sang Ibu mulai bekerja lagi adalah pemandangan baru bagi Abim. Perusahaan tempat Ibunya bekerja adalah perusahaan yang direkomendasikan oleh orang tua dari kakak kelasnya, Joshua.
"Bengong lagi." Sang Ibu memanggil putra tunggalnya yang termenung di meja makan sebuah restoran cepat saji. Abim menengok lalu tersenyum, "Maaf, Ma."
Wanita itu mengusap rambut anak itu, matanya menatap anak satu-satunya dengam lembut. Biasanya, sang Ibu akan pulang dan pergi ke perusahaan sendiri. Namun mobil yang dipinjamkan oleh perusahaan wanita iru sedang di bengkel untuk perawatan rutin. Dan hari itu kendaraan umum juga tidak kunjung lewat. Tentu saja Abim tidak akan merasa keberatan untuk menjemput satu-satunya wanita yang dicintainya di muka bumi ini.
"Maaf ya Mama minta jemput jam segini." Wanita itu menatap sedih anaknya membuat pemuda itu menggeleng, "Abim kan anak Mama. Masa jemput aja ga mau? Kita juga udah lama ga jalan bareng, Ma...." Abim tersenyum.
"Tadi mikirin apa?" Ibunya bertanya lembut. Abim sedikit bingung. Apa harus ia jujur? Atau berpura-pura saja?
"Cuman ... kepikiran aja, Ma. Papa kayak bahkan ga mau perjuangin Abim? Bukannya Abim ga mau sama Mama. Tapi rasanya ... presensi Abim engga penting-penting banget ya buat Papa?" Pemuda itu menunduk, mencoba terbuka pada sang Ibu.
Hati Ibu mana yang tidak remuk mendengar kata-kata itu dari buah hatinya sendiri? Walaupun pada masa mereka tinggal sebagai keluarga utuh sang putra jarang pulang saat dirinya terjaga.
"Abim sayang, anak Mama.... Maafin Mama ya?" Abim menengok, "Kenapa Mama minta maaf?" Abim menggenggam tangan sang Ibu.
"Maafin Mama yang engga berhasil milih Papa terbaik buat kamu." Wanita itu tersenyum sedih, "Mama bisa pilih siapa yang jadi pasangan Mama, tapi kamu ga bisa milih orang tua kamu. Mama harusnya pilih orang yang lebih baik buat jadi orang tua kamu." Wanita itu melanjutkan.
Abim hanya bisa tersenyum, "Abim yang harus makasih sama Mama karena Mama udah jadi orang tua yang baik buat Abim." Pemuda itu menggenggam tangan wanita itu erat. Wanita itu tersenyum pada anak itu, "Makasih juga ya, sayang. Makasih udah lahir jadi anak Mama."
Makan malam sederhana Ibu dan anak itu berlanjut hingga malam berlalu. Pulang bersama ke rumah warisan sang Nenek yang hangat walau hanya diisi oleh dua orang.
Abim telah memejam, membawa dirinya sendiri untuk datang ke dunia mimpi di kala malam. Sang Ibunda hanya duduk di sisi anak lelaki kesayangannya yang tertidur lelap. Matanya menatap sendu anak yang belum genap tujuh belas tahun itu, "Mama belum bisa janji. Tapi nanti Mama akan kenalin kamu untuk punya Papa yang baik ya sayang." Wanita itu berbisik mengusap kepala sang putra lalu meninggalkan anak lelakinya untuk tetap berdiam dalam lelap bersama langit malam.
![](https://img.wattpad.com/cover/218152200-288-k190526.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
CHARETEEN
Fiksi PenggemarChareteen adalah sekelompok pemuda paling bahagia di Bandung. Tapi, itu adalah kisah lima tahun yang lalu. Lalu, bagaimana jika sekarang? CHARETEEN : (n) ketika SEVENTEEN melokal dan menjadi tiga belas pemuda yang pernah merajai SMAN 2 Bandung.