Warna jingga mewarnai langit senja kota Bandung. Nuno yang baru saja kembali dari Jakarta dalam perjalanan pulang pergi tidak memilih pulang sebagai tujuannya. Justru dengan taksi ia sudah asik mengetikkan pesan kepada teman-temannya yang tengah berada di cafe milik Jovian.
Jovian :
Bacot banget, udah ngumpul aja main hpSatria :
Ya ngapa jg g lo matiin?Nuno :
ribut mlu anjir, gue dah mo nympe nihDevan :
Bawain jajanan dari Jakarta ga No?Satya :
(2)chiko :
mkn aja cpt lo ya
(3)Nuno :
gada beda anjir
gada
org skripsian lo kata jln-jln
dh dlu
Dh nympechiko :
kJovian :
Yodah
Gue masih nungguin orngPonsel yang berada di genggamannya tidak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti. Getaran dari ponselnya tidak berhenti memberi tanda satu-satunya ruang obrolan yang tidak disetel dengan mode hening itu masih terus membicarakan hal-hal tak masuk akal walaupun mereka berada di tempat yang sama. Setelah kembaliannya diberikan oleh sang pengemudi, tungkai panjang milik pemuda itu melangkah memasuki cafe milik kawannya tersebut. Tentu saja Satya menjadi yang paling heboh di antara mereka. Mungkin sudah menarik perhatian tamu lain. Kalau bukan karena bantuan Teh Mira, pekerja-pekerja lain mungkin hanya akan berkumpul dan menggosipi kumpulan teman-teman berisik dari pemilik tempat mereka bekerja.
Jovian sendiri tahu kalau Satya akan diam dengan sendirinya, karena itu dia membiarkan anak itu menjadi. Hanya Chiko yang berusaha menghargai tata krama bertamu sudah menganiaya anak itu. Tangannya meraih tangan-tangan sobatnya yang menyambutnya dengan salam hangat. Ia mengambil bangku kosong untuk bergabung dengan meja perkumpulan kawannya. Mereka kembali melebur dalam pembicaraan masa lalu, kecuali Satya yang masih bergelut dengan ponselnya. Anak itu akan berisik jika menyambut seseorang, namun setelahnya fokus anak itu akan kembali pada suatu hal lainnya.
"Ngapain sih lo, Ya? Handphone mulu?" Devan bertanya penasaran. "Lagi ngechat orang elah, Bang." Satya menjawab cepat tanpa menoleh, jemari tangannya masih sigap mengetik pesan di atas layar ponselnya. Nuno mendekatkan tubuhnya, mencoba mencuri pandanng siapa yang dikirimi pesan oleh yang lebih muda dengan se-intens itu. Satya lantas menghindar secara spontan, menarik ponselnya menjauh dari jangkauan yang lebih tua, "Lo apaan sih, Bang? Belok lu? Naksir sama gue?" Satya melemparkan pertanyaannya bertubi-tubi, bersama dengan tatapan horror yang diarahkan pada Nuno. Nuno memukul kepala yang lebih muda pelan, "Ngaco lo, Ya. Lo kuliah nagapin sih malah tambah bego, anjir." Nuno membalas jengkel dengan suara yang sedikit meninggi. "Lagian ngapa sih lo? Chat aja sampe haru sdisembunyiin gituu? Lagi pendekatan sama gebetan lo? Takut ketolak?" Goda Devan, "Lagian ya, Ya. Lo itu udah nge-chat kayak gitu dari tadi pagi sampe sekarang. Ngga cape apa tuh leher nunduk mulu?" Tanya Devan.
Satya mengelus dadanya dengan nafas yang dihela dengan kesal, "Gusti, salah apa gua punya temen yang tua, laknat, nuduh pula kerjaannya. Dikata adeknya kaga ganteng apa sampe dikata takut ketolak," omelnya dengan dramatis, "Ini group chat gue ama si Bule ama si Cilik. Ya kali gue jadian sama mereka, bujug gile. Masih demen modelan Nicki Minaj, kalau mau belok mending sama Seungkwan Seventeen dah gue." Satya menunjukkan ponselnya pada teman-temannya yang ada di meja.
Nuno terbelalak dengan wajah cerah, "Buset, trio ngumpul lagi tuh?" Satria membuka suara mengingat bagaimana tiga anak paling muda di Chareteen, memancing gelak tawa. "Ngomongin apaan? Seru amat?" Chiko bertanya dengan tenang. Satya mendecak, "makanya jangan ngeliatin jadwal kerjaan mulu napa sih, Bang?" Satya bertanya sarkas. Chiko melempar tisu asal ke arah Satya, "Bukan, bego. Gue nanya lo bertiga-tigaan ngomongin apa sampe elo kaga ngebacot pas kumpul," ujarnya memperjelas. Mulu Satya membentuk huruf 'o' besar sambil mengangguk, wajah tawa tak bersalah andalannya muncul, "Ya maap, Bang. Makanya yang jelas," ujarnya, "Gue, cilik, ama si Bule sih pengennya ketemuan. Tapi tahu dah, Dino masih sibuk, kebiasaan anak kedokteran."
Satria menggeleng takjub, "Gile tuh anak, lebih berguna bagi nusa dan bangsa ketimbang gue," candanya yang disahuti anggukan oleh Chiko, "Bagus lo tahu." satria menatap sinis, "Gue bercanda, bangke. Ngapa lo malah seriusin, Chi."
"Eh, Vernon bisa ke sini sekarang, tapi si Dino kudu nugas. Ga apa?" Satya bertanya tanpa mengalihkan perhatian dari layar, "Ntar ngambek ga anjir?" Satya berlanjut bertanya pada dirinya sendiri. "Udah, dateng aja. Masukin ke group aja. Ntar video call, kuota jangan kayak orang susah." Jovian mengomel, "Ini lagi si Jun lemot banget kek keong! Bales chat apa molor pula." Omel Jovian.
Satya mengundang VERNON, dino ke dalam CHARETEEN LAGI
Jovian mengundang JUN ke dalam CHARETEEN LAGI
VERNON bergabung ke dalam CHARETEEN LAGI
dino bergabung ke dalam CHARETEEN LAGI
dino :
BANG
MAU
IKUTVERNON :
bye din
w duluanJovian :
met datang
Jun molor asliVERNON :
WKWKWKWKWKWK
bang jun mah
tungguin aja
palingan
macet
dah w otw
:*
KAMU SEDANG MEMBACA
CHARETEEN
FanfictionChareteen adalah sekelompok pemuda paling bahagia di Bandung. Tapi, itu adalah kisah lima tahun yang lalu. Lalu, bagaimana jika sekarang? CHARETEEN : (n) ketika SEVENTEEN melokal dan menjadi tiga belas pemuda yang pernah merajai SMAN 2 Bandung.