42. Kembali

341 40 5
                                    

•Selamat membaca•

_____

Alena mendorong kursi roda Shankara ke area pemakaman umum dekat panti asuhan Nadira. Di depan mereka, Reana, Masayu dan Nadira memimpin.

Walau kelihatannya Alena cukup tenang, tidak ada yang tahu kalau dia berkeringat dingin dan gemetar. Atensinya bahkan tidak fokus, sesekali Shankara mencoba mengobrol dengannya namun Alena justru lebih sering tidak merespon.

"Kamu kenapa?"

Alena baru sadar kalau Shankara menggenggam tangannya. Sudah sangat lama sejak terakhir kali Shankara menggenggam tangannya sehangat ini. Alena tanpa sadar kembali melamun.

"Alena?"

Cewek itu menarik napas perlahan. "Aku cuma syok aja, karena rupanya aku beneran punya ibu."

"Kenapa kamu bilang gitu?" tanya Shankara. "Selama ini, Tante Nadira ngerawat kamu dari kecil. Dia udah anggap kamu sebagai anaknya juga. Dia ibu kamu, Alena."

Alena tersenyum lemah. "Shankara, sejak kecil aku tahu kalau Bunda bukan ibu kandung aku. Selama aku sekolah, ada beberapa anak yang ngejek aku karena aku anak panti asuhan. Mereka bilang ibuku kabur, ngebuang aku dan gak menginginkan keberadaan aku. Kamu pikir, setelah hampir 17 tahun berlalu, aku gak bakalan syok karena tahu fakta yang sebenarnya?"

"Alena...,"

"Kenapa mereka gak pernah bilang kalau ibu aku itu ada? Ibu aku udah dikubur sejak hari dimana aku lahir?"

Mereka berhenti di dekat pohon kamboja. Sementara, ketiga orang di depan sana terus berjalan tanpa sadar kalau Shankara dan Alena tertinggal. Shankara menengadah, menarik Alena untuk lebih dekat dengannya.

"Itu bukan salah kamu, oke? Kamu berharga. Kamu diinginkan. Kamu anak paling disayangi di dunia ini, Alena." Tangan Shankara mengelus pucuk kepala Alena yang baru saja berjongkok di sebelah kanan kursi rodanya, menyembunyikan wajah karena menahan tangis.

Shankara berkata pelan, "kalo kamu mau nangis, nangis aja, gak usah malu. Aku bakal lindungin kamu supaya mereka gak ngeliat kamu lagi nangis."

Alena mendongak, dengan matanya yang berair dan suaranya yang sesenggukan, cewek itu memandang Shankara dengan ekspresi sedih.

"Jangan bilang... siapapun...," Alena membersit ingus, "kalo aku... nangis."

Shankara tergelak, diusapnya air mata di pipi Alena dengan punggung tangannya, lalu jejak basah di sudut mata Alena dengan ibu jarinya.

"Cewek cantik jangan nangis lagi, ya?"

Alena memandangnya dengan mata berkaca-kaca.

Shankara tertegun sebentar. Sebelum kemudian ia memalingkan tubuh dan berteriak sendiri seperti orang frustasi. "Astaga! Jangan kayak gitu dong ekspresinya?!"

Alena berdiri, sedikit tersinggung. "Kenapa?"

Shankara memandangnya nelangsa. "Kamu...," ia berdecak sebal, "jadi keliatan imut, tahu gak?"

Alena tersenyum geli. Cewek itu menghapus sisa airmata di wajahnya lalu tertawa pelan. "Kirain apa."

"Jangan kayak gitu lagi."

ꜱʜᴀɴᴋᴀʀᴀ ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang