29. Ujian

173 43 12
                                    

•Selamat membaca•

_____

"Hah?"

Keenan mengerjap, sudut bibirnya melengkung kaku, "Halsa, lo bercanda—"

"Gue gak sedang bercanda."

Keenan membisu. Dia mundur selangkah lalu mengeluarkan suara tawa canggung, "Halsa ... Lo itu sahabat gue."

Halsa meremas erat tali tasnya, cewek itu menunduk, berusaha memikirkan hal lain agar airmatanya tidak jatuh bebas.

Mereka berdua terdiam selama beberapa saat, membiarkan dinginnya angin malam menerpa kulit mereka. Halsa memandang langit. Menghindari tatapan Keenan agar tidak menangis. Dia merasa bahwa dia akan ditolak.

"Halsa," Keenan bergumam, "Bukannya kita udah nyaman kayak gini?"

Ya.

Beginilah seharusnya. Halsa mencoba tersenyum manis. Jika dia sudah beruntung mendapat sahabat seperti Keenan, kenapa dia harus mengharapkan suatu hal yang lebih?

Bukankah derajat persahabatan jauh lebih tinggi dibanding cinta?

Tidak juga.

Ada hubungan persahabatan yang retak, ada yang menjadi musuh dan bahkan saling berubah menjadi orang asing. Apakah derajat persahabatan lebih tinggi?

"Iya juga," Halsa tertawa miris, "Lo sahabat gue, ya 'kan?"

"Halsa... Lo nangis."

Halsa tercenung. Dia menyentuh pipinya dan memang ada jejak airmata disana. Astaga, betapa bodohnya.

"Keenan, gue masuk dulu ya."

"Sa, gue—"

"Bye, Keenan."

Halsa kabur dari hadapan Keenan, memasuki rumahnya dan segera mengunci pintu. Bersikap biasa saja. Meletakkan sepatu dan tasnya lalu berjalan menuju wastafel untuk mencuci tangan.

Tapi ada satu hal yang pasti.

Isak tangisnya lama kelamaan semakin terdengar sengau.

∆∆∆

Beberapa hari berlalu begitu cepat. Raksal tidak lagi mengganggu Alena dan Shankara bisa sedikit lebih tenang.

Tidak ada hal-hal baru di sekolah. Semua berjalan seperti biasanya. Memang ada beberapa kejadian yang sempat membuat Shankara bingung. Seperti contohnya, Keenan yang mendadak murung dan Adrian yang entah kenapa menjadi pusat perhatian di kelas mereka akhir-akhir ini.

Shankara sudah merasa senang karena setiap hari Alena selalu berangkat dengannya ke sekolah. Walaupun tidak ada kejelasan tentang hubungan di antara mereka, Shankara tidak mempermasalahkan hal itu asal Alena ada dalam jangkauannya.

Tetapi tidak seperti biasanya, hari ini entah kenapa Shankara memiliki firasat yang berbeda.

Shankara keluar dari rumah lalu menghirup napas dalam-dalam. Udara pagi memang menyegarkan. Dia sudah selesai bersiap untuk pergi ke sekolah. Walau hari ini ia akan mengantar Masayu terlebih dahulu ke sekolah.

Alena sudah pergi ke sekolah pagi-pagi sekali. Alasannya sih karena dia punya tugas piket kelas. Astaga. Cewek itu benar-benar membuatnya bangga.

Tadi pagi ia sempat bertukar sapa dengan Alena sesaat. Cewek itu benar-benar sudah kelihatan lebih segar dibanding kemarin. Alena yang ramah dan menenangkan sudah kembali. Walau Shankara sempat khawatir dengan keadaan Alena pasca ditinggal pergi Ibu dan insiden dengan Raksal, tetapi sekarang cewek itu benar-benar sudah kembali ceria.

ꜱʜᴀɴᴋᴀʀᴀ ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang