28. Orang-orang yang Patah Hati

190 49 17
                                    

•Selamat membaca•

_____

"Gue udah ngira kalo lo yang nyembunyiin Alena di sini."

Sedikit saja pergerakan dari Raksal mampu membuat dua orang di depannya itu waspada.

"Dari kemarin gue mau nyamperin lo tapi gue gak bisa karena banyak pengawal di sekitar sini. Gue cuma bisa kesini karena ngaku sama orang tua lo tadi kalo gue temen sekolah lo," Raksal bersidekap dada, "Liat aja, malam ini gue bakal bikin orang tua lo berduka karena kehilangan putra mereka satu-satunya."

Raksal maju, baru saja selangkah ia bergerak, Alena tahu-tahu sudah merentangkan tangannya di depan tubuh Shankara, seolah-olah melindungi cowok itu.

Raksal tertegun.

"Jangan sentuh Shankara," desis Alena.

Raksal merapatkan bibir, ia mengukir senyum miring, "Alena, lo pulang sama gue. Sekarang."

Giliran Shankara yang menarik Alena untuk tetap berdiri di belakangnya, "Gue gak bakal biarin lo bawa dia pergi dari sini."

Kedua manik Raksal mengamati Shankara dengan lekat, "Gue bisa nuntut lo karena udah membawa kabur Alena dari rumah."

"Nuntut?" Shankara tertawa, "Alena bahkan gak mau pulang sama lo. Jangan ngada-ngada."

Raksal mengabaikan Shankara. Cowok itu memiringkan kepalanya sedikit untuk melihat Alena yang disembunyikan Shankara di belakang punggungnya.

"Alena ..." suara Raksal terngiang di telinga Alena, "Lo gak lupa sama janji—"

"Jangan bawa-bawa janji itu, brengsek!" Shankara menggeram marah, ia bergerak maju selangkah dengan tatapan mata yang menusuk, "Dia adek lo, bego! Gimanapun juga, lo sama dia kakak adik! Lo gak bisa maksa dia buat ada di hubungan yang dia sendiri enggak mau!"

"Dia bukan adik gue," sahut Raksal enteng, cowok itu memicing, "Kami enggak sedarah. DNA kami beda. Orang tua kami beda dan gue gak pernah anggap dia sebagai adik gue," Raksal berdecak, "Jangan karena orang tua gue adopsi dia sebagai anak, itu berarti gue punya hubungan darah sama dia."

Shankara menggeretakkan gigi, "Lo gila."

"Atau jangan-jangan ... Lo takut? Lo takut karena lo sendiri tahu kalau janji itu gak boleh di ingkari, Shankara?" Raksal tertawa mengejek. Dia menendang angin sebelum kemudian memandang Alena kembali, "Alena. Lo mau disini atau pulang sama gue?"

Shankara menoleh ke belakang. Tersirat jelas di matanya jika ia tidak ingin mendengar jawaban yang berbeda dari ekspentasinya. Alena tidak membalas tatapannya. Cewek itu menatap Raksal lamat-lamat tetapi tidak mengatakan apapun.

Seolah ada jalinan telepati di antara keduanya, Raksal langsung menjentikkan jari begitu memahami arti tatapan Alena kepadanya.

"Oke. Kali ini gue gak bakal pake jalan kekerasan," Raksal mengulum senyum, "Kayaknya, lo masih belum dapat pelajaran dari masa lalu, Alena," sorot matanya masih terpaku pada cewek yang saat ini terdiam di sana, "Nanti juga lo bakal sadar, kalo cuma gue yang cocok di samping lo."

Tubuh Alena gemetar. Maniknya yang indah itu bahkan mulai tertutupi oleh kaca-kaca tipis yang bisa pecah kapan saja. Shankara memperhatikannya. Shankara mengamati ekspresinya.

ꜱʜᴀɴᴋᴀʀᴀ ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang