BTW, tanggal 22 Maret gue Ujian Nasional. Doakan gue bisa lulus dengan nilai tinggi dan kesehatan terus menghampiri gue biar pas tes kesehatan untuk melengkapi bagian pentingb syarat beasiswa terpenuhi.
*
*
*Tak ada yang tahu kalau Ulfa menyimpan benda tajam di saku celana, pantas saja sedari kamar sampai turun sebelah tangannya tak lepas dari saku. Tentu saja Ulfa memanfaatkan benda tajam yang digunakan Mark untuk melukai tubuhnya tadi.
Sam sudah tersungkur lebih dulu, menjadikan sebelah tangan sebagai penyangga sedangkan yang satunya tampak berlumur darah akibat tembak asal dari orang di lantai atas.
Lagi-lagi Sam melindungi Ulfa.
"So sweet," lirih Mirda tanpa sadar kemudian pipinya ditabok santai oleh Nani.
"Tolongin Pak Sam dulu, Njir! Baru deh lu baper-baperan," cercanya seraya berlari menarik tubuh Sam lalu membawanya menjauh dari Ulfa dan Mark yang tengah berhadapan-hadapan.
Mark berdiri di depan Ulfa, menghadang tembakan yang mungkin terjadi lagi sedangkan Ulfa menodongkan pisau lipat tepat ke leher Mark.
Punggung belakang dekat lengan Mark mengucur darah, sedangkan lengan Sam sudah mati rasa karena darah terlalu banyak keluar. Mereka berdua tengah mencegah maut tetapi menghadirkan maut untuk diri mereka sendiri.
Sulas menyobek bagian bawah tuniknya kemudian mengikat lengan Sam guna mencegah darah yang terus mengalir, ia menatap Nani dan Mirda yang sibuk mengobrak-abrik tas mencari obat merah.
Ulfa? Meski jantungnya berdegup kencang, tetap saja ia harus berani menodong pisau ke orang yang tanpa sengaja menjadi pelindungnya. Ulfa betul-betul dilema sebab wajah Mark bak pinang dibelah dua saking miripnya dengan wajah Seno.
Bimbang, saat ingin menjauhkan pisau, tangan Mark bergerak cepat menahan pergelangan tangannya agar pisau kembali ke tempat semula.
"Jangan, dia berniat membunuh kamu." Begitulah yang didengar Ulfa. Mark betul-betul mencintai Ulfa sayangnya cara Mark mencintai tak wajar.
"Kenapa? Kenapa lo bantu gue, Mark?" tanya Ulfa dengan mata berkaca-kaca. Walau bagaimanapun juga Mark pernah menarik perhatiannya meski sekejap.
Mark tersenyum kecil, "Karena aku sayang kamu." Tangan Mark bergerak mengelus surai hitam gadis pujaanya.
"Cih, jauhkan tangan kotor kamu dari Ulfa," decih Sam tak suka, wajahnya terlihat pucat sebab nekat menghalang peluru pertama yang mampu menerobos daging lengannya.
"Bang!" pekik Zaki yang menjadi dalang dari kejadian ricuh tadi.
"Gue tau lo suka dia. Tanpa lo sadari sikap lo jadi orang bego! Kalau dia gak suka sama lo ya lenyapin," cerocosnya menatap tajam gadis yang dicintai abangnya itu, matanya sedikit meneduh saat beralih menatap Mirda.
"Diam kamu! Kamu cuma anak kecil tukang buat onar!" cerca Mark pada adiknya.
Zaki terbahak nyaring, "Lo berubah Bang! Lo tau 'kan Papa Mama cerai gara-gara kelakuan lo itu, gara-gara sikap gila lo yang bikin keluarga kita hancur." Zaki sampai di belakang Mark, menatap nanar bekas tembakan kedua yang malah dihadang abangnya bak seorang jagoan.
Benar. Gara-gara kelakuan Mark yang terobsesi pada sosok Ulfa, keluarga mereka nyaris bangkrut dan mama mereka memilih kabur dari rumah lalu bercerai begitu saja tanpa alasan.
"Lo penyebab semuanya! Coba aja lo gak hadir ke dunia ini! Coba aja lo gak idup! Pasti keluarga gue gak sehancur ini, Fa!" bentak Zaki hendak menampar gadis yang disukai abangnya tersebut. Namun, lebih dulu dihadang dengan teriakan melengking dari Mirda.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAHASISWI BUCIN (END)
Humor"Pak, kayaknya mata Bapak ini lampu merah, deh." Ulfa menatap Sam sambil tersenyum sebelah. Sam menoleh acuh, "Lampu merah?" "Iya, tiap ngeliatnya saya jadi berhenti terus," sambungnya sambil cengengesan "Mau belajar apa gombal, heh?" tanya Sam jeng...