Beberapa part lagi mungkin bakalan tamat.
Mungkin.
Wkwk, part-part buat membuka kejahatan Amir, Mark, dan Kholifah aja.
*
*
*"Apa? Agatha keguguran?!" Amir berlari menghampiri kamar pasien yang dihuni istrinya. Agatha.
'Braaak!'
Pintu terbuka keras menimbulkan suara bantingan yang mengganggu. Amir melangkah marah ke arah Agatha, tanpa ampun dia langsung mencengkram rambut belakang istrinya kuat.
"Aakhh! Sa--sakit Mas sakiiit!" Agatha yang masih terisak semakin kalut dibuatnya.
Tanpa perikemanusiaan Amir menyentak rambut Agatha kuat ke belakang membuat kepala Agatha mendongak menatap langit-langit ruangan. Air mata mengalir deras di sudut matanya.
"Dasar wanita murahan! Bisa-bisanya kamu gagal menjaga aset berhargaku! Menjijikkan!" Amir mendorong tubuh Agatha membuat wanita malang itu terjatuh dari bad kecilnya.
'Praaak!'
Beberapa alat medis yang ada di atas meja sebelah bad pasien berjatuhan diiringi isak tangis Agatha yang semakin keras. Wanita itu meraung, memegang perutnya sakit sesekali menyumpahi Amir agar cepat mati.
"Bangsat! Kamu pikir aku juga mau kehilangan anak ini, hah?! Salahmu yang meninggalkanku di jalan tadi, kamu malah asik dengan wanita lain! Rahimku ini hanya sewaan bukan? Hanya tempat asetmu tumbuh agar seluruh harta jatuh ke kamu! Licik!" seloroh Agatha sesenggukan. Dia menarik-narik rambut panjangnya sesekali terbatuk karena tangis histerisnya.
"Aku? Kamu menyalahkan aku hah?!" Amir hendak menerjang Agatha dengan tendangan kuatnya tetapi urung karena Sam datang lebih cepat.
"Begini cara kau memperlakukan istri?" Sam menatap sinis sekali, atensinya beralih ke Agatha. Dia tersenyum.
"Terima kasih Agatha, maaf aku terlambat hingga anakmu harus jadi korbannya," kata Sam pelan, dia meleweti Amir yang masih bengong kebingungan lalu membantu Agatha berdiri.
"Aku tau, setidaknya balasan yang akan dia terima setimpal," balas Agatha sambil merogoh saku cardingannya. Sim card hitam ia sodorkan ke Sam, senyumnya mengembang meski tampak dipaksakan.
"Oh, jadi selama ini kamu main belakang dengan Sam? Iya? Wahhh hebat sekali kalian!" Amir marah besar, dia ingin menjambak rambut Agatha tetapi suara seseorang menghalang.
"Najis, kayak cewek aja lo, jambak-jambakan." Ulfa berdiri di depan pintu, di belakangnya ada dua orang polisi yang sudah menyaksikan adegan KDRT sejak pintu dibuka.
"Bagaimana cara menjelaskan semua ini, Amir?" Senyum sinis Sam melambangkan kekalahan bagi Amir.
Dua polisi masuk, yang satu memasang borgol ke tangan Amir meski sulit karena Amir memberontak kasar.
"Ibu Agatha silakan datang ke kantor polisi sebagai saksi sekaligus korban perilaku suami Ibu," ujar polisi rupawan itu tegas.
"Dia bukan suami saya lagi, Pak. Kami sudah siap sidang cerai, lagipula tadi pagi dia sudah menandatangani surat cerainya," sahut Agatha tak bergairah.
Dia sudah lama mengetahui bahwa Amir menyeleweng darinya, dan kehadiran Sam membuatnya kembali berpikir, rahimnya hanya dipakai sekali, untuk anak yang akan menjadi tameng Amir merebut segala kekayaan Erwin. Mertuanya.
"Bawa saja, saya siap datang ke sana usai perawatan medis." Agatha mengalihkan tatapan, membuang segala rasa iba menggantikannya dengan perasaan benci dan dendam.
"Bangsat! Agatha! Jika aku bebas kupastikan hidupmu hancur!" ancam Amir tajam, dia memberontak beberapa kali tetapi polisi menahannya. "Pak, saya di sini korbannya! Kenapa kalian nangkap saya hah? Udah jelas istri dan adik tiri saya selingkuh!" kata Amir mencari pembelaan.
Polisi diam saja. Mereka sudah mengusut dari tiga bulan lalu, sejak Sam kecelakaan dan kasus-kasus lama kembali dibuka. Ibu Amir juga sudah dibawa ke kantor polisi lebih awal, di sana pastinya ada Erwin.
"Ganteng banget, Pak. Minta nomernya dong," celetuk Ulfa membuat Sam menoleh cepat.
Polisi satunya membungkuk hormat meninggalkan ketuanya yang tengah dirayu pucekgirl.
"Saya jarang main HP," sahut polisi itu ramah, diam-diam ingin membanting gadis di depannya juga.
"Ahhh, main HP aja jarang apalagi mainin perasaan cewek. Pak, saya mau dong daftar jadi istri, saya jago urus suami kok." Ulfa cengar-cengir bersandar di pintu seperti orang sedang kasmaran.
"Bisa aja kamu." Dih, dia malu-malu kucing.
"Pak, kalo saya disuruh milih angka satu ampe sepuluh buat mewakili perasaan saya ke Bapak, saya bakal milih dua."
"Kok dua?"
"Dua ... leemm banget. Hehe."
"Ekhem!"
Horor. Suasana saat ini bukannya romantis malah jadi mencekam karena Sam melotot seolah bola matanya akan keluar dan menempeleng kepala Ulfa kuat-kuat.
"Silakan kembali bertugas, Pak. Nanti saya datang bersama korban ke sana."
Unsur mengusirnya kentara sekali, Bund.
"Baik, kalau begitu saya permisi dulu."
"Yaaah yaaaah Paaaak belum dapet nom--mmhhhh!" Sam membekap mulut Ulfa gemes. Dia menyeret gadis itu masuk lalu menutup pintu dengan kakinya.
"Ganjen!" tuding Sam marah.
"Ga kuat saya Pak liat yang bening-bening, bawaanya pengen minta dihalalin aja rasanya," sahut Ulfa cengengesan, dia mengangkat sebelah tangan sebagai ganti sapaan pada Agatha yang masih berdiri diam di sudut ruangan.
"Minta dihalanin tuh sama saya bukan dia!" Sam memegang dagu Ulfa agar matanya menatap penuh wajah gadis menyebalkan ini.
"Dih emangnya Bapak siapa? Pacar saya? Kan udah mantan," sindirnya membuat pegangan Sam di dagu mengendur.
"Kita gak pacaran, tapi udah tunangan, bentar lagi nikah, puas?"
Ulfa terdiam membuat Sam tersenyum miring.
Pria itu mundur dua langkah dan berbalik, menggandeng Agatha berjalan keluar meninggalkan Ulfa yang terdiam dihantam rasa bahagia luar biasa.
"YESSS BENTAR LAGI KAWIIIN!"
~Bersambung~
Bisa-bisanya bahas kawin😭
KAMU SEDANG MEMBACA
MAHASISWI BUCIN (END)
Humor"Pak, kayaknya mata Bapak ini lampu merah, deh." Ulfa menatap Sam sambil tersenyum sebelah. Sam menoleh acuh, "Lampu merah?" "Iya, tiap ngeliatnya saya jadi berhenti terus," sambungnya sambil cengengesan "Mau belajar apa gombal, heh?" tanya Sam jeng...