Sam menatap dua gadis yang kini saling hadap, tampak jelas percikan kebencian di mata masing-masing. Jujur, Sam jadi merinding berada di dekat mereka.
"Lo selingkuhan Alfi, 'kan?" tuding Nindia sinis, dia menatap Ulfa dari atas sampai bawah sambil melipat tangan di atas pusar.
Sam melirik Ulfa, diam-diam dia berharap Ulfa mengatakan tidak.
Ulfa berkecak pinggang balas menatap tajam, "Kenapa memangnya?"
"Lo gatel banget sumpah, udah tau cowok gue doyan mainin cewek masiiih aja dideketin," cibirnya kembali melirik Ulfa sinis.
"Gatel? Perasaan yang gatel itu lo deh, udah tau Alfi ganjen masih aja bertahan, mana morotin hartanya pula." Ulfa balas mencibir membuat Nindia mati kutu dan berakhir menundukkan kepala karena Sam menatapnya.
"Sebenarnya ada apa ini?" Sam angkat bicara karena tak menemukan titik terang dari pertengkaran mereka.
Ulfa menunjuk Nindia, "Dia yang terus-terusan morotin Alfi, dari awal pacaran gue pikir dia tulus, ehhh tetiba malem-malem datang ke rumah cuma minta ditransferin uang. Ga ada harga diri?"
Pedas. Satu kata berjuta makna. Ulfa memang bukan orang yang pandai menyembunyikan rasa benci, berbeda dengan abangnya yang pandai memendam sakit.
Sam jadi salah tingkah saat Ulfa balik menatapnya tak kalah tajam, jelas sekali tersirat kekecewaan lewat matanya. Sam merasa bersalah tanpa sebab. Entah perasaan apa ini.
"Saya cuma lewat, tiba-tiba dia meluk saya, Fa. Saya sama dia dulunya temen beda angkatan," jelas Sam tiba-tiba saja. Dia merasa bodoh saat Nindia menatap tak percaya.
"Saya ga minta penjelasan." Nada ketus Ulfa membuat Sam makin merasa bersalah. Dia menggaruk tengkuk tak paham dengan perasaannya.
"Saya cuma ngejelasin takut kamu salah paham."
"Gak perlu, ternyata Bapak sama aja kayak yang lain." Ulfa membetulkan tali tasnya yang melorot lalu beranjak pergi.
"Heh pelakor!" Nindia mencegah langkah Ulfa.
'Plaaak!'
Kepala Ulfa langsung terpaling karena tamparan keras Nindia membuat Sam langsung tanggap menarik Ulfa ke belakangnya.
"Apa-apaan kamu ini!"
"Kenapa Sam? Kenapa dilindungin? Dia ngerendahin harga diri aku! Harusnya kamu belain aku bukan dia, jelas banget dia itu yang salah, ngerebut Alfi dari tangan aku!" pekik Nindia berapi-api, mengundang tanya dari pengunjung lain dan mereka pun berdatangan mengelilingi tiga tersangka pemulai kericuhan.
Ulfa masih bergeming di tempatnya, memegang pipi yang mulai menjalarkan hawa panas berdenyut-denyut. Ada rasa pening mampir sejenak lalu hilang, tetapi rasa sakitnya mampu membuat telinga berdengung.
"Le—lo bakal nyesel berlaku kasar sama gue," lirih Ulfa masih dalam mode shock.
"Lo yang bakal nyesel karena berani ngerebut pacar gue! Jalang!"
'Plaaak!'
Tamparan itu bukan berasal dari tangan Sam melainkan dari seorang pria berpakaian ala kantoran, tamparan yang cukup kuat meski tak sekuat ketika Nindia menampar Ulfa.
"Siapa lagi yang berani mengganggu gadis saya?! Jawab!" tanyanya dengan intonasi tinggi, "Oh, hanya kamu." Pria itu menunjuk Nindia sambil tersenyum miring.
Pria itu menghampiri Ulfa yang masih bersembunyi di belakang Sam, dia menarik pergelangan tangan Ulfa tetapi gagal karena lebih dulu ditepis Sam.
"Kamu siapa?" tanyanya kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAHASISWI BUCIN (END)
Humor"Pak, kayaknya mata Bapak ini lampu merah, deh." Ulfa menatap Sam sambil tersenyum sebelah. Sam menoleh acuh, "Lampu merah?" "Iya, tiap ngeliatnya saya jadi berhenti terus," sambungnya sambil cengengesan "Mau belajar apa gombal, heh?" tanya Sam jeng...