Jangan lupa follow, vote, comment okay!
🎀
“Sebelum kamu masuk sekolah kembali, kamu akan menikah terlebih dahulu,” kata Qanita telak. Keputusannya tidak akan bisa diganggu gugat oleh anaknya.
Queenza Anatasya Seza atau yang biasa dipanggil Seza, menghela napasnya malas mendengar kata-kata yang terus terulang dari mulut Maminya. Apakah orang tua akan selalu mengulang perkataan yang sudah pernah ia katakan secara terus menerus?
Untuk kesekian kalinya dan lagi, Maminya mengingatkan terus dirinya mengenai pernikahan konyol yang tidak pernah terbayangkan oleh seorang Seza.
Apa-apaan itu? Menikah di saat ia masih sekolah? Hello... ini udah beda zaman, Sis!
“Mi, aku saja masih sekolah. Mami nggak salah ngomong kayak gitu ke aku? Lagian sekarang bukannya zaman jodoh-jodohan.”
Qanita mendengus. Ia menghampiri anaknya dari dapur bersama asisten rumah tangga yang membawa nampan berisi brownies cokelat dan susu yang ia buat tadi. Melihat anaknya yang sibuk membaca majalah diruang tamu membuat Qanita memilih duduk di sampingnya.
“Kata siapa bukan zamannya? Buktinya Mami sekarang mau jodohin kamu.”
Seza membuang napas kasar. Ia menutup majalahnya, sebelum fokusnya ke arah Maminya. “Mi... apaan sih... enggak mau, pokoknya...”
“Harus mau Seza,” ucap Qanita seraya memakan cake buatannya. Ia sudah paham betul dengan anaknya. Melihat nada bicaranya, membuat ia waspada sebelum Seza berhasil membujuknya dan membatalkan segalanya.
“Mami cantik banget sih hari ini. Sampai aku ngerasa mudaan mami masa!”
“Basi.”
“Mi, baik banget sih jadi orang. Kadang aku suka mikir kok bisa yah punya mami yang hatinya selembut itu.”
“Tidak akan ngaruh Seza.”
“Mami mau dipijitin?” rayu Seza lagi.
“Kemarin-kemarin kamu ke mana aja? Baru nawarin sekarang.”
“Mami wangi banget hari ini...”
“Terus kemarin-kemarin apa? Bau? Kurang ajar banget kamu!” emosi Qanita.
Seza meringis mendengar ocehan Maminya. Ia tersenyum kikuk sembari menggaruk rambutnya yang tak gatal. “Ya, bukan gitu... maksudnya... Mami bat—”
“Enggak ada kata-kata batalin, Seza!” selanya seakan tahu apa yang akan diucapkan oleh anaknya itu.
Namanya juga orang tua. Jika ia sudah berkata demikian, maka anaknya harus mengikutinya!
“Issshhh... Mami. Aku aja masih kayak anak kecil gini, manja, apa-apa harus Mami kalau nggak Papi. Gimana kalau ada apa-apa nanti!”
Oh Tuhan... batalkanlah perjodohan ini!—batin Seza penuh harap.
“Hahahahaha...” Seza mengerutkan dahinya heran saat mendengar Maminya tertawa dengan puas.
“Kok ketawa sih, Mi... ayo lah batalin... please!!!”
“Memang kenapa kalau Mami ketawa? Nggak boleh? Yang ketawa siapa?”
“Yah, Mami.”
“Mulut-mulut siapa?” tanya Qanita lagi.
“Mamilah...”
“Rumah-rumah siapa?”
“Papi,” jawab Seza sekenanya.
Sontak Qanita yang mendengar jawaban putrinya menatap tajam pada nya. “Heh! Rumah Papi sama saja dengan rumah Mami! Jadi nggak masalah dong mami mau ketawa kek, senam kek, emang ada masalah sama kamu?”
Seza mendengus. Ia mengentak-entakkan kakinya guna menyalurkan rasa sebalnya. “Intinya tuh masalahnya ada di perjodohan! Dan Seza enggak mau! Jadi mami harus batalin titik!” celotehnya dan langsung bangkit dari duduknya.
Baru beberapa melangkah, Seza kembali membalikkan badannya menghadap Qanita yang masih mematung mendegar celotehan anaknya. “Kalau nggak Seza bakal bilang Papi biar batalin!”
“Hahahahaha...” Qanita menanggapi.
Seza yang tidak mengerti mengeryit bingung pada Maminya. “Kok ketawa lagi sih?!”
“Lagian kamu ada-ada saja. Kamu kira Papi bakal mau dengerin omongan kamu? No, baby...” ucapnya sambil tersenyum miring dan berdiri dari duduknya.
“Kalau Mami udah bilang A, maka kamu juga harus A. Nggak bisa kalau kamu Z, karena itu terlalu jauh. Sama halnya di jodohkan dengan membatalkan perjodohan, bagaikan A dan Z.” Qanita mengingatkan sebelum pergi meninggalkan Seza lebih dulu yang masih mencerna kata-katanya.
“Aaaaaaaa... Mami nggak asik!!!” serunya yang masih bisa di dengar Qanita dari atas tangga.
“Asikin aja,” balas Qanita.
🎀
Seza memandang diam ke arah depan di dalam kamarnya. Ia tidak bisa tidur hanya karena satu perintah sekaligus permintaan konyol Papi dan Maminya yang ingin menjodohkannya.
Mendengarnya saja ia tidak mau, apalagi menurutinya?
Lama dirinya termenung, tiba-tiba sosok lelaki terus berdatangan di dalam bayangan pikirannya. Seolah telah mengejek dengan terus menghantui pikirannya.
Pertama, bayangan Bapak-bapak tua dengan perut buncit yang tiba-tiba ada di dalam benaknya.
“Idihhh...”
Kedua, bayangan kakek-kakek tua dengan kumis putih lebat yang ia elus-elus.
“Iuuwww...”
Ketiga, bayangan Pemuda culun dengan kacamata bulat dan tebal.
“Issshhh...”
Keempat, bayangan pemuda bad boy yang hobi merokok dan mabuk-mabukan.
Arghhh... menyebalkan!” gerutunya kesal.
Oh, no. Ia tidak mau itu semua! Tidak adakah yang lebih baik di dalam benaknya ini? Atau memang isi kepalanya sudah terlanjur terisi dengan hal yang tidak ia suka, sehingga dirinya membayangkan yang tidak sesuai ekspektasinya.
Seza juga ingin menikah, tapi nanti saat sudah saatnya tiba, bukan terburu-buru seperti sekarang ini. Ia juga masih ingin bebas.
Menikmati kehidupan di masa remajanya, berpacaran dengan cowok-cowok yang masuk ke dalam tipikalnya, bersenang-senang dengan sahabat-sahabat gilanya. Dan masih banyak lagi!
Itulah yang ia inginkan. Kebebasan, bukan terikat dengan lelaki yang nanti akan dijodohkan dengannya. Oh, No!
“Baru juga naik kelas dua belas masa udah nikah! Ini gila! Apa kata temen-temen gue kalau nanti tau? Bisa diledek plus hujat satu angkatan!” gerutu Seza lagi.
Ia mencengkeram kuat seprai sebelum akhirnya melempar asal bantalnya ke sembarang arah. Mami biasanya selalu nurutin apa kemauan gue, kenapa sekarang enggak? Apa udah nggak sayang lagi?
“Di mana-mana orang nikah cepet ada alasannya. Ini apa? Masa tiba-tiba nikah. Bisa-bisa semua ngira gue MBA lagi... aaaaaaa ada-ada aja sih!!!” gerutunya lagi.
Bye... masa depan. Hancur sudah segalanya!—gumam Queenza Anatasya Seza si yang selalu overthinking.
🎀
Find me:
Instagram: ronafng_
Bye!