Jangan lupa follow, vote, comment okay!
🎀
Seza beberapa kali menghela napasnya sambil menggambar apapun itu semau hatinya. Ketika ia sedang tidak ada kerjaan dan merasa sedih, senang, marah, kecewa ia akan mencurahkan segalanya melewati gambaran.Pikirannya tengah kacau memikirkan bagaimana cara berbaikan dengan Uranus yang masih saja marah. Melewati gambaran ia melampiaskan apa yang tengah ia rasakan.
Apakah ia harus bersikap lebih manis untuk merayu dan menggoda laki-laki itu seperti di novel atau film yang ia tonton agar mau berbicara dengannya kembali? Ugh! Jelas saja Seza tidak akan pernah mau. Sangat menentang hukum pergengsian baginya untuk menggoda Uranus.
"Hadeh... bunyi bel istirahat lama banget, sih. Kayak nunggu jodoh," celetuk Gita yang sudah amat teramat keroncongan di kursi tempatnya duduk di kelas. Entah mengapa jarum jam terasa berjalan lambat tiap ia menunggui waktu.
"Langsung kantin aja kali, ya? Mumpung jamkos ini," usul Lira menyesatkan bagi mereka yang terlihat seperti anak baik-baik.
"Gas, lah!" timpal Pricil yang sama-sama ingin segera ke kantin. "Ayo, Za!"
Seza yang akhir-akhir ini banyak diam dan lebih sering merenung, membuat ketiga temannya mengerutkan dahi mereka penuh tanda tanya melihat Seza yang tidak seceria biasanya.
"Lo kenapa sih, Za? Mikirin beras di rumah habis?" celetuk Gita asal. Berniat ingin memberikan celetukan recehnya untuk menghibur dan mencairkan suasana.
Seza berdecak.
"Muka lo udah kayak orang terlilit banyak hutang tahu nggak?!" timpal Lira sambil terkekeh hingga membuat Seza mendengus.
"Ada masalah lo? Sharinglah," ucap Pricil sambil menatap Seza di sampingnya dengan sebelah tangannya yang menopang.
Seza menimbang. Ingin sekali ia bercerita pada ketiga temannya untuk mendapatkan solusi atau sakadar hanya untuk didegarkan saja. Seza sudah terlalu pusing menghadapi Uranus sendiri yang sudah kembali seperti semula.
Kembali seperti waktu awal dimana mereka seolah tidak dekat dan tidak mengenal satu sama lain. Saling diam, mengabaikan, tidak mengganggu dan saling tidak peduli keberadaan masing-masing.
Seza benar-benar merasakan kembali sisi Uranus awal di mana tidak ada pembicaraan, kejahilan, kehangatan, kepedulian, kelembutan dan segalanya yang ia dapatkan saat ia bersama sisi Uranus yang baru.
Jangankan bicara, saling menyapa pun tidak. Hanya bisa saling pandang dengan Uranus yang lebih dulu selalu memutuskan kontak mata, jika dahulunya Sezalah yang selalu memutuskan kontak mata mereka lebih dulu.
"Eh... gue mau ngomong," sela beberapa detik. "Eh... nggak jadi, deh," ucap Seza lagi yang masih ragu jika harus menceritakan semua rahasianya.
"Eh?! Kenapa ihhh..." Lira jadi geregetan sendiri. Ia paling tidak bisa ada yang seperti ini, sungguh membuat penasaran!